Masyarakat Adat Terlaing Dan Lancang Pertanyakan Posisi Abdullah Duwa Dalam  Kemelut Di Lingko Menjerite Dan Nerot

Hila Bame

Monday, 11-01-2021 | 11:41 am

MDN
Dalam pertemuan antara tokoh masyarakat Terlaing dan Lancang, Bapak Haji Ramang menegaskan bahwa Lingko Menjerite dan Nerot milik masyarakat adat Lancang dan Terlaing. Dari kanan ke kiri: Bapak Haji Tamang (fungsionaris adat Nggorang), Bapak Theodurus Uru

 

 

Siaran Pers Masyarakat Adat Terlaing dan Lancang

 

Jakarta, INAKORAN

Sebagai Tua Mukang, memang tidak masuk akal jika Bapak Duwa  menanda-tangani  dokumen Peta Lima Lingko Tanah Persetujuan Masyarakat Kampung Terlaing/Tebedo, Desa Watu Wangka, Kecamatan Boleng,  karena dalam posisi adat Manggarai, Tua Mukang,  tidak milliki hak apa-apa.

Tetapi  persoalannya, atas dasar apa  menanda-tangani dokumen itu dan sekarang ia  mencabut kembali. Ini ada konsekuensi hukumnya, tandas Jempo Hendrik , tua gendang Terlaing, demikian rilis yang diterima INAKORAN.COM  Senin (11/1/2021).

 

 

Tanggal 6 Januari 2021, Bapak Abdullah Duwa mengirim surat kepada tokoh masyarkat adat Terlaing, Bone Bola dan Hendrik Jempo. Surat ini dibuat sebagai respon  atas  tembusan surat somasi dari Masyarakat Adat Terlaing dan Lancang terhadap ahli waris Daniel Gabriel (DG) Turuk.

 

Isi somasi itu meminta ahli waris DG Turuk Moses H . Fono, Edu W Gunung, Blasius Aman dan Naldo untuk segera mengosongkan tanah yang mereka duduki  di Lingko Menjerite dan Nerot.

 

Surat somasi ini  ditanda-tangani Bonefasius Bola (Tu’a Golo Beo Terlaing), Hendrik Jempo

 (Tu’a Gendang Beo Terlaing),  Theodorus Urus (Tua Golo Beo Lancang), Mikael Antung (Kepala Dusun Masyarakat Adat Beo Lancang)  dan  Benediktus Bedu (Tokoh Adat Masyarakat Adat Beo Lancang yang mewakili 200 anggota masyarakat adat)

 

Dalam surat ke Bone Bola dan Henderik Jempo itu, Abdulah Duwa mencabut pernyataan atas dua  dokumen yaitu Peta Lima Lingko Tanah Persetujuan Masyarakat Kampung Terlaing/Tebedo, Desa Watu Wangka, Kecamatan Boleng dan  dokumen surat pernyataan Pengakuan Tua Mukang Timbus/Rangko Tentang Tanah Persekutuan Adat Beo Terlaing/Tebedo tertanggal 13 Agustus 2016.

 

Terhadap surat tanggal 6 Januari 2021 ini,  para tokoh masyarakat adat Terlaing dan Lancang menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Abdullah Duwa. Kami menyadari bahwa sebagai pendatang, bukan asli Manggarai, sikap Bapak Abdullah  Duwa ini, sungguh tepat, jelas Bone Bola, tua golo Terlaing.

 

Dalam dua dokumen itu  Bapak   Duwa adalah sebagai Tua Mukang Rangko. Artinya dalam posisi adat Manggarai ia   tidak memiliki posisi adat yang kuat, ia   berposisi sebagai penjaga saja. Biasanya penjaga ini, bukan asli dari komunal masyarakat adat setempat, jelas Hendrik Jempo, tua gendang Terlaing.

 

Sebagai Tua Mukang, memang tidak masuk akal jika Bapak Duwa  menanda-tangani dua dokumen itu karena dalam posisi adat Manggarai, Tua Mukang  tidak milliki hak apa-apa. Tetapi  persoalan, apa dasar ia  menanda-tangani dokumen itu dan sekarang ia  mencabut kembali. Ini ada konsekuensi hukumnya, tambah Jempo lagi.

 

Dalam surat tanggal 6 Januari 2021 itu , yang lebih aneh lagi, Bapak Duwa  menyebut diri sebagai Tu’a Golo.  Apa alasan ia menyatakan diri Tu’a Golo Rangko. Jika ia  orang asli Manggarai maka posisi  sebagai Tua Golo adalah posisi terhormat dan sakral dalam hukum adat Manggarai. Peran  seorang Tua Golo mengatur aneka tata cara adat. Ada lima pilar utama yang ia kendalikan  yaitu Sompang (mesbah) Gendang (rumah adat) Wae Tiku (sumber air) Lingko (tanah adat).

 

Sementara Rangko tempat kediaman Bapak Duwa   bukan kampung adat Manggarai. Di kampung ini tidak ada rumah gendang, tidak ada compang, tidak ada mata air adat dan tidak ada tanah ulayat. Sebagian besar penduduknya adalah pendatang yang bekerja sebagai nelayan. Wilayah garapan mereka di laut bukan di darat. Tetapi masyarakat Manggarai memberi tempat di sekitar tempat tinggal mereka untuk “pari nakeng”, artinya tempat pengeringan ikan, jelas Jempo.

 

Karena itu klaim  Duwa ini sebagai Tu’a Golo di Rangko ini sangat berbahaya. Ada konsekwensi adatnya. Ia  pendatang,  tetapi mengapa ia  mengaku-ngaku Tu’a Golo? Tampak sekali, ia  tidak mengerti adat Manggarai.  Kami khawatir klaim Duwa ini bisa menjadi pemicu kemelut horizontal di Menjerite dan Nerot. Kami mengingatkan, Bapak Duwa ini  sebagai pendatang, jangan memicu kemelut dan  tidak boleh mengacak-acak tatanan adat Manggarai. Tindakan Bapak Duwa meresahkan dan menghambat investasi di kawasan Menjerite dan  Nerot tambah Jempo.

 

Lebih jauh Hendrik Jempo mengatakan, ia berharap Bapak Abdullah Duwa tidak pernah menandatangani alas hak dalam proses penerbitan sertifikat di kawasan sekitar Menjerite dan Nerot. Tetapi jika ada tanah-tanah dalam pembuatan sertifikat dengan menggunakan alas Bapak Abdullah Duwa maka tindakan ini akan menerima konsekwensi hukum baik pidana maupun perdata.

 

Jika selama ini ia mengaku-ngaku sebagai Tua Golo, diduga ada pihak yang memanfaatkan dia sebagai Tua Mukang Rangko. Atau Bapak Duwa ini secara sengaja menabrak adat Manggarai dan diduga pula ia  menjalin kerja sama para mafia tanah yang lagi marak di Manggarai Barat. Kami tengah mengkaji dugaan keterlibatan Bapak Duwa ini dalam kasus-kasus tanah di Lingko Menjerite dan Nerot,  ujar Bola lagi.

 

Kami juga sedang mempertimbangkan secara serius untuk mengambil-alih semua tanah milik Bapak Abdulah Duwa yang berada di lahan tanah adat dengan cara baik-baik atau secara paksa. Karena orang ini sudah meresahkan masyarakat. Menanda-tangani dokumen adat semaunya dan mencabut kembali semaunya juga, jelas Hendrik Jempo.

 

Dalam kemelut tanah di Manggarai Barat, tanah-tanah adat tengah diseroboti habis-habisan oleh para mafia. Di tanah adat Sepang-Nggieng, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, ada 563 sertifikat bodong yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Batu Tiga. Kejadian ini melibatkan para

 para mafia dan BPN Manggrai Barat. Dan yang mengagetkan dan merisaukan, semua pemilik 563 sertifikat itu tak satupun asli orang Manggarai, semuanya pendatang.  Pihak Mabes Polri Jakarta yang sudah bolak-balik mengusut kasus di Sepang Nggieng ini, sudah menetapkan sejumlah tersangka baik para mafia maupun  BPN Manggarai Barat. Perkaranya sudah posisi P-21 di Kejaksaan Agung Jakarta.

 

Konggres Rakyat Flores (KRF) organisasi massa yang berjuang untuk kepentingan rakyat Flores dari barat hingga ujung Timur tengah berupaya mengembalikan tanah-anah adat ke masyarakat adat. Sudah saatnya masyarakat adat Manggarai dan Flores pada umumnya untuk bersatu padu melawan para mafia. Karena itu langkah tokoh adat masyarakat Terlaing dan Lancang yang melayangkan somasi kepada ahli waris DG Turuk, perlu kita  apreasi.

 

Berikut kutipan surat resmi Tokoh Adat Terlaing dan Lancang terhadap Saudara Abdullah Duwa

 

 

Menanggapi surat saudara tanggal 6 Januari 2021 maka dengan ini, kami yang bertanda-tangan dibawah ini:

 

  1. Masyarakat Adat Terlaing:

 

  1. N a m a                        : Bonefasius Bola

NIK                             : 531506161030001

Alamat                        : Terlaing, Rt/Rw010/004, Desa Pota Wangka, Kecamatan    Boleng, Kabupaten Manggarai Barat

Kedudukan Adat        : Tu’a Golo Beo Terlaing

  1. N a m a                        : Hendrik Jempo

NIK                             :5315050308620004

Alamat                        : Sernaru, RT/Rw006/005 Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT

Kedudukan Adat        : Tu’a Gendang Beo Terlaing

 

II   Masyarakat Adat  Lancang

1.   Nama                           : Theodorus Urus

            Tempat/Tgl Lahir        :  Duli, 1 Juli 1942

Alamat                         :  Lancang, Kelurahan Wae Kelambu Rt/Rw 010/004

                                                    Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

            Kedudukan                 : Tua Golo/Tua Adat Masyarakat Adat Beo Lancang

      2.   Nama                           : Mikael Antung

            Tempat/Tgl lahir          : Lamung, 20 Desember 1959

Alamat                        :  Lancang, Kelurahan Wae Kelambu Rt/Rw 010/004

                                                   Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat,

            Kedudukan                 :  Kepala Dusun Masyarakat Adat Beo Lancang

      3.   Nama                           : Benediktus Bedu

            Tempat/Tgl Lahir        : Ranong, 1 Juli 1961

Alamat                        :  Lancang, Kelurahan Wae Kelambu Rt/Rw 010/004

                                                   Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat

            Kedudukan Adat        : Tokoh Adat Masyarakat Adat Beo Lancang Mewakli 200

                                                   Anggota Masyarakat Adat

 

Dengan ini kami menanggapi surat saudara sebagai berikut:

 

  1. Kami berterima kasih kepada saudara Abdullah Duwa atas pencabutan tanda tangan di dokumen peta lima lingko Tanah Persetujuan Masyarakat Kampung Terlaing/Tebedo, Desa Watu Wangka, Kecamatan Boleng dan tanda-tangan dokumen surat pernyataan Pengakuan Tua Mukang Timbus/Rangko Tentang Tanah Persekutuan Adat Beo Terlaing/Tebedo tertanggal 13 Agustus 2016. Kami menyadari saudara sebagai pendatang, bukan asli orang Manggarai, sikap ini sungguh tepat.

 

  1. Dalam dua dokumen itu  Sdr Abdulah Duwah adalah sebagai Tua Mukang. Artinya dalam posisi adat Manggarai Saudara  tidak memiliki posisi adat yang kuat, Saudara berposisi sebagai penjaga saja. Biasanya penjaga ini, bukan asli dari komunal masyarakat adat setempat.

 

  1. Sebagai Tua Mukang, memang tidak masuk akal jika saudara menanda-tangani dua dokumen itu karena dalam posisi adat Manggarai, Tua Mukang  tidak milliki hak apa-apa. Tetapi  persoalan, apa dasar saudara menanda-tangani dokumen itu dan sekarang saudara mencabut kembali. Ini ada konsekuensi hukumnya.

 

  1. Dalam surat tanggal 6 Januari 2021 itu Saudara menyebut diri sebagai Tu’a Golo.  Apa alasan saudara menyatakan diri Tu’a Golo. Jika saudara orang asli Manggarai maka posisi  sebagai Tua Golo adalah posisi terhormat dan sakral dalam hukum adat Manggarai. Dalam satu masyarakat adat Manggarai maka ada beberapa pilar yang dimiliki yaitu Sompang (mesbah) Gendang (rumah adat) Wae Tiku (sumber air) lingko (tanah adat). Satu-kesatuan ini dikendalikan oleh Tu’a Golo.  Saudara bukan asli orang Manggarai, pendatang, tapi Saudara melecehkan dan merusak tatanan hukum adat Manggarai.

 

  1. Klaim saudara sebagai Tu’a Golo di Rangko ini sangat berbahaya. Ada konsekwensi adatnya. Saudara sebagai pendatang,  tetapi mengapa saudara mengaku-ngaku Tu’a Golo? Tampak sekali, saudara tidak mengerti adat Manggarai.  Kami khawatir klaim anda ini bisa menjadi pemicu kemelut horizontal di Menjerite dan Nerot. Kami mengingatkan, Saudara sebagai pendatang, jangan memicu kemelut dan saudara tidak boleh mengacak-acak tatanan adat Manggarai.

 

  1. Kalau selama ini Saudara  mengaku-ngaku sebagai Tu’a Golo dan Saudara menanda-tangani dokumen-komumen yang berkaitan tanah adat, maka Saudara akan menerima konsekwensi hukum baik perdata maupun pidana.

 

  1. Kami minta Saudara jujur, apakah pencabutan ini karena ada tekanan pihak tertentu, atau atas kemauan Saudara sendiri. Bagi kami pencabutan ini tidak penting karena Saudara sebagai Tua Mukang saja. Tetapi banyak dokumen yang saudara tanda-tangan dan kami mengingatkan Saudara, tanah-tanah itu milik ulayat kami dan  kami lakukan langkah hukum.

 

  1. Surat ini ditanda-tangani dua masyarakat Adat, Terlaing dan Lancang, karena surat Saudara merespon surat kami tanggal 12 Desember 2020 berisi : Pernyataan Sikap Bersama Masyarakat Adat Terlaing (Kedaluan Boleng)  Dan Masyarakat Adat Lancang (Kedaluan Nggorang) Terhadap Ahli Waris Daniel Gabriel Turuk (Dance Turuk.Alm). Perihal Pengosongan Lahan Yang Diduduki Oleh Ahli Waris DG Turuk.Alm Di Wilayah Menjerite Dan Lingko Nero, Yang Ditujukan Kepada Moses H Fono, Eduardus W, Gunung, Blasius Aman Dan Naldo.   

 

 

KOMENTAR