Megawati, Konstitusi dan Pilpres 2024
Oleh : H. Adlan Daie
Staf Pengajar di pesantren Al Mukminin Indramayu Jawa Barat
Hj Megawati Soekarno Puteri, Ketua umum PDI Perjuangan hingga saat ini tidak bergeming dengan "godaan" politik untuk terlibat dalam wacana amandemen konstitusi (UUD 1945 hasil amandemen 2002) terutama tentang perubahan masa jabatan presiden hingga tiga periode atau penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
BACA JUGA: Puan Maharani Ajak Seluruh Anggota Dewan Kawal Pemilu 2024
Wacana di atas nyaring dan bergelombang disuarakan sejumlah menteri, Ketua Umum Partai, elit relawan politik, framing hasil survey dan terakhir disuarakan pula oleh dua ketua lembaga negara, yakni Ketua DPD RI, la Nyala Mattaliti dan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo.
Keteguhan sikap politik Hj. Megawati di atas mengirim pesan politik sangat mendasar bahwa konstitusi harus diletakkan sebagai "rule game" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks ini untuk memastikan hak politik warga negara terjamin dalam ikut menentukan sirkulasi kepemimpinan politik periode lima tahunan.
Konstitusi bukan alat transaksi tukar tambah kepentingan yang bisa "di utak utik" secara pragmatis demi sharing politik kekuasaan sekalipun menguntungkan partai yang dipimpinnya, PDI Perjuangan dalam jangka pendek. Hj. Megawati teruji dan tangguh berpegang teguh pada konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam konteks di atas itulah penulis memahami basis rasionalis Kementerian Sekretariat Negara (Kemensekneg) RI memberi julukan resmi pada Hj. Megawati preaiden RI ke-5 sebagai "ibu penegak konstitusi".
BACA JUGA: Survei Poltracking Tunjukkan Pendukung Prabowo Cenderung Migrasi ke Anies Baswedan
Sayangnya keteguhan sikap Hj. Megawati sebagai "penegak konstitusi" seringkali abai diperhatikan bahkan gagal dipahami sejumlah elite politik dan lembaga survey yang membombadir dengan framing opini seolah-olah Hj. Megawati mudah ditundukkan oleh manuver dan infiltrasi kepentingan politik mereka.
Dalam perspektif politik Masiton Pasaribu, anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan ada tiga skenario yang disiapkan para oligarkhi yang nyaman dengan zona kekuasaan hari ini, yaitu, skenario presiden tiga periode, penundaan pemilu dan atau mempersiapkan capres "boneka" yang bisa diatur para oligarkhi.
Dalam konteks pandangan politik Masinton Pasaribu di atas spirit penolakan Hj.Megawati atas amandemen konstitusi di atas dan posisi politiknya sebagai "veto player" tunggal arah kebijakan politik PDI Perjuangan belum memutuskan capres yang hendak diusungnya dapat dimaknai bahwa konstitusi dan kontestasi pilpres 2024 harus dihindarkan menjadi "alat dagang" politik para oligarkhis.
Inilah keteguhan sikap politik Hj. Megawati Soekarno Puteri, seorang Ketua Umum PDI Perjuangan, bukan sekedar anak biologis tapi sekaligus anak ideologis Bung Karno, Ayahandanya, Presiden RI pertama. Tegak lurus pada konstitusi, berdaulat secara pilitik, kokoh secara ideologis dan berkepribadian kuat dalam kebudayaan.
Tidak mudah tunduk pada framing media dan "ancaman" lembaga survey yang memframing PDI Perjuangan akan "anjlok" secara elektoral jika tidak mengusing capres Ganjar Pranowo. Justru PDI Perjuangan dibawah kepemimpinannya dua kali menang pemilu karena keteguhan sikap politiknya tidak tunduk pada "mainan" politik dari luar PDI Perjuangan.
BACA JUGA: Membaca Takdir Politik Puan Maharani
Pun dalam hal menentukan capres dari PDI Perjuangan tidak ditentukan oleh variabel tunggal tentang elektabilitas yang hendak "dipaksakan" sejumlah lembaga survey. Hj. Megawati lebih jauh meletakkannya demi menjaga kesinambungan nilai-nilai perjuangan dan ideologi kebangsaan PDI Perjuangan yang tidak dapat ditukar hanya dengan kemenangan elektoral berbasis kapitalisme modal para oligarkhi politik.
Itulah yang harus dipahami oleh para petualang politik, elite relawan politik musiman, pengamat politik dan lembaga survey (berbayar) dari keteguhan sikap politik Hj.Megawati, konsisten dan tegak lurus pada konstitusi, demi maslahat kehidupan berbangsa dan bernegara.
KOMENTAR