Mencegah Muslihat Birokrasi

Johanes

Thursday, 23-01-2020 | 21:02 pm

MDN
Oleh. : Adlan Daie (Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat)

Indramayu, Inako


Bagaimana cara mengalahkan petahana _(incumbent)_ dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020 relatif mudah dijawab setidaknya bagi pembaca yang mendalam membaca buku Deni JA berjudul Semua Melawan Ahok, tulisan Eep Saefulah Fatah tentang riset prilaku pemilih Jakarta dan hasil penelitian Edward Gani terkait titik-titik ketidakadilan birokrasi Jakarta. Ketiganya nyaris sempurna menggambarkan kekuatan sistemik Ahok sebagai petahana dan cara menumbangkannya berbasis riset sebelas kali multi variabel. Variabel agama dengan kehebohan gerakan 212  hanya sedikit kontribusi elektoralnya.

Dalam konteks Indramayu cukup mudah membaca titik tumpu kekuatan utama petahana, yakni jaringan birokrasi, BUMD, organ semi pemerintah seperti Baznas, MUI dan lain-lain secara terstruktur dengan muslihat politiknya. Pararel dengan struktur masyarakat Jawa dalam pandangan Nikkal Luhmam, sosiolog politik Jerman dalam bukunya Theory Of Sociaty  yang relatif mudah ditundukan dari atas (baca: apatatur negara). 

Pola menghimpun guru, bidan, ustad, tokoh, masyarakat, majelis taklim, imam masjid pembagian zakat dan pendamping PKH. salah satu modus kegemarannya dengan menumpang anggaran negara atas nama pembinaan, bimbingan teknis (bintek) adalah skenario klasik petahana memobilisasi elektoral pemilihnya.

Memang tidak mudah membuktikan keterlibatan birokrasi dalam politik partisan. Kelihaian muslihat birokrasi cukup terlatih secara apik menghindar dari jerat hukum positif. Mereka lahir dari sistem rekruitment kenaikan pangkat dan jabatan yang tidak terukur secara transparan. Power politik petahana lebih menentukan nasib karier birokrasinya. Di sinilah ruang ketundukan aparatur birokrasi mengikuti nafsu kepentingan politik petahana dengan segala modusnya. Khittahnya sebagai pelayan publik bergeser dan dengan sadar sesadar sadarnya memilih mengkhianati menjadi pelayan politik petahana.

Ironisnya, barisan oposisi politik tidak piawai mencegah muslihat politik birokrasi. Mereka dibiarkan menari-nari di pangung politik elektoral nyaris tanpa daya ganggu dari opisisi politik yang lebih sibuk selfi-selfi deklarasi dan berkerumun massa. Belajar dari buku Deni JA dan tulisan Eep Saefullah Fatah diatas perlu prakarsa-prakarsa baru dari oposisi politik untuk menggairahkan partisipasi publik mengawal secara ketat muslihat birokrasi sebagai mesin elektoral politik petahana.

Gerakan show of force dan menurunkan relawan-relawan ke titik-titik kecamatan yang rawan penghimpunan massa secara politis oleh jajaran birokrasi dengan keberanian daya pukul psikhologis yang telak dan menghunjam adalah salah satu contoh cara mencegah muslihat birokrasi untuk :

Pertama, menjaga kemuliaan dan profesionalisme birokrasi sebagai pelayan pubik bukan pelayan politik. Layanan publik yang tertatih-tatih, mangkraknya angka IPM dan sumber maraknya prilaku koruptif di lingkar birokrasi disumbang selain oleh mentalitas birokrasi layanan politik juga kealpaan publik untuk mengawal kerja birokrasi. Birokrasi harus dikawal ketat dan keras agar tetap dalam khittahnya sebagai pelayan publik bukan alat politik yang gemar merepotkan rakyatnya dikumpul-kumpulkan dengan khotbah-khotbah ala pejabat penuh janji, miskin narasi dan jauh panggang dari api.

Kedua, menjaga kemuliaan kontestasi Pilkada Indramayu 2020 agar siapa pun pemenangnya kelak bukan saja sah secara regulatif melainkan sah pula secara moral dan etik. Proses politik mengikuti prinsip trias politica-nya Mountiesquie, pemikir politik abad pertengahan Eropa, harus dicegah tidak hanya berisi tipuan, modus, rekayasa dan pencitraan pemimpin politik bermental koruptif. OTT KPK adalah contoh sangat buruk betapa mentalitas birokrasi layanan politik hanyalah merusak marwah dan martabat Indramayu tanpa beban aib dan malu yang menjijikkan di ruang publik.

Pesan seorang sejarawan moralis Inggris, Lord Action bahwa power tends to currupt, absolute power currupt absolutely kekuasaan cenderung koruptif. Makin absolut kekuasaannya makin menggila model dan modus korupsinya haruslah dimaknai dengan menghadirkan kesadaran kolektif partisipasi publik untuk mengawasi secara ketat, keras, tajam dan menghunjam ke sel-sel birokrasi.

Itulah yang seharusnya dilakukan para elite oposisi politik bukan sekedar menjaga asa dan harapan menang atas petahana, lebih dari itu, agar kontestasi Pilkada Indramayu 2020 menjadi jalan bersama untuk naik kelas ke level peradaban politik yang lebih mulia dan beradab. Tanpa kemulian dan keadaban politik, mengutip bait pusi Chairil anwar, kita hanya lah "binatang jalang, dari kumpulan yang terbuang".

Semoga bermanfaat.

KOMENTAR