Pancasila, Corona dan Equilibrium yang Terguncang

Hila Bame

Thursday, 19-03-2020 | 11:12 am

MDN
Mohamad Sabri, Direktur Pengkajian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP


Oleh:  Muhammad Sabri

 

Jakarta, Inako

 

Tiba-tiba saja, Corona, atau Covid-19,  menjadi "buah percakapan" dunia, menyusul jatuhnya korban meninggal dunia di sejumlah negara, termasuk Indonesia, akibat dilimbur serangan virus kerabat el-maut itu. 

Kepanikan global pun terbit. Sejumlah negara yang dikerkah Covid-19 rame-rame mengambil kebijakan "lockdown" dengan model "rekayasa sosial" yang variatif guna memroteksi warga masing-masing. Tapi, mesin el-maut itu berjalan terus, merangkak seiring deret hitung, yang hingga kini telah menyentuh angka kematian dunia 8.732.

Mungkin ada baiknya kita pertimbangkan sebilah keinsafan, perspektif yang sedikit berbeda, menyusul syndroma virus Covid-19 yang berdampak luas dalam kehidupan kita sebagai pribadi, keluarga, kelompok, komunitas, masyarakat-warga, bangsa dan negara. 

Sebagai bangsa yang berideologi Pancasila dan secara konstitusional diandaikan sebagai "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa", dapat menjadi titik tumpu kesadaran untuk kemudian mengusung "sugesti sosial"  menghadapi persebaran virus Covid-19 secara rasional, akal sehat, menjaga kebersihan diri,  meningkatkan ketahanan tubuh, namun yang tak kalah urgennya bangsa ini musti membangun dimensi spiritualitas batin kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Virus Corona atau Covid-19, secara transenden bisa diletakkan sebagai "makhluk" Tuhan yang bergerak berdasar "hukum-hukum kosmik" atau dalam tradisi Islam dikenal sebagai sunnatullah. 

Sunnatullah biasa juga disebut equilibrium atau al-mizan, karena hukum-hukum tersebut hadir untuk "menjaga keseimbangan kosmik" agar semesta tetap sustain hingga masanya "berakhir".

Itu sebab,  dalam perspektif sunnatullah, equilibrium atau al-mizan, jika terjadi sebuah "peristiwa" yang dalam keterbatasan naratif manusia menyebutnya sebagai "bencana", "musibah", "wabah", "virus" dst., hal tersebut mengandaikan jika tengah terjadi "keguncangan hukum-hukum kesimbangan kosmik".

Di titik inilah, sebagai bangsa yang berideologi Pancasila, dan khususnya kesadaran  teologis terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia patut membangun semacam "mitos pengikat solidaritas" menghadapi syndroma Covid-19 tidak semata merujuk pada "protap" Kemenkes,  tetapi juga mendorong spirit transendensi kepada setiap warga untuk intensifkan ibadat, berdoa, dzikir, dan tawakal puncak mengiringi ikhtiar yang optimal. 

Salam Pancasila

Jakarta, 19 Maret 2020

** Mohamad Sabri adalah Direktur Pengkajian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP

KOMENTAR