Pasangan Lucky - Syaefudin, Pasangan Sengsara Membawa Nikmat?

Junny Yanti

Friday, 30-08-2024 | 11:22 am

MDN
H. Adlan Daie, Analis politik dan sosial keagamaan. (Foto:ist)

JAKARTA, INAKORAN.COM

Pasangan Lucky Hakim-Syaefudin, satu dari tiga pasangan calon dalam kontestasi pilkada Indramayu 2024 mungkinkah ibarat judul novel roman Melayu "Sengsara Membawa Nikmat", tak berdaya tapi justru di ujung akhir cerita memenangkan pilkada Indramayu 2024.

Pilkada salah satu dari tiga "misteri" Tuhan selain "kematian" dan "jodoh", sulit ditebak hasil akhirnya. Politik "the art off possible", kata Otto Van Bismoch, sebuah ruang kemungkinan tak bertepi, sulit "diatur" oleh cara cara "curang" yang menjijikkan sekalipun. 

Momentum politik selalu datang tiba tiba dan "invisible hand", di luar skenario "tangan tangan kotor" politik. Persis seperti putusan tiba tiba MK yang memungkinkan pasangan ini bisa "berlayar", tidak bisa dicegah oleh "akal bulus" Oligarkhi politik DPR RI yang hendak membatalkan putusan MK.

Pasangan Lucky Hakim - Syaefudin jelas "sengsara" dibaca dari jumlah kursi partai pengusungnya dibanding dua pasangan calon lain, terlebih pasangan "petahana" Nina - Tobroni yang diusung "bertumpuk tumpuk" koalisi partai politik. 

Pasangan Lucky Hakim - Syaefudin dalam puisi Chairil Anwar, ibarat "binatang jalang, dari kumpulannya terbuang". 

Inilah pasangan "political powerless", tidak memiliki power politik besar dalam spektrum peta politik di Indramayu kecuali hanya didukung PKS dan Nasdem (5 kursi).

Tapi di sisi lain faktor determinasi dan pesona politik Lucky Hakim unggul dalam "good looking" dan "kesukaan" publik. Syaefudin wakil pendampingnya dengan ketrampilan teknokrasi politik dan jam terbang tinggi memiliki kapasitas menutup defisit infrastruktur partai pasangan ini.

Ada dua "catatan kaki" penting bagi pasangan ini untuk merawat peluang menang dalam pilkada Indramayu 2024. 

Pertama, pasangan ini harus piawai menjaga ritme posisi politiknya, tidak keluar dari kekuatan "gestur" politiknya dan memiliki "staying power" atau daya tahan politik untuk "mempermainkan" setiap gempuran dan arogansi  politik. 

Kedua, terkait hal pertama di atas penting untuk dilakukan kajian serius oleh "lingkar dalam" tim sukses di belakangnya dalam menjaga momentum politik di sisa waktu tiga bulan ke depan. 

Mengambil posisi politik yang tidak presisi di antara dua kontestan lain potensial menggerus basis elektoral dan pesona politiknya.

Pesona dan trend elektoral dalam teori survey elektoral ibarat "kopi panas dalam cangkir" penting dijaga dan dirawat agar tidak "dingin" saat publik mendatangi bilik bilik TPS.

Dalam konteks itulah "kesengsaraan" pasangan ini dari sisi defisit infrastruktur politik bisa menjadi "nikmat" elektoral di ujung pilkada nanti. Itulah kuncinya. 

Wassalam.

Oleh: H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

KOMENTAR