Pelaksanaan B20, Belum Optimal Badan Usaha BBM & BBN Berpotensi Denda

Hila Bame

Wednesday, 10-10-2018 | 11:28 am

MDN
ilustrasi

 

Jakarta, Inako

Salah upaya pemerintah untuk menekan defisit neraca migas  adalah perluasan pemakaian Biosolar 20% (B20) untuk bahan bakar non subsidi. Jika sebelumnya penyerapan B20 untuk bahan bakar subsidi, jika digunakan pada bahan bakar nonsidi akan membantu pemerintah menekan angka defisit migas. 

Namun sejak diperluas ke sektor nonsubsidi, implementasi penyaluran Biosolar 20% (B20), bauran Solar dan biodiesel, belum optimal. Oleh karena itu, pemerintah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan B20 yang dimulai sejak 1 September 2018.

Berdasarkan evaluasi tersebut, pemerintah menyatakan ada potensi pengenaan denda kepada badan usaha bahan bakar minyak (BBM) dan badan usaha bahan bakar nabati (BBN).

Beberapa badan usaha bahan bakar minyak dan perusahaan penyuplai bahan bakar nabati terancam dijatuhi sanksi sekitar Rp270 miliar karena tidak mencampur Solar dan 20% biodiesel.

Badan usaha bahan bakar minyak (BBM) dan badan usaha penyuplai biodiesel akan dikenakan sanksi Rp6.000 per liter.

Pemerintah telah mengevaluasi sejumlah badan usaha yang berpotensi dikenakan sanksi tersebut.

Sejak perluasan implementasi biodiesel 20% (B20) ke sektor nonsubsidi sejak awal September 2018, pemerintah akan memberikan sanksi bagi badan usaha yang tidak mencampur Solar dan bahan bakar nabati (fatty acid methyl ester/FAME).

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana menyebut bahwa potensi denda terhadap badan usaha yang terkait dengan biodiesel mencapai Rp270 miliar.

Badan usaha itu terdiri atas distributor bahan bakar minyak (BBM) seperti PT Pertamina (Persero) dan badan usaha penyulai bahan bakar nabati berupa biodiesel.

Potensi denda itu masih sebatas temuan awal yang harus diverifikasi lebih lanjut.

Rida mengakui bahwa pelaksanaan kewajiban bauran Solar dan 20% biodiesel (B20) memang tidak berjalan lancar.

Menurutnya, masih ada sejumlah isu logistik dan transportasi yang terjadi di luar ekspektasi pemerintah.

“Misalkan kami hanya mengecek jumlah kapal cukup, ternyata belakangan kapalnya itu harus punya spesifikasi khusus, itu yang kita lupa. Karena itu ternyata dimintakan oleh misal Pertamina. Intinya bahwa memang ini [implementasi B20] belum optimal, tetapi sudah lebih baik,” katanya, Selasa (9/10).

Pemerintah juga masih merancang petunjuk teknis mengenai mekanisme sanksi terhadap badan usaha yang lalai dalam melaksanakan program tersebut.

“Seperti hitungan per liter yang tidak dicampur dengan biodiesel.  Harusnya dicampur 1.000 liter, tetapi cuma 800 liter, yang 200 liter yang didenda,”jelasnya.

TAG#B20, #Kementerian ESDM

182195004

KOMENTAR