Pihak Terkait Diminta Cermat Rumuskan Pasal RKUHP Soal Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana

Sifi Masdi

Wednesday, 13-11-2019 | 21:37 pm

MDN
Pengamat Masalah Kebangsaan Tjoki Aprianda Siregar [inakoran.com]

Jakarta, Inako

Pengamat Masalah Kebangsaan Tjoki Aprianda Siregar mengakui sebagian pasal yang terdapat dalam Rancangan Undang Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) mengandung multi tafsir. Inilah yang membuat RUU KUHP ini menciptakan kontroversi di tengah masyarakat. Karena itu, ia meminta pihak-pihak terkait untuk lebih cemat merumuskan dan menyempurnakan RKUHP ini.

Foto bersama peserta diskusi tentang korporasi sebagai subjek tindak pidana, di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Selasa (12/11/2019)  [inakoran.com]

 

“Ada sebagian pasal yang ditafsirkan secara berbeda-beda oleh khayalak.  Hal ini dibisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertertentu, di satu pihak untuk menarik keuntungan buat mereka, dan pihak lain untuk memidanakan seseorang, sehingga perlu penyempurnaan lagi bahasannya,” tegas Tjoki dalam perbincangan dengan inakoran.com di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Selasa (12/11/2019).

Tjoki yakin bila RUU KUHP disahkan menjadi KUHP resmi di Indonesia maka akan memberikan  kepastian hukum bagi dunia usaha, terutama bagi investor asing.  Namun ia menambahkan bahwa sebagai warga dan individu, dirinya berharap agar pembahasan RKUHP ini lebih cermat dan hati-hati. Karena itu, ia mendesak DPR dan pemangku kepentingan agar tidak terburu-buru melakukan pengesahan, terutama bagaimana mengantisipasi implikasi setelah korporasi ditetapkan sebagai subjek tindak pidana.

Simak video InaTV terkait korporasi sebagai subjek tindak pidana dan jangan lupa klik "subscribe and like".

 

“Sebagai contoh, ada beberapa pasal yang menempatkan korporasi selain sebagai pelaku usaha, tetapi juga sebagai subjek tindak pidana. Ini harus ditelaah lebih lanjut. Sebab, korporasi tidak bicara satu orang atau orang perorangan. Namun kalau kita bicara tentang korporasai berarti kita bicara korporasi sebagai sebuah badan hukum. Apabila  korporasi atau suatu perusahaan dinyatakan sebagai subjek pidana,  maka implikasinya adalah perusahaan tersebut diberikan sanksi. Bila sanksinya berat, maka bisa berdampak sampai pegawainya harus dirumahkan dan bahkan di-PHK. Itu  berarti efek turunannya kurang baik bagi pekerja, karena mereka akan menghidupi istri dan anak-anaknya, utamanya bagi mereka yang sudah berkeluarga. Nah, inilah yang perlu dipikirkan lebih lanjut,” tegas Tjoki.

Menurut Tjoki, kalau korporasi dijadikan sebagai subjek tindak pidana, maka akan membawa dampak tersendiri. Namun ia menambahkan bahwa korporasi itu sesungguhnya dijalankan oleh Dewan Direksi, dan diawasi oleh Dewan Komisaris. Karena itu, perlu ada pemilahan dan selektif, misalnya kira-kira siapa nanti yang akan dijadikan sebagai subjek tindak pidana. Selain itu, rumusan pasal-pasal juga perlu dikaji lebih dalam sehingga tidak ada pasal yang merugikan korporasi.

“Saya kira tidak mungkin korporasi itu terlepaskan dari direksi atau eksekutif yang menjalankan perusahaan itu sendiri. Artinya, bisa saja ada oknum-oknum, dan itu yang harus dipilah-pilah, dan kita tidak bisa melakukan generalisir. Nah, itu juga yang harus didiskusi lebih lanjut,” tambah Tjoki.

Sekedar diketahui, beberapa pasal dalam RUU KUHP yang memberatkan korporasi adalah pasal 182 yang yang berbunyi setiap orang adalah orang perseorangan, termasuk korporasi.

Kemudian  pasal 45. Ayat (1) Korporasi merupakan subjek Tindak Pidana.  Ayat (2) Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau yang disamakan dengan itu, serta perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penerapan kedua pasal ini tentu memberatkan korporasi. Sebab setiap  korporasi yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan, maka bisa dikenakan pidana pokok dan pidana tambahan karena berstatus sebagai subjek tindak pidana. Itu artinya tidak hanya pelaku usaha, perusahaan juga dapat dikriminalisasi. Kriminalisasi tersebut akan menimbulkan dampak negatif terhadap bisnis yang berjalan.

KOMENTAR