Potret Gagasan Besar MH. Said Abdullah:  Sebuah Resensi

Timoteus Duang

Thursday, 02-06-2022 | 12:10 pm

MDN
H. Adlan Daie [Pemerhati poltik dan sosial keagamaan]

 

Oleh: H. Adlan Daie [Pemerhati poltik dan sosial keagamaan]

Buku berjudul MH. Said Abdullah: Mengawal Aspirasi Nurani adalah kompilasi gagasan lintas tematik dengan beragam perspektif dari seorang MH. Said Abdullah, politisi senior PDI Perjuangan, Ketua Badan Anggaran DPR RI, Sebuah jabatan politik yang "sexi" dan menggoda "man politik".

 

Sepintas mengutip perspektif Benedict Anderson tentang "imajined community" membaca buku ini ibarat membayangkan masa depan bangsa yang hendak didesain MH. Said Abdullah berangkat dari realitas problem sosial  masyarakatnya dalam konteks tanggung jawab politiknya  "mengawal aspirasi nurani" sebagaimna pesan mendalam dari anak kalimat judul buku ini.

Pengantar buku ini ditulis oleh seorang tokoh politik dari generasi politik "trah" Bung Karno, Dr. (HC) Puan Maharani, ketua DPR RI sehingga kehadiran buku ini memiliki bobot legitimasi politik yang kokoh dalam konteks PDI Perjuangan.

Ahmad Fauzi, Bupati Sumenep memberi bingkai prolog tentang rejam jejak dan bagaimana jalan menapak dan mendaki yang ditempuh MH. Said Abdullah dengan setting sosial "khas" Madura hingga meraih posisi politik saat ini.

Ahmad Fauzi melukiskan dalam kalimat singkat bernas dengan judul "Mutiara Dari Timur".

 


Baca juga

Prabowo Persilahkan Anak Muda Tawarkan Diri di Pilpres 2024


 

Buku ini relatif tebal lebih dari 500 halaman. Dibagi tujuh bab. Bab satu adalah titik relevansinya secara substantif seputar anggaran negara dalam konstruksi MH. Said Abdullah sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI.

Bab bab lain meskipun dapat dipertautkan relasinya antar-bab akan tetapi dalam perspektif penulis akan lebih "meaning full" jika dikompilasi dalam seri buku lain untuk menjaga keutuhan pesan temariknya.

Terlepas dari pilihan teknis penerbitannya terus terang penulis tertarik meresensi buku ini karena kesamaan penulis (penulis lahir dan besar di Prenduan Sumenep, tinggal di Indramayu dan aktif di jajaran NU Jawa Barat) dengan MH. Said Abdullah dari sisi "primordialisme" sesama "suku" madura. Beliau sangat membanggakan capaian karier politiknya.

Dalam bab satu MH. Said Abdullah meletakkan tema politik anggaran dalam gagasan besar "APBN Kerakyatan" (hal.3), yakni model penguatan relasi trifungsi dewan dan politik anggaran untuk kesejahteraan rakyat (hal. 13).

 


Baca juga

Empat Tuntutan Konferensi Mahasiswa Papua dalam Aksi Damai 31 Mei


 

MH. Said Abdullah bukan saja fasih tentang bagaimana fundamental ekonomi makro Indonesia, fondasi dan struktur ekonomi, kebijakan "tax amnesty", posisi swasta dalam relasi peran negara melainkan juga mampu mengkonstruksikan postur anggaran negara berfungsi mempersempit "rasio gini" ketimpangan sosial dalam skala program membangun dari pinggiran, memperkuat sendi dan ekosistem UMKM, meningkatkan derajat kesehatan dan indeks pendidikan rakyat.

Dalam doktrin "fiqih politik" pesantren apa yang diformulasikan MH. Said Abdullah di atas disebut "tashorrul imam 'ala al roiyah manutun bil maslahah".

Bahwa "nilai" kemuliaan kepemimpinan politik atau posisi jabatan politik ditentukan oleh seberapa "nilai" maslahat dan manfaatnya bagi rakyat. Bukan pada aksesoris jabatannya.

Di sini "nilai" politik MH. Said Abdullah sebagai Ketua Banggar DPR RI layak diapresiasi.

 


Baca juga

Dari Kota Ende, Jokowi Minta Semua Komponen Bangsa Membumikan Pancasila


 

Jauh dari isu-isu negatif di ruang publik tentang "cawe cawe" dan "bancakan" anggaran secara privat politik.

Penulis tentu menyadari bahwa resensi singkat atas buku MH. Said Abdullah ini tidak dapat menggambarkan utuh cara pandang dan pikiran MH. Said Abdullah yang multi tematik dan lintas perspektif.

Akan tetapi "nafas" dari keseluruhan isi buku ini aksentuasinya pada pesan tunggal bahwa "power" negara adalah instrument meningkatkan derajat dan martabat rakyatnya.

Di situlah filosofi alasan negara harus hadir, kata Bung Karno dalam penggalan pidatonya 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI saat merumuskan Pancasila sebagai "granslag" atau dasar negara Indonesia.

Saporanah.

Wassalam.

 

KOMENTAR