Presiden Turki Tuding Ada Skenario Politik Licik Dibalik Anjloknya Kurs Lira

Sifi Masdi

Monday, 13-08-2018 | 16:00 pm

MDN
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden AS Donald Trump [ist]

Istambul, Inako

Kurs mata uang Turki, lira, merosot hingga lebih dari 16 persen terhadap dollar AS selama seminggu terakhir ini. Angka tersebut merupakan rekor terendah, sejak Turki berseteru dengan Amerika Serikat (AS) karena sejumlah masalah.

Kondisi anjloknya kurs lira tersebut langsung direspon oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Ia menuding anjloknya nilai mata uang lira terhadap dollar AS merupakan "skenario politik" untuk menjatuhkan Turki.

"Tujuan operasi ini adalah untuk membuat Turki menyerah mulai dari seluruh sektor keuangan hingga politik," katanya, Minggu (12/8/2018), seperti dikutip dari AFP.

"Kami sekali lagi menghadapi skenario politik yang licik. Dengan izin Tuhan, kami akan mengatasi ini," imbuhnya. Pernyataannya itu dia lontarkan di depan anggota partainya di Trabzon, sebuah kota di pesisir Laut Hitam.

Seperti diketahui selama satu tahun terakhir ini hubungan Turki dan AS terus memanas. Hal itu itu diawali dengan penahanan seorang pendeta asal AS di Turki. Selain itu, kerja sama AS dengan pasukan milisi Kurdi Suriah dalam perang melawan ISIS.

"Kami hanya bisa bilang 'selamat tinggal' kepada semua orang yang mengorbankan kerja sama strategis dan setengah abad bersekutu dengan sebuah negara berpenduduk 81 juta demi relasi dengan kelompok teror," ujar Erdogan.

"Anda berani mengorbankan 81 juta penduduk Turki untuk seorang pendeta yang terkait dengan kelompok teror?" imbuhnya.

Penangkapan pendeta Andrew Brunson sejak Oktober 2016 membuat hubungan AS dan Turki memburuk. Brunson merupakan pendeta Protestan yang memimpin gereja di kota Aegean, Izmir, Turki.

Kini, dia menjadi tahanan rumah, setelah selama dua tahun mendekam di penjara atas tuduhan spionase dan mendukung kelompok teror.

Presiden AS Donald Trump pada Jumat lalu telah menggandakan tarif impor terhadap baja dan aluminium atas Turki. Kebijakan tersebut menyebabkan lira semakin tertekan.

Gedung Putih menyatakan, sanksi baru tersebut akan diberlakukan mulai 13 Agustus 2018. Sementara, Erdogan mengancam akan mencari sekutu baru untuk menjalin kemitraan.

 

 

 

KOMENTAR