Puan Maharani dan Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi)

Timoteus Duang

Tuesday, 14-06-2022 | 18:12 pm

MDN
H. Adlan Daie

 

Oleh: H. Adlan Daie [Wakil sekretaris NU Jawa Barat (2010-2021)]

Puan Maharani dan Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) memiliki pertalian relasi historis, organik, dan ideologis.

 

Pertalian tiga relasi di atas dapat dibaca bahwa Puan adalah  puteri tunggal dari (almarhum) Taufik Keimas, inisiator pembentukan Bamusi tahun 2007 dan Bamusi adalah sayap organik syi'ar dakwah Islam PDIP,  partai terbesar di indonesia, pimpinan Hj. Megawati, ibunda dari Puan.

Dalam pertalian tiga relasi di atas itulah jelas Puan Maharani memiliki kapasitas memadai untuk menghadirkan performa  Bamusi sebagai titik simpul penguatan relasi Islam yang ramah, toleran dan mutualistis dengan nilai nilai ideologi kebangsaan PDIP.

Terlebih Puan saat ini dalam posisi politik sebagai ketua DPP PDIP bidang politik dan keamanan dengan jabatan politik ketua DPR RI yang tumbuh dalam lingkungan keislaman dari keluarga besar Bung Karno yang "Nasionalis Religius".

Dengan kata lain,  penguatan Bamusi di atas bukan (sekedar) respons terhadap stigma seolah olah PDIP tidak ramah dan bahkan bertendensi "anti islam" sebagaimana sering "dikeluhkan" Hamka Haq, ketua umum Bamusi - juga bukan dalam kerangka perluasan basis elektoral PDIP secara pragmatis berbasis identitas agama.

 


Baca juga

Isu Reshuffle, Politikus PDIP Ini Sorot Tiga Menteri yang Harus Segera Diganti


 

Penguatan Bamusi secara politik lebih diarahkan dalam kerangka menghindarkan pembingkaian sisemik sebagaimana dikonstruksi Dr. Tamrin Amal Tagola, guru besar sosiologi UI di mana PDIP diletakkan dalam representasi politik "nasionalis sekuler" berhadap hadapan dan "vis a vis" dengan kelompok "Islam politik" secara ekstrim.

Dalam pandangan Dr. Tamrin Amal Tagola kontestasi pilpres 2024 kelak potensial  menimbulkan konflik yang diinjeksi narasi konfliktual pertarungan ideologis antara kelompok "nasionalis sekuler" versus kelompok "islam politik".

Pembelahan sosial saat ini dengan stigma "cebong" versus "kadrun" akan makin mengeras dalam kontestasi pilpres 2024 bukan sekedar di ruang ruang media sosial tapi aktualisasinya akan berdampak "gesekan" dan retaknya harmoni sosial antar sesama anak bangsa.

Disinilah peran penting Puan sebagai representasi ideologis PIDP dalam konteks penguatan Bamusi, yakni sebagaimana pandangan KH. Hasyim Muzadi dan Prof Dr. Syafie Maarif (ketua umum PBNU dan Ketua PP Muhamadiyah) saat dulu menghadiri pembentukan Bamusi tahun 2007 adalah untuk meletakkan PDIP dalam peran kebangsaan di titik simpul persenyawaan nilai keislaman dan nilai kebangsaan dalam proses membumikan "Pancasila" sebagai dasar negara.

 


Baca juga

Kepuasan Terhadap Kinerja Jokowi-Ma’aruf Kembali Naik


 

Dalam.konteks di atas itulah maka tidak penting bagi Puan dan PDIP merespon gerakan sistemik "by order" para relawan dan pengamat Pro "ganjaris" seolah olah mereka lebih  "powerfull" untuk mendekte PDIP dalam menentukan kepemimpinan  nasional dan arah haluan bangsa. Puan dan PDIP yang kokoh secara ideologis dan legitimated secara politik terlalu berharga hanya untuk disibukkan dengan setting "political game" para relawan Pro."ganjaris" yang diduga diback up para "cukong" politik.

Karena itu, dalam konteks pilpres 2024 menjadi penting bagi posisi politik Puan untuk maju sebagai capres dari PDIP dalam kerangka memastikan kesinambungan transisi ideologis PDIP dari Megawati ke Puan dalam konteks menjaga nilai keislaman "bersenyawa" dengan ideologi kebangsaan PDIP yang dalam peta politik kekinian dihantui pertarungan "vi a vis" antara ideologi transnasional agama dan liberalisasi Pancasila tanpa ruh nilai agama.

Di situlah titik peran penting Puan dan PDIP.dalam menjaga kokohnya "nation state", negara bangsa Indonesia.

Wallahu a'lamu bish shawab.

 

 

KOMENTAR