Sejumlah Pakar Sepakat, Rasio Pajak Yang Tidak Masuk Akal Bakal Susahkan Rakyat

Junny Yanti

Sunday, 31-12-2023 | 10:34 am

MDN
Mahfud MD saat Debat Cawapres, Jumat (22/12) lalu.

JAKARTA, INAKORAN.COM

Calon Wakil Presiden Nomor Urut 3 Mahfud MD yang mengkritisi soal rasio pajak dari cawapres nomor urut 2 mendapat banyak dukungan dari sejumlah pakar ekonomi.

Rasio pajak 23 persen tersebut disebut membingungkan, mustahil dicapai, dan bakal ganggu dunia usaha.

Mahfud MD, yang berpasangan dengan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden nomor urut 3, dalam sesi debat cawapres beberapa waktu lalu menegaskan rencana paslon nomor urut 2 yang akan menaikkan rasio pajak menjadi 23 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) itu tidak masuk akal dan sensitif buat rakyat.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, misalnya, menyebut pernyataan Gibran dalam debat cawapres yang digelar 22 Desember 2023 lalu, membingungkan karena tanpa disertai dasar argumen yang kuat.

"Harus ada hitung-hitungan yang jelas. Tidak asal taruh angka. Sebab menurut saya, penjelasan Gibran tentang bagaimana menaikkan rasio pajak menjadi 23 persen, tidak clear dan membingungkan,” kata Piter, belum lama ini.

Gibran, menurut Piter, tak menjabarkan secara gamblang apa langkah konkret yang bakal dilakukannya untuk menaikkan rasio pajak hingga 23 tersebut. Sebab, untuk menaikkan rasio pajak ke posisi 15 persen dalam waktu lima tahun saja, banyak tantangannya. 

Ia juga menyatakan, seharusnya setiap angka dan target yang tertuang dalam visi misi capres-cawapres dibuat berdasarkan data akurat, perhitungan, dan kajian matang.

Jika hanya menyebut angka, lanjut Piter, maka akan sulit merealisasikan rasio pajak 23 persen tersebut. Terlebih, penetapan target itu tanpa disertai langkah-langkah intensifikasi dan ekstensifikasi yang nyata. 

“Rasio pajak atau total nilai penerimaan perpajakan Indonesia terhadap nilai ekonomi atau produk domestik bruto hingga kuartal III-2023 adalah sebesar 10,03 persen. Dan, ditargetkan pada 2024 sebesar 12 persen,” jelas Piter.

Sementara, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic Mohammad Faisal menilai, target Prabowo-Gibran terkait rasio perpajakan mustahil dicapai dalam jangka waktu hanya lima tahun. Jika dipaksakan, ia khawatir pemerintah akan mengganggu dunia usaha.

"Kalau mau dipaksakan justru khawatir seperti ngejar-ngejar. Ide Gibran mengembangkan pelaku usaha terlebih dahulu lalu dikenai pajak jadi agak kontradiktif," ujar Mohammad Faisal.

Sedangkan, ekonom senior Anggito Abimanyu menyebut target rasio perpajakan 23 persen tidak rasional. Apapun rumus yang digunakan untuk menghitung rasio perpajakan tersebut, dalam penilaian Anggito, itu tidak rasional.

"Apakah 23 persen rasional? Ya tidak rasional. Apakah dihitung dari pajak pusat atau keseluruhan itu sudah tidak rasional," kata Anggito.

Sebelumnya, cawapres nomor urut 3, Mahfud Md mengatakan target rasio pajak 23 persen dari PDB yang dipatok pasangan Prabowo-Gibran tidak masuk akal.

"Dalam simulasi kami angka itu hampir tidak masuk akal karena dalam pertumbuhan ekonomi bisa 10 persen, padahal selama ini pertumbuhan ekonomi 5 sampai 6 persen," kata Mahfud.

Ia juga mengingatkan Gibran jika rakyat sangat sensitif soal pajak. "Kalau 23 persen dari APBN itu salah, karena sekarang saja sudah 82 persen. Dengan tax ratio sekarang hanya 10,5 persen sumbangan terhadap APBN 20 persen," lanjut Mahfud. (*)

KOMENTAR