S&P Global Ratings: Risiko Utang Hantui Emiten Properti

Sifi Masdi

Tuesday, 09-04-2024 | 10:48 am

MDN
Ilustrasi pengembangan properti [ist]


 

 

 

Jakarta, Inakoran

 

Emiten properti di Indonesia saat ini berada dalam situasi yang menantang. Menurut laporan terbaru dari S&P Global Ratings, mereka menghadapi risiko utang yang semakin meningkat. Kondisi ini dipicu oleh pengetatan kondisi pendanaan luar negeri yang berpotensi mempengaruhi kemampuan pengembang properti untuk membiayai kembali utang mereka.

 

BACA JUGA: PT Adaro Energy Bakal Buyback Saham Senilai Rp 4 Triliun

 

Pada tahun 2025 mendatang, banyak emiten properti yang akan menghadapi jatuh tempo utang. S&P mencatat bahwa nilai obligasi global yang jatuh tempo tahun depan mencapai US$ 170 juta atau sekitar Rp 11 triliun. Namun, banyak emiten yang tampaknya belum memiliki kesiapan dana untuk melunasi pinjaman tersebut.

 

Situasi ini semakin diperparah dengan kesulitan memperoleh pendanaan luar negeri. Menurut laporan S&P, kemampuan pengembang properti Indonesia untuk melakukan pembiayaan kembali jauh sebelum jatuh tempo menjadi faktor utama dalam menentukan kelayakan kredit mereka pada tahun 2024.

 

S&P memperkirakan bahwa jika kondisi pendanaan luar negeri tetap sulit, pengembang properti Indonesia akan merestrukturisasi sebagian besar obligasi yang akan jatuh tempo sebelum akhir tahun 2025. Mereka juga mengantisipasi bahwa akan ada lebih sedikit surat utang yang jatuh tempo yang akan menjalani tender di bawah standar, dibandingkan pada periode putaran restrukturisasi 2022-2023.

 

BACA JUGA: Permintaan Batu Bara Dunia Berkurang, China Batasi Produksi

 

Selain itu, meningkatnya biaya pinjaman luar negeri juga mendorong emiten properti untuk mencari pendanaan dari bank dalam negeri. Namun, S&P memperkirakan bahwa bank dalam negeri kemungkinan besar juga tidak dapat sepenuhnya memenuhi permintaan dana para pengembang.

 

 

 

 

Pengembang yang memiliki aset tanpa jaminan berkualitas tinggi dan kondisi keuangan yang sehat memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pinjaman bank dalam negeri. Hal ini dapat membantu mereka untuk menebus sebagian atau seluruh surat utang yang jatuh tempo.

 

Namun, perlu diingat bahwa restrukturisasi utang mungkin tidak akan secara signifikan memperbaiki profil leverage atau meningkatkan kualitas kredit. Meski demikian, langkah ini dapat membantu mengatasi krisis likuiditas dalam 12 bulan ke depan.

 

BACA JUGA: Jelang Idul Fitri, Harga Emas Antam Anjlok Rp10.000 per Gram

 

Dengan demikian, emiten properti di Indonesia perlu mempersiapkan strategi yang tepat untuk menghadapi tantangan pendanaan ini. Mereka harus mempertimbangkan berbagai opsi, termasuk restrukturisasi utang dan mencari sumber pendanaan alternatif, untuk memastikan kelangsungan bisnis mereka di masa mendatang.


 

 

KOMENTAR