WHO Menolak Komentar Tentang Remdesivir Sebagai Obat COVID-19
Genewa, Inako
Seorang pejabat tinggi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rabu (29/4) menolak berkomentar atas laporan bahwa Remdesivir Gilead Science dapat membantu mengobati COVID-19, penyakit pernapasan yang disebabkan oleh coronavirus baru.
“Saya tidak ingin memberikan komentar spesifik mengenai hal itu, karena saya belum membaca publikasi itu secara detail,” kata Dr. Mike Ryan, kepala program kedaruratan WHO.
Baca Juga: WHO Sebut Kehidupan Anak-anak Terancam di Bawah Virus Corona
Remdesivir adalah salah satu obat yang diamati dalam banyak uji coba yang diyakini bisa dipakai dalam mengatasi virus corona.
“Jelas kami memiliki uji coba kontrol acak yang sedang berlangsung di Inggris dan AS. Remdesivir adalah salah satu obat yang diamati dalam banyak uji coba tersebut. Jadi saya pikir lebih banyak data akan keluar,” katanya.
Ryan menambahkan: "Tapi kami berharap obat ini dan yang lain mungkin terbukti bermanfaat dalam mengobati COVID-19."
Melansir The New York Times, remdesivir bukan obat baru. Remdesivir adalah obat buatan raksasa farmasi asal Amerika Serikat, Gilead Sciences Inc yang sebelumnya dipakai untuk menguji berbagai penyakit seperti Ebola dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).
Untuk membunuh coronavirus, remdesivir harus diberikan secara intravena. Namun sejauh ini, remdesivir masih bersifat eksperimental dan belum disetujui untuk penggunaan apa pun. Akan tetapi, penelitian terhadap tikus dan kera yang terinfeksi membuktikan bahwa remdesivir dapat melawan coronavirus.
Baca Juga: Ini Tanggapan Bill Gates Soal Tudingan Ciptakan Virus Corona
Baca juga: Direktur WHO: Pengurangan Pembatasan Bukan Berarti Pandemi Berakhir
Remdesivir juga dinilai aman karena pernah diuji pada pengidap Ebola sebelumnya dan tidak menyebabkan efek buruk. Melansir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remdesivir menunjukkan potensi perbaikan klinis yang baik terhadap virus ebola dan infeksi filovirus. Obat remdesivir ini juga diterapkan pada wabah virus Ebola di Afrika Barat yang terjadi pada tahun 2013-2016.
The New York Times menyebutkan, dokter di negara bagian Washington juga pernah memberikan remdesivir kepada pengidap coronavirus pertama di Amerika Serikat. Hal ini karena kondisinya memburuk dan gejala pneumonia mulai berkembang ketika ia berada di rumah sakit selama seminggu. Hasilnya, gejala pneumonia membaik pada hari berikutnya.
Faktanya, hingga kini memang belum ada pengobatan yang disetujui untuk mengatasi infeksi virus corona. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, mereka yang terinfeksi biasanya menerima perawatan terutama untuk membantu meringankan gejala yang terjadi. Beberapa obat juga dipakai untuk mengurangi gejalanya, dari obat yang menargetkan Ebola hingga HIV.
Baca Juga: Klorokuin Fosfat Dan Redemsivir Sebagai Terapi COVID- 19
Hingga kini, Gilead sudah bekerja dengan otoritas kesehatan China untuk membuat uji coba acak dengan kontrol (randomized controlled trial). Pengujian ini menentukan apakah remdesivir bisa digunakan secara aman dan efektif untuk mengobati 2019-nCoV. Gilead juga dilaporkan mempercepat pengujian laboratorium yang sesuai untuk menguji remdesivir terhadap sampel 2019-nCoV.
KOMENTAR