Abrasi Mengancam Desa Kedai Palak Kerambi Abdya

Binsar

Monday, 22-07-2019 | 05:57 am

MDN
Sebuah rumah warganya yang telah rusak berat akibat terjangan gelombang pasang Sabtu (20/7) malam. [ist]

Blangpidie, Inako

Abrasi mengancam pantai Desa Kedai Palak Kerambi Abdya Aceh. Terkait hal itu, warga setempat meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) untuk menangani abrasi tersebut secara serius, sehingga gelombang pasang tidak lagi menerjang rumah mereka di masa yang akan datang.

Kepala Desa Kedai Palak Kerambil, Bainuddin di Blangpidie, Minggu mengatakan, pihaknya telah menyampaikan usulan kepada pemerintah Abdya untuk membangun batu pemecah ombak (break water) di sepanjang pantai di desa itu.

“Kami sudah beberapa kali mengusulkan ke Pemkab Abdya agar di sepanjang bibir pantai desa kami dibangun break water (batu besar pemecah ombak), tapi sampai sekarang belum ditanggapinya,” kata Bainuddin, saat bersama unsur Muspika Kecamatan Susoh menunjukkan sejumlah rumah warganya yang telah rusak berat akibat terjangan gelombang pasang Sabtu (20/7) malam.
    
Peristiwa gelombang pasang hingga memicu abrasi hebat di kawasan pesisir Kecamatan Susoh terjadi sekira pukul 21.00 WIB, dan menimbulkan dampak terhadap 14 rumah masyarakat Desa Kedai Palak Kerambil.

Akibatnya, ke-14 rumah warga tersebut mengalami rusak parah, terutama bagian dapur hancur akibat terjangan air laut.

Selain itu, gelombang laut juga memporak-porandakan tempat jemuran ikan milik nelayan, tempat pembuatan kapal tangkap, serta sejumlah kandang ternak milik warga desa tersebut juga hancur diterjang gelombang pasang.

Bainuddin mengaku pihak perangkat desanya sebelumnya telah berupaya meminta pemerintah daerah untuk membangun break water di sepanjang pantai terutama di belakang rumah warganya.

“Setiap ada musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) kecamatan kami sampaikan keluhan itu, termasuk ke sejumlah wartawan telah kami sampaikan tapi pemerintah daerah tidak meresponya, paling-paling mereka turun sebentar melihat lokasi, setelah itu diam,” ungkapnya.

Dulu, kata dia,  jarak rumah warganya dengan bibir pantai rata-rata 100 meter lebih. Berhubung tidak ada upaya membangun break water, maka setiap memasuki musim barat, gelombang pasang terjadi dan memicu abrasi.

“Sebelum abrasi anak-anak bisa main bola kaki di pantai belakang rumah warga itu, karena dulu lokasi pantainya luas,” ujarnya.

Namun, lanjut dia, sekarang bibir pantai tersebut sudah berada di dalam dapur rumah warga, dan bila tidak segera ditangani dengan serius maka bisa diprediksikan 30 rumah masyarakat ikut diterjang gelombang pasang.

“Menurut prediksi orangtua biasanya gelombang pasang ini terus terjadi hingga dua bulan mendatang, karena sekarang baru memasuki musim barat. Jadi, kami berharap, pemerintah agar mengambil langkah cepat untuk menanggulanginya,” pintanya.

KOMENTAR