DPR Desak Pemerintah Atur Pajak Belanja Online Asing Demi UMKN Lokal

Inakoran

Thursday, 26-04-2018 | 20:46 pm

MDN
Usah

a online atau e-commerce milik asing membanjiri pasar Indonesia saat itu. Karena itu, DPR mendesak pemerintah untuk segera menetapkan tarif pajak bagi belanja online tersebut. Tujuannya adalah untuk melindungi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri. Menurut Ketua DPR Bambang Soesatyo, Komisi VI DPR dan Komisi XI DPR perlu menangani isu ini. Caranya dengan mendorong Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Perdagangan (Kemendag), bersama dengan Kementerian Keuangan untuk mengkaji aturan tarif pajak bagi belanja online asing. “Bagaimanapun kita harus mengupayakan perlindungan UMKM dan menahan laju pedagang online asing,” kata Bambang, Kamis (19/4/2018). Namun, dia meminta, sebagai anggota Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tarif pajak yang ditetapkan harus wajar. Di sisi lain, ia juga meminta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah agar dapat mengatur strategi untuk mendorong UMKM ke pasar ekspor. Hal ini harus dilakukan utamanya melalui pemanfaatan teknologi online. “Mengingat kegiatan belanja melalui online semakin banyak diminati oleh masyarakat Indonesia,” dia menambahkan. Seperti diketahui, sebenarnya sudah ada aturan soal bea masuk untuk [belanja online]( 3288969 “”). Bea tersebut akan dikenakan bila harga barang yang dibeli di atas USD 100 atau setara sekitar Rp 1,37 juta. Artinya barang-barang dibawah harga tersebut tidak dikenai pajak. Pada titik itu, banyak pelaku industri dalam negeri yang melancarkan protes. Sebab akibat aturan itu, banyak masyarakat membeli dari online asing. Hal tersebut berdampak negatif pada ritel dan industri UMKM dalam negeri.? Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengenakan pajak kepada para pedagang online yang berjualan di Instagram, Facebook, dan media sosial (medsos) lainnya. DJP tengah menggodok aturan tersebut. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) DJP, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, pemerintah sedang menyusun aturan pajak perdagangan online (e-commerce), khususnya bagi marketplace. Marketplace merupakan lapak online atau media yang digunakan untuk memasarkan sebuah produk. Contohnya, Bukalapak, Lazada, Tokopedia, dan lainnya yang digunakan untuk membangun toko online. “Bukan berarti kalau marketplace e- commerce duluan (dikenakan pajak), yang lain tidak kena (jualan di medsos),” ujar Hestu Yoga di Jakarta, Senin (19/2/2018). Dia mengaku, karakteristik antara marketplace dan berjualan online di Instagram, Facebook maupun media sosial lain sangat berbeda. Namun bukan berarti jualan online di medsos bisa lepas dari kewajiban membayar pajak.

KOMENTAR