KH. Imam Jazuli dan Perlawanan Ideologis Terhadap Pemisahan NU-PKB.

Saverianus S. Suhardi

Thursday, 02-03-2023 | 18:47 pm

MDN
H. Adlan Daie-Pengamat Politik dan Sosial Keagamaan

 


(Oleh: H. Adlan Daie-Pengamat Politik dan Sosial Keagamaan)

Jakarta, Inakoran.com

Pandangan politik KH. Imam Jazuli yang diringkas dalam diksi dan tagline tegas "Ngaku NU Wajib Ber PKB" lebih dari sekedar bermakna "NU YES, PKB YES" lebih dari sekadar meletakkan PKB dalam konstruksi sejarah yang kokoh dalam perjuangan politik PKB yang lahir dari "rahim" NU melainkan sebuah "perlawanan" ideologis dalam narasi politik atas pandangan sejumlah elite PBNU yang akhir-akhir ini cenderung hendak memisahkan PKB dan NU.


Baca juga: Pengamat : Golkar Penentu Kemenangan KIB


 

Inilah terang-terangan dari keberanian ideologis KH. Imam jazuli, pengasuh pesantren Bina Insan Mulia kab Cirebon Jawa Barat, satu dari sedikit "tokoh kultural" NU "melawan" narasi politik pemisahan PKB dari identitas ke-NU-an di ruang publik yang diproduksi sejumlah elite PBNU. Bayangkan "betapa sadis" PKB yang lahir dari "rahim" NU dituding "penumpang gelap" NU hanya karena salah satu acara PKB menggunakan "soundtrack" mars satu abad NU.

Memang aneh atas nama perlawanan terhadap bahaya "politik identitas" dalam event politik 2024 PBNU serta merta melarang identitas NU  "connected" dengan identitas politik PKB, satu satunya partai yang lahir "sah" dari PBNU. Konsepsi "politik identitas" yang diintroduksi Army Coua sebagai "politiik tribalisme" bersifat attacking dan menyerang kelompok lain oleh sebagian elite PBNU diterjemahkan dengan memisahkan identitas politik PKB dari NU.

Terlepas dari konsepsi yang rumit tentang definisi "politik identitas" yang cenderung "bias" sejarah berdirinya NU sebagai "jam'iyah" (1926) maupun sebagai partai politik (1952)  sesungguhnya adalah bentuk penegasan "politik identitas" NU untuk menyatakan berbeda dari ormas dan atau partai Islam lainnya tentu bukan untuk menyerang kelompok lain tapi penegasan representasi sosial dan politik di tengah keragaman warna warni "ideologi" politik dan keagamaan.

Dalam konteks ini benar apa yang ditulis Prof. Nadirsyah Husen, Ph.D, Rois Syuriah PCNU Istimewa Australia dan New Zeeand di akun media sosial bahwa "mempersilahkan semua partai mengambil suara warga nu tanpa mempersiapkan apa agenda nahdliyin yang harus diperjuangkan partai partai tersebut sama saja dengan mempersilahkan tetangga masuk rumah kita dan mengambil semua perabotannya dengan bebas dan gratis. Jangan kasih cek kosong," tulisnya.

Karena itu pandangan politik berani KH. Imam Jazuli di atas bahwa "Ngaku NU, wajib ber-PKB" sedangkal elaborasi dan interpretasi politik penulis memiliki implikasi makna politis : 

Pertama dalam konstruksi kebutuhan terhadap trend elektoral PKB dalam kontestasi pemilu 2024 di tengah kooptasi era media sosial terhadap persepsi publik perlawanan naratif KH Imam jazuli di atas jangan dipandang "enteng", sama derajat pentingnya dengan gerakan konsolidasi partai secara "infantri" serangan darat.


Baca juga: Yang Tersisa Dari Mundurnya Lucky Hakim


Membiarkan persepsi warga nahdliyin "cair" seolah olah semua partai politik sama saja justru dikampanyekan para elite PBNU sulit bagi  PKB dalam meraih target target politiknya di pemilu 2024 kecuali secara bersamaan persepsi publik diframe di ruang media publik dalam gerakan narasi politik sebagaimana dilakukan KH. Imam Jazuli.

Kedua PKB adalah partai "reinkarnasi" partai NU tahun 1955 dan tahun 1971. Posisi politik PKB sulit bahkan tidak mungkin tergantikan partai politik manapun untuk mewakili aktualisasi "gestur" politik kebangsaan NU baik cara pandang dan cara bertindak dalam perjuangan politiik praktis maupun "core" basis konstituennya.

PKB telah berperan penting dalam menancapkan pengaruh NU di ruang ruang keputusan politik negara misalnya penetapan Hari Santri Nasional (HSN), Undang-undang pesantren, regulasi dana abadi pesantren, meluasnya institusi pendidikan umum NU hingga akses sejumlah kader NU di sejumlah kementerian dan penggiat desa di seluruh Indonesia.

Dalam perspektif itulah cara berani KH Imam Jazuli di atas penting diperluas secara sistemik bahwa "Ngaku NU wajib ber PKB" untuk mengirim pesan bahwa setiap upaya hendak memisahkan NU dan PKB dan setiap kehendak untuk melemahkan politik PKB bahkan oleh pengurus PBNU sekalipun harus dicegah dan dilawan justru karena akan melemahkan posisi politik NU sendiri di ruang ruang keputusan negara meskipun mungkin dapat menguntungkan sejumlah pribadi-pribadi pengurus NU.

Itulah point dari perlawanan ideologis dari narasi politik KH Iimam Jazuli terhadap upaya pihak pihak yang hendak memisahkan PKB dan NU dan secara elektoral politik penting dan berguna serta sama pentingnya dengan gerakan konsolidasi struktural "infantri" darat PKB dalam merawat persepsi publik bahwa PKB adalah NU. 

Dengan kata lain dalam interpretasi politik penulis KH Imam Jazuli hendak menegaskan "nikmat Tuhan manalagi yang hendak didustakan dari perjuangan politik praktis PKB" untuk menancapkan pengaruh NU di ruang politik negara kecuali kita harus bersyukur dan terlibat partisipatif membesarkan PKB dengan beragam cara yang paling mungkin.


Wassalam.

KOMENTAR