MA Larang Pengadilan Kabulkan Pernikahan Beda Agama

Mahkamah Agung (MA) melarang pengadilan mengabulkan pernikahan beda agama. Larangan tersebut tertaung dalam Surat Edaran (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.
Menurut MA, perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Karena itu, MA meminta pengadilan merujuk pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Keputusan MA mendapat respon positif dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, misalnya. Ia mengapresiasi SEMA Nomor 2 Tahun 2023 karena memberi pedoman jelas kepada pengadilan di lingkungan MA, terutama pengadilan negeri, untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama.
Senada dengan Nur Wahid, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengapresiasi langkah MA yang menerbitkan aturan tentang larangan pencatatan perkawinan beda agama.
Baik Nur Wahid maupun Niam Sholeh menjelaskan bahwa Undang-Undang Perkawinan sudah secara gamblang menjelaskan bahwa perkawinan itu sah jika dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakpus mengabulkan permohonan pasangan kristen dan muslimah, JEA dan SW pada Juni 2023. Keduanya sudah pacaran selama 10 tahun hingga melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Pasangan ini kemudian menikah di sebuah gereja di Pamulang yang dihadiri orangtua kedua mempelai. Namun saat hendak didaftarkan ke negara lewat Dinas Catatan Sipil Jakarta Pusat ditolak karena perbedaan agama. Oleh sebab itu, keduanya mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakpus untuk diizinkan dan dikabulkan.
TAG#pernikahan, #beda agama, #ma, #mui, #mpr, #agama, #kepercayaan
190232972
KOMENTAR