Puasa dan Kekuasaan yang Rakus

Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat.
Jakarta, Inako
Puasa dari sisi tujuannya adalah "La"allakum tattaquun", membentuk pribadi pribadi bertaqwa, tentu tidak cukup dimaknai sekedar dalam pengertian secara syar''i, yakni mengendalikan diri dari makan, minum dan hal.hal lain yang membatalkan puasa.
Lebih dari itu, puasa adalah medium edukatif ilahiyah untuk memperkokoh bangunan mental pengendalian diri terhadap kecenderungan watak dan tabiat manusiawi yang gemar bermegah megahan dan menggagah gagahkan diri (Q.S. Attakastur) dalam konteks politik dapat dimaknai sebagai bentuk candu kekuasaan yang rakus.
Kekuasaan memang berwatak rakus dan koruptif. Makin berkuasa makin potensial rakus dan korupsinya. Lord Action, sejarawan moralis inggris (1834 - 1902) dalam studi sejarah empirisme politik menyimpulkan bahwa "Power tends to curropts, absolute power curropts absolutely", kekuasaan cenderung koruptif, makin absolut kekuasaannya makin.menggila modus koruptifnya dan menyandranya untuk berlama lama berkuasa hinga liang lahat menjemputnya sebagaimana diingatkan Al Qur'an surat Attakastur diatas.
BACA JUGA: Sisi Gelap Kartu Pra Kerja
Ibadah puasa Romadhan 1441H tahun ini di tengah dera wabah covid 19 di hampir seluruh negara di dunia tak.terkecuali negara kita Indonesia dengan segala dampak sosial dan ekonomi turunannya hendaklah menyadarkan kita semua terutama para penguasa politik untuk meletakkan makna puasa lebih dalam sebagai pendidikan pengendalian diri atas kemungkinan berlama lama menikmati muslihat politik kekuasaan.
Puasa harus hadir secara spritual sebagai alat cuci dari hulu ke hilir, suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
Rasulullah SAW mengingingatkan kita semua tentang tiga sifat alat penghancur paling ampuh yang membuat manusia tidak berdaya dan tersungkur jatuh dalam.kehinaan baik di dunia, di mata manusia, maupun di akherat, kelak di sisi Allah, yakn, pertama, konsisten taat pada ketamakan dan kerakusan, kedua, setia dan loyal bermakmum pada hawa nafsu, dan ketiga, ujub merasa paling hebat dan kuat sendiri (H.R Thabrani)
Kasus OTT KPK terhadap sejumlah pejabat adalah bukti affirmatif bahwa ketiga sifat di atas begitu dahsyat melempar penguasa ke jurang hina se hina hinanya.
Karena itu, kita maknai puasa, sekali lagi, lebih dari sekedar kewajiban lahiriyah melainkan medium pendidikan ruhaniyah yang sublimatif untuk membangun kendali jiwa yang imun terhadap watak kekuasaan yang rakus di sisi psyikhologi penguasa politik dan di sisi lain memantapkan kejiwaan publik untuk selalu kritis terhadap tata kelola kekuasaan yang koruptif dan curang.
Imam Ali bin Abi Tholib dalam kitab "Nahjul Balaghah", kitab himpunan surat surat politiknya menulis "Wa la taqulanna inni mu'ammarotun fa utha'a" , janganlah anda sekali kali mengklaim diri sebagai penguasa yang dipilih oleh kekuasaan legal, lalu serta merta meminta ketaatan tanpa reserve terhadap rakyat yang telah memilihnya.
Pesannya adalah kekuasaan hanya sehat dan terhindar dari tamak dan rakus manakala berjiwa mulia terbuka terhadap kritik publik dan sebaliknya publik pun sehat jika tidak dihinggapi rasa takut untuk mengkritik penguasa secara sehat dan konstruktif.
BACA JUGA: Diskusi Publik BPIP: Habis Pandemi Terbitlah Terang
Akhirnya, seraya mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa di tengah pandemi covid 19, semoga melahirlan jiwa jiwa penguasa yang iimun terhadap tiga sifat pembunuh yang menghancurkan di atas dan publik selalu dilimpahi kekuatan lahir batin untuk tidak apatis melaksanakan kewajibannya mengontrol dan mengawal kekuasaan agar tetap di jalan yang lurus, tidak koruptif dan rakus.
Semoga bermanfaat.
TAG#Adlan Daie
190215376

KOMENTAR