Analisis Hukum (1): Mengapa BBM Naik saat Harga Minyak Dunia Turun?
Jakarta, Inako
Setelah sebelumnya sempat tertunda, pemerintah akhirnya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 3 September 2022. Kenaikan harga BBM di tengah menurunnya harga minyak dunia akhirnya memicu protes dari berbagai kalangan dan di banyak tempat.
Protes dilancarkan karena kenaikan harga BBM akan semakin meningkatkan penderitaan rakyat jelata. Kenaikan harga BBM akan segera menimbulkan efek domino, seperti harga-harga kebutuhan pokok yang ikut terkerek.
Baca juga: Bertemu Menteri Jepang, Menko Airlangga: Tahun 2023 Momentum Terbaik Saling Mendukung
Kenaikan harga BBM dengan sendirinya mengganggu kehidupan ekonomi keluarga rakyat jelata. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih pasca pandemi virus corona.
Tukang ojek, pedagang kaki lima, tukang bakso, supir truk dan angkot, buruh, UMKM, emak-emak, pelajar, petani, peternak, nelayan dan elemen masyarakat lainnya akan menjerit lantaran perekonomian mereka terpukul.
Mereka inilah yang paling awal merasakan tambah beratnya beban dan kesulitan dalam menjalani hidup kesehariannya di atas negeri yang alamnya kaya tetapi hanya dinikmati para pejabat publik, investor asing dan sebagian kecil rakyat Indonesia.
Kenaikan harga BBM sebagai akibat dicabutnya subsidi BBM oleh pemerintah sebenarnya kasus lama yang selalu berulang setiap kali terjadi pergantian rezim penguasa. Peristiwa yang rutin terjadi, tetapi bangsa Indonesia selalu heboh bahkan cenderung panik menghadapinya.
Akan tetapi, kenaikan harga BBM di tahun 2022 ini sebagai kibat pencabutan subsidi BBM terasa menyesakkan dada. Bukan saja karena rakyat baru siuman dari penderitaannya akibat serangan virus corona, tetapi karena kenaikan harga BBM kali ini terjadi di tengah menurunnya harga minyak dunia. Tak hanya itu, alasan pemerintah menaikkan harga BBM juga terkesan mengada-ada.
Alasan bahwa APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) akan jebol jika subsidi BBM tidak dipangkas terdengar janggal.
Pasalnya, subsidi BBM di dalam APBN 2022 sebenarnya "hanya" sebesar Rp 149,4 triliun, dari total subsidi energi sebesar Rp208,9 triliun (jauh berbeda dengan pengakuan pemerintah yang katanya mencapai Rp 502,4 triliun nilainya).
Oleh karena itu, ekonom senior Anthony Budiawan menilai pengakuan pemerintah merupakan sebuah kebohongan belaka.
Jika kita merujuk pada data realisasi penggunaan anggaran per semester 1-2022 kemarin, penggunaan anggaran subsidi energi secara keseluruhan sebenarnya baru mencapai 36,2 persen, yang terdiri dari realisasi penggunaan subsidi BBM sebesar 36,4 persen, dan realisasi penggunaan subsidi listrik sebesar 35,7 persen.
Jadi, dari sisi anggaran, menaikkan harga BBM sesungguhnya tidak ada urgensi, karena anggaran subsidi yang telah ditetapkan bisa mencukupi hingga akhir tahun 2022. Maka, sangat wajar jika Presiden Jokowi sebelumnya berjanji untuk tidak menaikkan harga BBM subsidi hingga akhir tahun 2022.
Lalu mengapa pemerintah tiba-tiba mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM yang membuat rakyat makin menderita?
Baca juga: Jalan Terjal Subsidi Bahan Bakar Minyak
Bisa jadi hal ini dilakukan karena Pemerintah ingin menambal defisit di APBN 2023. Pemerintah ingin defisit APBN 2023 harus kembali normal ke angka maksimal 3 persen dari PDB, sesuai ketentuan UU Keuangan Negara.
Saat awal pandemi Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan Perppu No. 1/2020 yang memperbolehkan pelonggaran defisit melampaui angka 3 persen PDB hingga tahun 2022. Sebagai catatan, target defisit APBN tahun ini adalah 4,5 persen saja.
Jadi, karena ini adalah tahun terakhir pelonggaran defisit yang diizinkan, maka pemerintah dipaksa harus mencari jalan bagaimana mencari sumber-sumber penerimaan baru yang signifikan untuk tahun 2023.
Ada juga yang menduga pemerinta mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM karena Pemilu serentak 2024 membutuhkan dana yang besar.
Padahal dana untuk Pemilu 2024 belum tersedia. Sejauh ini, keuangan atau alokasi anggaran pihak penyelenggara pemilu masih belum jelas. Oleh karena itu, menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi salah satu jalan pintas yang diambil oleh penguasa.
Belum lagi kalau kita berbicara soal anggaran yang dibutuhkan untuk memenangkan calon yang diusung oleh penguasa. Bisa jadi anggarannya juga diambilkan dari hasil kebijakkan menaikkan harga BBM. Kalau bisa menggunakan dana BBM subsidi secara ilegal, mengapa tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya?
Alasan lain yang diduga menyebabkan harga BBM bersubdisi harus naik, yakni pemerintah membutuhkan dana untuk membayar cicilan hutang yang luar biasa besarnya. Ada juga yang menduga dana dari kenaikan harga BBM itu bisa digunakan untuk menambah anggaran pembangunan infrastruktur seperti pembangunan kereta cepat Bandung-Jakarta atau bisa juga digunakan untuk mulai pembangunan ibukota baru (IKN) dan sebagainya.
Mengapa kepentingan rakyat jelata harus dikorbankan untuk mengongkos berbagai kebutuhan belanja negara? Bukankan subsidi BBM merupakan hak rakyat sebagai warga negara? Hal seperti ini sungguh menyesakkan dada.
(Desmond J. Mahesa-Wakil Ketua Komisi III DPR RI)
TAG#BBM, #Subsidi, #Rakyat, #Menderita, #Kebijakan
188736368
KOMENTAR