Bebasnya H. Supendi dan Tafsir Politiknya

Hila Bame

Friday, 09-09-2022 | 11:22 am

MDN

 

Oleh. : H. Adlan Daie
Pemerhati politik dan sosial keagamaan.

JAKARTA, INAKORAN


Bebasnya H.  Supendi dari masa hukuman akibat kasus hukum yang melilitnya adalah fenomena yang menarik dalam perspektif politik. Pasalnya H. Supendi  memang tokoh politik, mantan ketua DPD partai Golkar Indramayu dan bupati Indramayu.

Maka mengutip diktum Otto Van Bismoch, kanselir Jerman abad 19 "politics is the art off the possible", tak terhindarkan bahwa bebasnya H. Supendi menghadirkan kemungkinan tafsir politik terlebih mendapat sambutan "ucapan selamat" dari berbagai pihak mulai para elite politik, mantan birokrat, tokoh agama hingga bupati Indramayu Nina Agustina berkunjung ke kediaman H. Supendi.


Bebasnya H. Supendi di atas dalam perspektif politik yang dibayangkan sejumlah pihak : 


Pertama, kemungkinan H. Supendi "comeback", kembali ke panggung politik atau minimal dari sudut pandang penulis menjadi salah satu titik variabel "epicentrum" relasi relasi aliansi politik dalam proses proses kontestasi pilkada indramayu 2024. 


Kedua,  dalam konteks partai Golkar Indramayu, yakni partai yang pernah dipimpinnya tentu bebasnya H. Suoendi makin "sexi"untuk dibaca dinamika rumit dalam relasi kepentingan di internal partai Golkar. Rumit tapi "sexi". Itulah "gestur" politik partai Golkar.


Dua perspektif politik di atas berkelindan dalam satu tarikan layar panggung politik pilkada Indramayu 2024. Artinya dalam peta kemungkinan pilkada 2024  diikuti Nina Agustina (PDIP), Syaefudin ( Golkar) dan figur baru dari PKB yang relatif standart magnet elektoral politiknya H. Supendi menjadi salah satu "variabel faktor" politik.


Di sini H.Supendi menjadi  variabel faktor dalam aliansi politik untuk membuka ruang bagi kemungkinan seorang kandidat menaikkan tangga tangga elektoralnya dalam pilkada 2024. Dalam kerangka itu sambutan hangat atas bebasnya H. Suoendi dari sejumlah elite politik dapat dimaklumi.


H. Suoendi dalam konstruksi politik di atas memiliki basis sosiologi empiris secara elektoral. Ia dua kali mengikuti kontestasi pilkada Indramayu (2010 dan 2015) meskipun dalam posisi wakil bupati ia memberikan kontribusi elektoral signifikan terhadap pasangan "ANDI" (Hj Ana & Suoendi) terutama di wilayah Indramayu barat, representasi politik terkuat H Supendi. 


Gestur politknya tidak meledak ledak. Rekam jejaknya yang panjang di birokrasi ia sangat mengerti suasana kebatinan birokrasi dan dinamika "faksi faksi" di dalamnya serta relatif mampu merawat relasi relasi politik dengan beragam kelompok  kepentingan.


Tapi jauh di atas konstruksi tafsir politik praktis tentang bebasnya H. Suoendi di atas  bahwa "kekhilafan" masa lalu nya  terkait masalah hukum saat menjadi bupati sebagaimana diakuinya dalam sambutan "kebebasannya" tak dapat diabaikan untuk menjadi "pelajaran berharga" bagi siapa pun pejabat atau yang hendak berikhtiar menjadi bupati dalam kontestasi pilkada 2024


Pelajarannya adalah,  mengutip Lord Action politisi moralis Inggris,  bahwa "power tends to corrupt and absolute power power corrupts absolutely",  kekuasaan cenderung koruptif dan kekuasaan absolut pastilah koruptif sejadi jadinya. Karena itu dalam konteks deteksi dini untuk menghindarkan kecenderungan kekuasaan koruptif penting bagi siapa pun penguasa politik belajar lapang dada membuka diri terhadap kontrol dan kritik publik.


Abraham Lincon, presiden "iconic" AS  memberi nasehat bijak "anda penguasa bisa memanipulasi "sebagian" rakyat pada  waktu "tertenru" tapi pastilah anda tidak sanggup melakukannya untuk semua rakyat dalam seluruh waktu". Itulah pentingnya kritik sebagai "alarm" pengingat dini. Mencegah titik nadir kekuasaan politik. 


Selamat atas bebasnya H Suoendi, penulis mengenalnya secara baik. Semoga hari hari ke depan lebih baik dan berkah. 
 

 

TAG#ADLAN, #DAIE

163542348

KOMENTAR