Apakah Covid-19 Memuara ke Malhamah?

Hila Bame

Sunday, 07-03-2021 | 09:21 am

MDN


 

Oleh:  Anwar Hudijono

 

Jakarta, INAKORAN

 

Kehidupan global pada saat ini sebenarnya sedang dilanda dua perang yang berskala global. Pertama, perang siber. Kedua, perang melawan virus Covid-19. Kedua perang ini sering kali saling berkaitan.

Misalnya, maraknya hoax, propaganda, misinformasi sebagai variable perang siber yang mengkait persoalan Covid-19. Masuknya perang siber ini membuat perang Covid-19 menjadi kian membahana layaknya api disiram bensin.


BACA: 

Dentuman Misterius, Corona,  dan Gara-gara (2-Habis)

 


Biar gak terlalu ruwet, bahasan kali ini saya batasi soal perang lawan Covid-19. Tidak ada satu pun negara di dunia yang tidak berperang melawan virus asal Wuhan, China ini. Kalau saja terlihat nyata, perang ini sangat mengerikan.

Betapa tidak, dalam waktu sekitar setahun, 114 juta orang di dunia terinfeksi Covid-19. Lebih 2,6 juta orang meninggal. Di Indonesia saja yang meninggal ada 36.325 orang. Total yang terinfeksi 1.341.314  orang. Yang sembuh 1.151.915 orang.

 

 

Di masa perang melawan Covid-19 ini juga terjadi sub-sub perang. Di antaranya, kubu pro teori konspirasi versus virus itu nyata. Di pro teori konspirasi pun terdapat pelbagai kubu yang saling bertabrakan.

Di kubu pro virus itu nyata juga terjadi perang antara mazhab ekonomi versus mazhab kesehatan. Keduanya juga sangat sulit kompromi. Mazhab ekonomi yang bersumber pada falsafah maferialisme selalu mendulukan bagaimana ekonomi tetap tumbuh dengan selamat. Terkadang terkesan mengabaikan keselamatan rakyat.  Bahkan dana keselamatan seperti Bantuan Sosial (Bansos) ditilep. Mereka ini ibarat doyan makan bangkai saudaranya.

Adapun mazhab kesehatan berpinsip, keselamatan rakyat adalah jiwa negara. Maka mencegah berbiaknya virus harus nomor satu. Mencegah terinfeksi apalagi sampai mati adalah nomor wahid.

 

 

Perang melawan Covid-19 di banyak belahan dunia saat ini pada babak vaksinasi. Apakah vaksinasi akan menjadi penentu kemenangan? Tidak ada yang berani menjamin. WHO menggunakan standar ganda. Vaksinasi penting tapi tidak berani menjamin pandemi selesai. Vaksinasi itu hanya istilahnya ikhtiar dengan kalkulasi ilmiah.  Petinggi WHO khawatir akan menjadi  endemik.

Yang banter gembar-gembor vaksin manjur bin efektif itu baru sebatas kalangan produsen vaksin beserta sales promotion, infleenser, buzzer  plus makelarnya. Juga orang yang nggludung semprong. Ikut-ikutan. Komunitas kemeruh. Gak perlu ada fakta untuk menebar kesimpulan. Di sini batas optimisme dan misi dagang menjadi bias.

 

Lebih ganas dan mematikan

 

Kita harus terima kasih kepada sains yang telah menemukan vaksin. Itu kata Bill Gates, orang tajir di dunia. Kendati demikian Gates memprediksi di masa depan akan nada virus yang lebih ganas, lebih cepat penyebarannya dan lebih mematikan dibanding Covid-19. Virus itu bisa jadi hasil mutasi dari Covid-19.

Akan ada bioterorisme. Penggunaan virus mematikan hasil rekayasa genetika yang dipergunakan untuk melakukan teror. Bisa dilakukan oleh negara, organisasi, maupun perseorangan. Ini tidak main-main.

Ada lagi yang tak kalah gawat bagi kehidupan global. Yaitu perubahan iklim yang akan menjadi ancaman terbesar yang dihadapi manusia modern. Peringatan itu disampaikan David Attenborough, pemerhati alam asal Inggris. Ia menyampaikan itu di sidang PBB, Selasa (23/2).

Para peminat teori konspirasi berpandangan, salah satu faktor yang memantik ancaman perubahan iklim ini adalah ulah manusia. Dilakukan secara by design, terencana untuk merusak ekologi, mengurangi populasi penduduk dunia, bisnis, kekuasaan.

Dari pandangan-pandangan tersebut, pandemi globlal Covid-19 ini seolah hanya semacam hujan gerimis menuju hujan lebat dan akhirnya badai. Jika perang melawan Covid-19 ini masih dianggap kecil, apakah dunia sedang menuju perang yang kian besar dan semakin besar. Da ujung akhirnya  malhamah?

Akhir jaman

 

Malhamah. Apakah  itu malhamah? Dan tahukah Anda apa itu malhamah? Yaitu perang superbesar, mahadahsyat. Rasulullah Muhammad menggambarkan kedahsyatannya bahwa dari setiap 100 tentara yang terlibat perang, hanya hidup satu orang. Lainnya tewas.

Ada juga yang menyebut malhamah kubro. Mungkin ini gaya bahasa superlatif. Biar semakin seru. Kosa kata kubro memang lagi ngetrend. Apa-apa kubro. Istighotsah kubro. Mauludan kubro. Megengan kubro.

Sampai-sampai orang Amerika ikut-ikutan. Membuat film berjudul Kubro dengan bintangnya aktor laga keren, Silvester Stallone. Cuma karena orang Amerika susah mengucapkan  kata Kubro, lantas judul filmnya diganti Cobra.

Malhamah adalah bahasa nubuwat akhir jaman. Terjadi menjelang Hari Kiamat. Hari Penghakiman. Para pelaku perang memperebutkan gunung emas di sungai Efrat. Bagi yang berpikir harfiah (tekstual), akan muncul gunung emas di sungai daerah yang alirannya melintasi beberapa negara seperti Turki, Irak. Lantas manusia berdatangan untuk memperebutkan dengan saling membunuh.

Bagi yang mau berpikir di luar metode harfiah, gunung emas itu adalah simbol kemegahan duniawi. Simbolik materi, ekonomi. Gunung emas adalah sumber minyak yang menjadi potensi kawasan itu. Artinya memperebutkan aset ekonomi yang berasal dari eksplorasi minyak di kawasan itu. Ketika ekonomi minyak dari kawasan itu sudah menjadi ekonomi global maka lokasi malhamah tidak hanya di situ tetapi juga akan bersifat global. Yang terlibat juga kekuatan-kekuatan global.

Gambaran dari 100 tentara hanya selamat satu, menurut tafsiran eskatolog Islam, Syekh Imran Hossein, berarti  yang akan terjadi perang yang menggunakan senjata pemusnah massal. Misalnya, bom nuklir, senjata biologi, senjata kimia.

Kini negara-negara yang berseteru, pendelik-pendelikan, panas-panasan adalah pemilik senjata pemusnah massal. Mereka kini terus mengembangkan daya penghancurnya. Negara-negara itu misalnya, Amerika Serikat, Israel, Rusia, China, Inggris, Perancis, Korea Utara.

 

Amargedon

 

Rasulullah dengan tegas menyatakan, umat Islam tidak boleh ikut-ikutan terjun ke malhamah. Mati dalam perang memperebutkan kekayaan dan kemegahan duniawi itu akan sia-sia. Bukan mati syahid, tapi mati sangit.

Pertanyaannya apakah malhamah belum terjadi? Bukankah ada perang-perang besar sejak jaman Rasulullah. Perang Dunia I jumlah tentara yang tewas sekitar 11 juta orang dan sipil 13 juta. Perang Dunia II jumlah tentara tewas hampir 25 juta, sipil hampir 2 juta.

Umumnya para ekskalolog menyatakan akan terjadi Perang Dunia III. Itulah yang disebut malhamah. Eskatolog Barat dan nubuwat alkitabiah menyebut amargedon.  Meski sama-sama perang mahadahsyat tapi secara substatif tidak sama antara malhamah dan amargedon.

Malhamah perang sesama kaum fasik untuk memperebutkan materi, kemegahan duniawi.  Amergedon adalah perang kekuatan Tuhan melawan kekuatan kekuatan setan (lucifer).

Yang dinubuwatkan dalm Islam seperti amargedon adalah perang yang antara Al-Masih ad- Dajjal  (Dajjal) melawan Nabi Isa. Perang ini satu paket dengan perang Yakjuj dan Makjuj melawan Imam Mahdi.

Apakah Covid-19 ini akan memuara kepada malhamah atau amargedon layaknya hujan gerimis yang akan terus menjadi deras, badai dan banjir? Rabbi a’lam (Tuhan lebih tahu).

“Dalam perang besar ini, hanya mereka yang mendapat perlindungan Tuhan yang selamat,” kata Resi Byasa kepada Maharaja Destarasta tentang Perang Baratayudha.

Yang pasti, dalam sutuasi kehidupan yang tidak menentu ini, salah satu kuncinya adalah mengikuti petunjuk Quran Surah Ali Imran (3) ayat 200:  “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu. Dan tetap bersiap-siagalah dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Allahu a’lam bis-shawab

 

**)Anwar Hudijono, kolumnis tinggal di Sidoarjo.

 

KOMENTAR