AS Tuduh China Melancarkan Perang Mata Uang

Sifi Masdi

Wednesday, 07-08-2019 | 23:33 pm

MDN
Mata uang Yuan Vs Dolar AS [ist]

Jakarta, Inako

Bank Sentral China (People's Bank of China/PBoC) menyentak pasar finansial global setelah mendepresiasi yuan hingga ke level terlemah 11 tahun. Saat itu PBoC mematok nilai kurs yuan 6,9225/US$ atau yang terlemah sejak Desember 2018, setelahnya mekanisme pasar membuat yuan terus melemah diperdagangkan di level 7,0470/US$. 

Sebagai informasi, PBoC setiap hari menetapkan nilai tengah yuan, dan membiarkannya bergerak entah itu menguat atau melemah maksimal 2% dari nilai tengah tersebut. 

Kurs 1 dolar AS sama dengan 7 yuan dianggap sebagai level kritis, sejak krisis finansial 2008, PBoC selalu menjaga nilai tukarnya di bawah level tersebut.

PBoC hari ini Rabu (7/8/19) menetapkan kurs yuan di level 6,9996/US$ sedikit di bawah level 7/US$, tetapi sekali lagi mekanisme pasar membuat kurs yuan kembali ke atas 7/US$. 

Pelemahan nilai tukar mata uang akan memberikan keunggulan kompetitif dari sisi perdagangan internasional bagi China. Produk-produk dari Negeri Tirai Bambu akan menjadi lebih murah, sehingga permintaan dapat meningkat, dan tentunya berdampak pada peningkatan ekspor. 

Akibat kebijakan dari PBoC tersebut, Departemen Keuangan AS menetapkan China sebagai manipulator mata uang. Penetapan negara sebagai manipulator mata uang sebelumnya tidak pernah ada sejak pemerintahan Bill Clinton. 

"Menteri Mnuchin, di bawah pemerintahan Presiden Trump hari ini telah menetapkan China sebagai Manipulator Mata Uang" demikian pernyataan dari rilis Departemen Keuangan AS, sebagaimana dikutip media International.

"Dengan demikian, Menteri Mnuchin akan bekerjasama dengan Dana Moneter International (IMF) untuk menghilangkan keunggulan kompetitif yang tidak adil yang diciptakan oleh China melalui kebijakan terbarunya." 

"Sebagai konsekuensi dari tindakan ini, Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan meminta Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menindak kompetisi tidak adil yang dilakukan oleh China," demikian bunyi pernyataan resmi Kementerian Keuangan AS. 

Depresiasi nilai tukar mata uang hanya bisa dilakukan oleh bank sentral sebagai pemangku kebijakan moneter, dan jika bank sentral lainnya dengan sengaja membuat nilai tukarnya melemah untuk mendapat keunggulan kompetitif, hal inilah yang disebut terjadi perang mata uang.

Selain PBoC, Bank of Japan (BOJ) dan European Central Bank (ECB) berpotensi terlibat dalam perang mata uang. Dua bank sentral ini berencana menggelontorkan stimulus moneter guna memacu perekonomian. Stimulus tersebut secara langsung akan melemahkan nilai tukar yen dan euro. 

KOMENTAR