Benarkah Lucky Hakim Terlibat Skandal Akbar? Ujian Moralitas Pilkada

Timoteus Duang

Monday, 25-11-2024 | 11:21 am

MDN
H. Adlan Daie [Analis politik dan sosial keagamaan]

Oleh: H. Adlan Daie [Analis politik dan sosial keagamaan]

Dugaan skandal Akbar tentang perilaku homoseksual Calon Bupati Indramayu, Lucky Hakim,  yang “ditembakkan" seorang nitizen bernama Efendi dan diupload di sejumlah media sosial jelas bukan perkara politik main-main. Ini sebuah ujian moralitas politik.

 

Di negara barat sekalipun, skandal seks berkali-kali telah menjungkalkan pejabat politik dari jabatannya atau terpelanting pencalonannya dalam kontestasi politik.

Karena politik di negara-negara waras adalah urusan keteladanan pemimpin dan sumber otoritas moral.

Dalam langgam politik Jawa, setidaknya dari sudut pandang antropologi politik Profesor Kontjoroningrat, kasus skandal di atas multi interpretasi. Minimal ada dua perspektif yang bisa dipakai.

Baca juga: Risalah Terbuka Untuk Para Calon Bupati Indramayu 2024 Tentang Kekuasaan

Pertama, "tembakan" Efendi di atas dilepas ke ruang media sosial adalah sebuah proxi politik dari rival politik untuk menjatuhkan Lucky Hakim jelang hari pencoblosan, diruntuhkan moralitasnya sehingga secara standart moral sosial Lucky tidak layak lagi untuk dipilih menjadi bupati [pemimpin].

Kedua, politik, kata Otto Van Bismich, adalah the art of possible, ruang kemungkinan tak bertepi hingga timbul spekulasi politik bahwa kasus tersebut mainan Lucky sendiri, sebuah teori rezim politik elektoral makin teraniaya makin melambung basis elektoralnya. Itulah kekuatan populisme elektoral Lucky Hakim.

Percakapan multi level sosial mulai pelaku politik, aktivis, para jemaah di beranda-beranda masjid, emak-emak dll dari obrolan di dunia nyata hingga di dunia maya dalam konstruksi dua interpretasi percakapan tersebut terkait dugaan skandal di atas.

Baca juga: Nina Agustina Korban Playing Victim Mencari Ruang Keadilan Politik

Penulis tidak dalam dua kemungkinan perspektif di atas. Pasalnya dugaan skandal di atas justru bisa melambungkan elektoral Lucky Hakim sebagaimana pernah terjadi dalam kasus Pilkada Kalimantan Timur tahun 2017.

Tetapi di sisi lain Lucky Hakim bisa tamat jika skandal moral tersebut didukung fatwa para ulama otoritatif dengan pembuktian valid. Bagi ulama, bupati adalah pemimpin dan pemimpin sandarannya adalah keteladanan dan sumber otoritas moral.

Garis tegasnya adalah ikhtiar menjadi bupati dalam kontestasi politik adalah jalan menjadi pemimpin dan pemimpin dalam standart moral Ibnu Kholdun, sosiolog politik muslim, adalah jalan "mulia dan beradab", standart keteladanan dan sumber otoritas moral.

Baca juga: Bupati Tuntunan atau Bupati Tontonan Ujian Pilkada Indramayu 2024

Karena itu penting bagi para tokoh ulama dan tokoh sosial membimbing rakyat pemilih untuk menimbang pilihan politiknya dalam standart moralitas pemimpin dengan integritas akhlak, zero kasus a susila dan kasus kasus lain yang tidak layak secara moral.

"Innama umamul akhlaqu baqiyat,.wa in dzahabat akhlaquhum dzahabu", sebuah komunitas bangsa hanya eksis jika dibimbing otoritas moral pemimpin, jika tidak, maka komunitas bangsa itu punah dalam peradaban politik.”

Demikian syair Syauki Beik, penyair Mesir, kristalisasi dari doktrin  doktrin akhlak tentang pemimpin dari dalam kitab "Sirah An Nabawiyah" Nabi Muhammad SAW.

Baca juga: Kenapa Debat Pilkada Indramayu Harus di Kota Bandung

Lalu hendak dibawa kemana pilkada Indramayu 2024 apakah sekedar "political game" tanpa moral atau .......?

Wassalam.

KOMENTAR