China Berusaha Tutup TikTok di AS: Langkah Taktis Tekan Trump Soal Perang Dagang

Sifi Masdi

Friday, 07-02-2025 | 11:33 am

MDN
Ilustrasi perang dagang AS vs China yang melibatkan TikTok [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China terus memunculkan dinamika baru, salah satunya melalui konflik seputar TikTok. Aplikasi video pendek yang dimiliki oleh perusahaan China, ByteDance, ini menjadi salah satu pusat ketegangan antara kedua negara adidaya. Belakangan, muncul indikasi bahwa China sengaja memperlambat proses penjualan TikTok di AS, bahkan mempertimbangkan untuk membiarkan aplikasi tersebut ditutup di Amerika. Langkah ini diyakini sebagai bagian dari strategi Beijing untuk menekan pemerintahan Presiden AS Donald Trump dalam perundingan perdagangan dan teknologi.

 

Menurut laporan The Washington Post, pemilik TikTok, ByteDance, tampaknya sengaja memperlambat proses negosiasi penjualan TikTok di AS. Tiga sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut mengungkapkan bahwa perusahaan menunggu persetujuan dari pemerintah China sebelum melanjutkan langkah apa pun. Namun, Beijing tampaknya tidak terburu-buru memberikan lampu hijau. Sebaliknya, pemerintah China justru cenderung mengambil pendekatan keras: membiarkan TikTok ditutup di AS daripada menyetujui penjualannya.

 

Alasan di balik sikap keras ini adalah keinginan China untuk mendapatkan "kesepakatan besar" dengan pemerintahan Trump. Beijing berharap dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperoleh konsesi yang lebih besar dalam kebijakan perdagangan dan teknologi, terutama terkait tarif impor dan akses ke teknologi tinggi.

 

Langkah China ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan China, yang telah berubah menjadi perang dagang terbuka. Presiden Trump telah menggunakan kekuatan ekonomi darurat untuk mengenakan tarif besar pada impor dari China, sementara Beijing membalas dengan serangkaian pembatasan sendiri, termasuk pembatasan ekspor mineral langka yang digunakan dalam produksi teknologi tinggi dan penyelidikan antimonopoli terhadap perusahaan AS seperti Google.

 


BACA JUGA:

Dari DeepSeek hingga Huawei, Pembatasan Teknologi AS Terhadap Tiongkok Jadi Bumerang

Saham Perbankan dan Prajogo Pangesti Tekan Indeks di Akhir Pekan Ini

Donald Trump Dukung Miliarder Elon Musk Akuisisi TikTok

TikTok Kembali Beroperasi di AS Setelah Mendapat Jaminan Dari Donald Trump


 

Dalam konteks ini, TikTok menjadi salah satu alat tawar-menawar yang potensial. Dengan membiarkan TikTok ditutup di AS, China berharap dapat memaksa Trump untuk memberikan konsesi lebih besar, seperti pengurangan tarif atau keringanan kebijakan perdagangan, terutama untuk produk-produk strategis seperti chip semikonduktor.

 

Namun, strategi ini tidak tanpa risiko. Penutupan TikTok di AS akan berdampak besar pada 170 juta pengguna aplikasi tersebut di Amerika, yang mengandalkan platform ini untuk hiburan dan bersosialisasi. Di sisi lain, langkah ini justru bisa dipandang positif oleh masyarakat China, yang melihatnya sebagai bentuk perlawanan terhadap tekanan AS dan upaya melindungi produk lokal.

 

Rui Ma, seorang investor dan analis yang meneliti perusahaan teknologi China, menyatakan bahwa strategi ini akan dipandang sebagai pertarungan "David melawan Goliath", di mana China melawan kekuatan besar AS. "Mungkin TikTok adalah perusahaan bernilai miliaran dolar, tetapi di sini ia berhadapan dengan pemerintah AS," kata Ma.

 

AS sendiri telah lama mengkhawatirkan TikTok sebagai ancaman keamanan nasional. Pemerintah AS menuduh bahwa data pengguna TikTok bisa diakses oleh pemerintah China melalui perusahaan induknya, ByteDance. Pada tahun 2023, Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang yang memaksa ByteDance untuk menjual TikTok atau menghadapi larangan di AS. Namun, Trump sempat menangguhkan penegakan hukum ini selama 75 hari untuk mencari solusi di luar larangan total.

 

China, di sisi lain, telah bertahun-tahun menolak penjualan TikTok, bahkan menambahkan algoritme rekomendasi TikTok ke dalam daftar kontrol ekspor. Beijing menilai bahwa AS menggunakan "logika perampok" untuk memaksa penjualan aplikasi tersebut. Namun, belakangan China tampaknya melunakkan posisinya, dengan mengatakan bahwa keputusan penjualan harus diserahkan kepada ByteDance.

 

Kepentingan Masa Depan

Bagi ByteDance, penutupan TikTok di AS mungkin tidak menjadi pukulan telak. Basis pengguna TikTok di Amerika hanya mewakili sebagian kecil dari operasi global perusahaan. Menjual TikTok ke perusahaan AS justru bisa menciptakan pesaing baru bagi ByteDance. Sebaliknya, menutup TikTok di AS bisa menjadi langkah strategis untuk melindungi kepentingan jangka panjang perusahaan.

 

Rui Ma menegaskan bahwa ByteDance tidak membutuhkan uang tunai dari penjualan TikTok. "ByteDance memiliki lebih banyak uang tunai daripada yang mereka tahu harus diapakan," tulisnya.

 

Pada kuartal pertama 2023, ByteDance dilaporkan menghasilkan hampir $7 miliar dalam bentuk uang tunai. Oleh karena itu, menjual TikTok hanya untuk mendapatkan uang tunai yang tidak dibutuhkan tidak masuk akal bagi perusahaan.

 

Beberapa pengamat geopolitik berpendapat bahwa TikTok bisa menjadi alat tawar-menawar yang efektif dalam perundingan perdagangan antara AS dan China. Namun, ketidakpercayaan antara kedua negara tetap tinggi, terutama setelah pengalaman buruk China selama masa jabatan pertama Trump, ketika AS tiba-tiba mencoba menutup TikTok.

 

China kini khawatir bahwa setiap konsesi yang diberikan tidak akan diimbangi dengan keringanan yang berarti dari AS. Oleh karena itu, Beijing mungkin akan meminta kompensasi yang signifikan sebelum menyetujui penjualan TikTok.


 


 

 

KOMENTAR