Ekonom Ingatkan Salah Kelola Danantara Awal Kebangkrutan BUMN

Jakarta, Inakoran
Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan meresmikan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara), Senin (24/2/2025). Inisiatif ini dianggap sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk mewujudkan Asta Cita, sebuah visi ambisius untuk membawa perekonomian Indonesia ke level yang lebih tinggi melalui investasi berkelanjutan dan inklusif.
Namun, di balik harapan yang tinggi, sejumlah ekonom mengingatkan akan potensi risiko yang mengancam keberhasilan Danantara, terutama terkait dengan masalah pengelolaan dan politik.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengungkapkan bahwa Danantara, jika dikelola dengan baik, bisa menjadi motor penggerak ekonomi yang efektif. "Namun, jika salah kelola dan mengalami politisasi, Danantara justru akan menjadi awal kebangkrutan BUMN," tegas Wijayanto.
Wijayanto memberikan analogi yang menarik, menggambarkan BUMN-BUMN yang berada di bawah Danantara sebagai telur, sementara Danantara itu sendiri sebagai keranjang. Dengan total nilai BUMN yang mencapai Rp 14.000 triliun, seluruh "telur" ini dimasukkan ke dalam satu keranjang bernama Danantara.
BACA JUGA:
Danantara Resmi Luncur 24 Februari 2025: Siap Kelola Dana Rp14.715 Triliun
Emiten DCI Indonesia Milik Toto Sugiri Kena UMA dari BEI
IHSG Tergelincir di Zona Merah di Awal Pekan: Senin (24/2/2025)
"Jika keranjang tersebut bocor atau tumpah, seluruh telur kita akan pecah," ujarnya. Perumpamaan ini menggambarkan dengan jelas betapa besar risiko yang dihadapi jika pengelolaan Danantara tidak dilakukan dengan bijaksana.
Wijayanto juga mencermati tren yang ada saat ini, yang menunjukkan minimnya transparansi dan kuatnya politisasi, yang bisa menjadi ancaman bagi keberhasilan Danantara. "Jika tidak ada perbaikan, peluang Danantara untuk gagal lebih besar daripada untuk berhasil," ungkapnya.
Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Misbah Hasan, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), yang mengkritik ide pembentukan Danantara sebagai sangat lemah karena kurangnya studi kelayakan yang memadai.
Misbah berpendapat bahwa pembentukan Danantara sarat dengan kepentingan politik. "Kita lihat saja nanti siapa yang akan menjadi CEO Danantara. Saya kira akan terafiliasi dengan penguasa republik saat ini, alih-alih mengisinya dengan profesional," katanya.
Persaingan dengan SWF
Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa Indonesia sudah memiliki Sovereign Wealth Fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA) yang memiliki fungsi mirip dengan Danantara. Menurut Misbah, seharusnya pemerintah memaksimalkan fungsi SWF yang sudah ada tersebut daripada membentuk entitas baru. "Tantangan pembentukan Danantara saat ini dan ke depan adalah transparansi dan akuntabilitas," tambahnya.
KOMENTAR