Gelar Workshop Tentang Tensegrity, Unika Soegijapranata Semarang Hadirkan Profesor Dari Jepang

Binsar

Wednesday, 30-10-2019 | 11:02 am

MDN
Prof. Buntara memberikan petunjuk kepada para peserta workshop [Inakoran.com/Ina TV]

 

Oleh: Eldisya Jebatu, Mahasiswi Teknis Sipil Unika Soegijapranata, Semarang

 

Semarang, Inako

Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang Jawa Tengah, menggelar workshop dengan tema Memahami Tensegrity yang dilaksanakan di kampus Unika Soegijapranata, Senin, (28/10/19) dari pukul 08.45 - 11.30 WIB.

Workshop ini menghadirkan Profesor Buntara Sthenly Gan, dari College of Engineering Nihon University, Japan, sebagai pemateri.

Workshop dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari para dosen, mahasiswa Unika Soegijapratana dan sejumlah tamu dari instansi lain.

Di awal pembahasannya, Prof Buntara menjelaskan dengan baik pengertian dasar terkait tensegrity.

Alat peraga yang membantu menjelaskan konsep tensegrity [Inakoran.com/Ina TV]

 

Prof Buntara mengaku, ketertarikan dirinya tentang konsep tensegrity bermula dari rasa ingin tahunya tentang ide membangun bangunan tanpa pondasi.

“Saya tertarik untuk meneliti konsep tensegrity yang mengutamakan keseimbangan dalam bentuk bangunan tanpa pondasi. Selain ramah lingkungan, tensegrity juga dapat menjadi konsep bangunan di luar angkasa” kata Prof Buntara.

Prof Buntara menjelaskan, konsep tensegrity dikembangkan dengan mengutamakan prinsip keseimbangan kontinu dan diskontinu pada susunan komponen bangunan.

Keseimbangan tersebut, lanjutnya, diperoleh melalui gaya tekan batang dan gaya tarik kabel. Tidak heran, bila konsep tensegrity memerlukan perhitungan yang teliti sehingga bangunan dapat berdiri kokoh.

Lebih lanjut Prof Buntara menjelaskan, kelebihan dan kelemahan membangun bangunan dengan konsep tensegrity.

“Kelebihan konsep tensegrity diantaranya ialah merancang bangunan dengan volume kecil sehingga mudah untuk dipindahkan, dan struktur yang kokoh membuat banguan dengan konsep tensegrity lebih aman ketika terjadi guncangan,” sambungnya.

Selain kelebihan, Prof Buntara juga menjelaskan kelemahan dari konsep ini.

“Kelemahan yang dimiliki ialah mahalnya biaya pembuatan bangunan cenderung lebih mahal karena batang yang digunakan harus melalui proses pengkilapan, dan memerlukan waktu perhitungan bangunan yang relatif sulit,” katanya.

Penjelasan konsep tensegrity kemudian diperjelas dengan menggunakan alat peraga sebanyak lima puluh buah. Alat tersebut berupa stik kayu dengan ukuran yang sama, tali nilon, dan buku panduan.

Para peserta disuruh untuk merangkai enam stik dengan enam tali sehingga membentuk bangunan yang mampu berdiri kokoh.

Kegiatan tersebut memiliki daya tarik tersendiri bagi para peserta. Hal itu nampak dari beberapa raut wajah serius para peserta merangkai setiap stik.

 

 

Workshop dengan tema Tensegrity merupakan topik yang menarik, meskipun awalnya agak bingung dengan paparan materi-materi. Tetapi, setelah pemaparannya dikasih contoh-contoh menarik, materi yang disampaikan lebih mudah dimengerti. Apalagi dengan alat peraga yang disiapkan melibatkan langsung peserta diskusi. Semuanya menarik, deh” kata Teddy Mullyater, seorang mahasiswa Program Studi teknik Sipil.

Kegiatan tersebut diakhiri dengan sesi pertanyaan bagi peserta yang ingin mengetahui lebih dalam tentang tensegrity.

Selain tentang tensegrity, Prof. Buntara juga menyampaikan beberapa informasi mengenai beasiswa pendidikan S2 di Universitas Nikon, Jepang.

Beberapa di antara para peserta workshop begitu antusias untuk  mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tersebut meliputi syarat melanjutkan pendidikan S2, biaya, transportasi, hingga proses pendidikan di sana.

KOMENTAR