Harga Minyak Dunia Anjlok: Dampak Data Ekonomi China yang Lesu

Sifi Masdi

Monday, 14-10-2024 | 11:42 am

MDN
Kilang Minyak China [ist]


 

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia mengalami penurunan signifikan pada awal pekan ini. Hal ini dipicu oleh data ekonomi China yang mengecewakan. Harga minyak mentah anjlok lebih dari US$1 per barel, dengan penurunan lebih dari 1,5 persen pada perdagangan Senin (14/10/2024).

 

Pelemahan ini disebabkan oleh kekhawatiran terhadap permintaan minyak, di tengah tekanan inflasi yang rendah dan ketidakjelasan terkait stimulus ekonomi dari pemerintah China.

 

Menurut laporan Reuters, harga minyak mentah Brent turun sebesar US$1,26, atau 1,59 persen, menjadi US$77,78 per barel pada pukul 00.20 GMT. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga mengalami penurunan US$1,20, atau 1,59 persen, sehingga diperdagangkan pada US$74,36 per barel.

 

Berita negatif dari China tampaknya lebih berdampak terhadap harga minyak dibandingkan kekhawatiran pasar akan gangguan suplai minyak akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Meskipun ada potensi risiko akibat serangan rudal Iran terhadap Israel yang dapat mempengaruhi produksi minyak, faktor tersebut gagal menahan tren penurunan harga. Bahkan, peringatan dari Amerika Serikat kepada Israel agar tidak menyerang infrastruktur energi Iran tampaknya tidak cukup kuat untuk mendorong reli harga minyak.

 


 

BACA JUGA:

Rekomendasi dan Arah Pergerakan Saham di Awal Pekan: 14 Oktober 2024

Israel Serang Kilang Minyak Iran: Pasokan Minyak Dunia Terancam Kacau?

Harga Minyak Dunia Menuju US$ 80 per Barel

Harga Minyak Dunia Naik Tipis di Tengah Isu  Gencatan Senjata Israel-Hizbullah

 


 

Pelemahan harga minyak dunia kali ini terkait erat dengan data inflasi China yang lesu, yang semakin memperburuk kekhawatiran pasar tentang permintaan energi dari salah satu konsumen minyak terbesar di dunia.

 

Biro Statistik China melaporkan bahwa indeks harga konsumen (CPI) hanya naik 0,4 persen pada September 2024, jauh di bawah ekspektasi pasar. Sementara itu, indeks harga produsen (PPI) mengalami penurunan paling tajam dalam enam bulan terakhir, dengan penurunan sebesar 2,8 persen secara tahunan.

 

Kondisi ini mengindikasikan adanya tekanan deflasi yang semakin meningkat di perekonomian China, yang menjadi sinyal bahwa permintaan domestik tetap lemah. Investor pun mulai mempertanyakan efektivitas kebijakan stimulus ekonomi yang diharapkan dapat mengatasi perlambatan ini.

 

 


 

Dalam konferensi pers pada hari yang sama, tidak ada rincian yang jelas mengenai ukuran atau skala stimulus yang akan diterapkan pemerintah Beijing, menambah ketidakpastian di pasar.

 

Ketiadaan kebijakan fiskal yang tegas dari pemerintah China semakin menambah sentimen negatif di pasar energi. Tony Sycamore, analis pasar dari IG, menyatakan dalam sebuah catatan bahwa langkah-langkah fiskal yang diperlukan untuk menghilangkan risiko perlambatan ekonomi dan meningkatkan daya beli konsumen di China masih belum terlihat. Ketidakjelasan ini mengurangi optimisme pasar tentang pemulihan permintaan energi di China, yang merupakan faktor penting dalam stabilitas harga minyak global.

 

Pada hari Sabtu, pemerintah China menyatakan akan meningkatkan penerbitan utang sebagai bagian dari upaya merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun, tanpa informasi yang lebih detail mengenai besarannya, kebijakan ini belum mampu menenangkan kekhawatiran investor.
 

Sebelum penurunan tajam yang terjadi pada hari Senin, harga minyak dunia sempat naik 1 persen pada penutupan Jumat pekan lalu. Kenaikan ini dipicu oleh kekhawatiran atas potensi gangguan pasokan minyak dari Timur Tengah, menyusul ketegangan antara Iran dan Israel, serta dampak Badai Milton yang melanda Florida dan diperkirakan dapat mempengaruhi permintaan bahan bakar di wilayah tersebut.

 

Namun, dorongan positif dari isu geopolitik dan cuaca ekstrim tersebut tidak cukup untuk menahan tren penurunan harga minyak di awal pekan ini. Fokus pasar kembali tertuju pada ekonomi China, yang menjadi salah satu pilar utama dalam menjaga stabilitas permintaan energi global.

 

KOMENTAR