Harga Minyak Dunia Menuju US$ 80 per Barel

Jakarta, Inakoran
Harga minyak dunia kembali menjadi sorotan pada Jumat, 11 Oktober 2024, ketika minyak mentah di pasar spot mengalami penurunan setelah reli yang signifikan pada perdagangan sebelumnya. Meskipun harga menunjukkan pelemahan di awal perdagangan, minyak mentah masih berada di jalur untuk mencatatkan kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Banyak faktor yang memengaruhi dinamika harga minyak ini, mulai dari kondisi cuaca ekstrem di Amerika Serikat hingga ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Pada perdagangan pagi hari pukul 09:19 WIB, harga minyak Brent turun 0,65% menjadi US$78,88 per barel. Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) juga melemah 0,55% ke posisi US$75,43 per barel. Penurunan ini terjadi setelah lonjakan signifikan pada penutupan perdagangan kemarin, Kamis, 10 Oktober 2024.
Dikutip dari Reuters, meskipun harga minyak sempat naik tajam, investor kini tengah mempertimbangkan berbagai risiko yang bisa memengaruhi permintaan dan pasokan minyak global. Salah satu faktor utama yang diperhatikan adalah dampak kerusakan akibat Badai Milton di Amerika Serikat, yang dapat mempengaruhi konsumsi bahan bakar di negara tersebut. Selain itu, ketegangan geopolitik yang berpotensi memengaruhi pasokan minyak juga terus memicu perhatian pasar.
BACA JUGA:
Rekomendasi dan Arah Pergerakan Saham: Jumat, 11 Oktober 2024
Harga Minyak Menguat Tipis di Tengah Potensi Eskalasi Konflik Israel-Iran
Harga Minyak Dunia Naik Tipis di Tengah Isu Gencatan Senjata Israel-Hizbullah
Harga Minyak Dunia Melemah: Kelebihan Pasokan?
Badai Milton melanda Samudra Atlantik pada Kamis, 10 Oktober 2024, menghancurkan beberapa wilayah di Florida. Badai ini dilaporkan menewaskan setidaknya 10 orang dan menyebabkan jutaan penduduk kehilangan akses listrik. Dampak badai ini berpotensi mengurangi konsumsi bahan bakar di AS, yang merupakan salah satu produsen dan konsumen minyak terbesar di dunia.
Menurut Hiroyuki Kikukawa, Presiden NS Trading dari Nissan Securities, investor kini tengah mengevaluasi bagaimana kerusakan akibat badai dapat memengaruhi permintaan bahan bakar dan ekonomi Amerika Serikat secara keseluruhan. Jika konsumsi energi di AS menurun, hal ini dapat berimplikasi langsung pada harga minyak global, mengingat posisi penting AS dalam rantai pasokan minyak dunia.
Selain faktor cuaca, fluktuasi harga minyak dunia juga dipengaruhi oleh ketidakpastian geopolitik, khususnya potensi konflik antara Israel dan Iran. Pasar minyak global terus memantau kemungkinan balasan Israel terhadap fasilitas minyak Iran, yang dapat berdampak besar terhadap pasokan minyak dunia.
Meskipun hingga saat ini Israel belum mengambil tindakan balasan terhadap Iran, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menyatakan bahwa jika serangan terjadi, respons Israel akan "mematikan, tepat, dan mengejutkan." Iran selama ini dikenal mendukung berbagai kelompok yang berkonflik dengan Israel, termasuk Hezbollah di Lebanon, Hamas di Gaza, dan Houthi di Yaman.
Ketegangan ini semakin meningkat setelah serangan Israel di pusat kota Beirut, Lebanon, pada Kamis malam yang menewaskan 22 orang dan melukai lebih dari 117 orang. Sumber keamanan Lebanon menyatakan bahwa serangan ini menargetkan tokoh senior Hezbollah, menambah ketidakpastian politik dan ekonomi di kawasan tersebut.
Dengan ketegangan di Timur Tengah yang berpotensi memengaruhi jalur distribusi minyak dan risiko penurunan permintaan di AS akibat badai, harga minyak berada di titik krusial. Meskipun ada penurunan harga pada pagi ini, harga minyak masih diprediksi dapat mencapai kisaran US$80 per barel, mengingat tekanan eksternal yang terus berkembang.
Investor perlu waspada terhadap perkembangan situasi geopolitik dan potensi gangguan terhadap pasokan minyak global, terutama jika Israel melakukan serangan terhadap fasilitas minyak Iran. Dalam jangka pendek, volatilitas harga minyak akan terus didorong oleh ketidakpastian dari dua faktor utama ini.
KOMENTAR