Harga Minyak Dunia Melemah: Kelebihan Pasokan?

Sifi Masdi

Monday, 07-10-2024 | 14:04 pm

MDN
Ilustrasi pergerakan harga minyak dunia [ist]

 

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia kembali mengalami penurunan pada Senin, 7 Oktober 2024, setelah mencatatkan kenaikan mingguan terbesar dalam lebih dari satu tahun sebelumnya. Faktor utama yang mempengaruhi pelemahan harga ini adalah kekhawatiran akan kelebihan pasokan minyak serta penurunan permintaan global, meskipun risiko eskalasi perang di Timur Tengah tetap menjadi faktor utama yang diperhatikan para investor.

 

Menurut laporan dari Reuters, harga minyak Brent turun sebesar 31 sen atau 0,4%, menjadi USD 77,74 per barel pada pukul 04:35 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga melemah 20 sen atau sekitar 0,27%, menjadi USD 74,18 per barel.

 

Penurunan ini kontras dengan tren kenaikan yang terjadi pada pekan sebelumnya, di mana Brent mengalami lonjakan lebih dari 8% dan WTI naik sebesar 9,1%, mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak Januari dan Maret 2023.

 

Kenaikan harga minyak pada pekan lalu sebagian besar dipicu oleh kekhawatiran bahwa Israel mungkin akan melakukan serangan terhadap infrastruktur minyak Iran. Hal ini muncul setelah serangan rudal yang diduga diluncurkan oleh Iran ke Israel pada 1 Oktober.

 


 

BACA JUGA:

Rekomendasi Saham Emiten Batubara: Saatnya untuk Koleksi?

Harga Minyak Dunia Kembali Mendidih di Tengah Konflik  Israel-Iran

Harga Minyak Dunia  Tetap Stabil di Tengah Konflik Timur Tengah

Harga Minyak Dunia Anjlok Setelah Arab Saudi Abaikan Target Harga US$100 Per Barel

 

 


 

Ketidakpastian mengenai respons Israel terhadap situasi ini membuat pasar minyak sangat fluktuatif, karena investor mempertimbangkan kemungkinan terjadinya gangguan pasokan dari kawasan Timur Tengah.

 

Namun, meski risiko geopolitik tersebut masih tinggi, beberapa investor memanfaatkan kenaikan harga minggu lalu untuk menjual kontrak minyak mereka dan mengamankan keuntungan.

 

 

 

 

Priyanka Sachdeva, seorang analis pasar senior di Phillip Nova, menyebutkan bahwa penurunan harga ini mungkin lebih banyak disebabkan oleh aksi ambil untung secara teknis daripada perubahan mendasar dalam permintaan dan penawaran minyak.

 

Risiko Geopolitik

Meskipun harga minyak melemah pada awal pekan ini, pasar minyak dunia masih menghadapi risiko eskalasi konflik di Timur Tengah. Israel telah melakukan serangan terhadap target-target Hezbollah di Lebanon dan Hamas di Jalur Gaza, menjelang peringatan satu tahun serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang besar antara Israel dan kelompok militan yang didukung oleh Iran.

 

Menteri Pertahanan Israel juga menyatakan bahwa semua opsi balasan terhadap Iran tetap terbuka, menambah ketidakpastian dalam situasi ini.

 

Namun, para analis dari ANZ Research memperkirakan bahwa dampak konflik ini terhadap pasokan minyak global kemungkinan tidak akan terlalu signifikan. Mereka menilai serangan langsung Israel terhadap fasilitas minyak Iran sebagai opsi yang paling tidak mungkin, dan dalam beberapa tahun terakhir, dampak geopolitik terhadap pasar minyak telah menurun.

 

Kapasitas cadangan OPEC yang mencapai 7 juta barel per hari juga memberikan bantalan tambahan untuk mengatasi potensi gangguan pasokan.

 

Peran OPEC+

OPEC+ (Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya), termasuk Rusia dan Kazakhstan, telah memangkas produksi dalam beberapa tahun terakhir untuk mendukung harga minyak di tengah lemahnya permintaan global.

 

Kelompok ini memiliki kapasitas cadangan yang cukup untuk mengimbangi hilangnya pasokan dari Iran jika terjadi serangan, namun akan sulit mengatasi situasi jika Iran membalas dengan menyerang instalasi minyak negara-negara tetangganya di Teluk.

 

Pada pertemuan terakhir mereka pada 2 Oktober, OPEC+ memutuskan untuk mempertahankan kebijakan produksinya yang tidak berubah, dengan rencana untuk mulai meningkatkan produksi pada bulan Desember. Kenaikan produksi ini diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan pasar jika terjadi gangguan pasokan, terutama dengan ketidakpastian pemulihan ekonomi di China sebagai importir minyak terbesar dunia.

 

KOMENTAR