Harga Minyak Dunia Anjlok Hingga 2%: Dampak Melambatnya Ekonomi AS dan Jerman

Jakarta, Inakoran
Harga minyak dunia mengalami penurunan signifikan sebesar 2% pada hari Selasa (25/2/2026), mencapai titik terendah dalam dua bulan terakhir. Penurunan ini dipicu oleh sejumlah data ekonomi yang mengecewakan dari Amerika Serikat dan Jerman, yang memicu kekhawatiran akan melambatnya permintaan energi di pasar global.
Secara spesifik, kontrak berjangka minyak mentah Brent mencatat penurunan sebesar US$ 1,76 atau 2,4%, sehingga menyentuh harga US$ 73,02 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dari AS melemah US$ 1,77 atau 2,5%, mencapai level US$ 68,93 per barel. Penutupan harga ini merupakan yang terendah bagi Brent sejak 23 Desember dan bagi WTI sejak 10 Desember.
Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap pelemahan harga minyak adalah laporan tentang penurunan kepercayaan konsumen di AS pada Februari, yang tercatat sebagai penurunan terbesar dalam tiga setengah tahun terakhir. Kenaikan ekspektasi inflasi untuk periode 12 bulan ke depan memperburuk kekhawatiran di pasar.
Para analis berpendapat bahwa rencana Presiden Donald Trump untuk meningkatkan tarif impor dapat menciptakan tekanan inflasi, yang pada gilirannya bisa mendorong Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama. Kebijakan ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi sekaligus menekan permintaan energi.
Meskipun Trump menegaskan bahwa tarif terhadap impor dari Kanada dan Meksiko, yang akan mulai berlaku pada 4 Maret, tetap berjalan sesuai rencana, kebijakan ini dapat mengurangi pasokan minyak dari kedua negara. Secara teori, hal ini bisa mendukung kenaikan harga. Namun, analis dari Ritterbusch and Associates mengingatkan bahwa tarif yang diterapkan justru semakin dipandang sebagai faktor negatif bagi pertumbuhan ekonomi global, yang pada akhirnya dapat menekan permintaan minyak dunia.
BACA JUGA:
Peluang Saham ANTM, HRTA, dan BRMS Setelah Peluncuran Bank Emas
Harga Emas Anjlok: Imbas Aksi Ambil Untung
Harga Minyak Melonjak: Imbas Sanksi Baru Terhadap Iran
Harga Minyak Kembali Naik: Dampak Stok BBM AS Turun
Di Eropa, ekonomi Jerman juga menunjukkan tanda-tanda pelemahan, dengan kontraksi sebesar 0,2% pada kuartal terakhir 2024 dibandingkan kuartal sebelumnya. Friedrich Merz, pemenang pemilu Jerman, menegaskan bahwa ia tidak akan segera mereformasi kebijakan batas utang negara, meskipun beberapa investor mendesak perubahan untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Selain faktor-faktor ekonomi global, tekanan pada harga minyak juga datang dari potensi peningkatan produksi. Isyarat damai antara Rusia dan Ukraina telah memunculkan spekulasi bahwa sanksi terhadap Rusia mungkin dapat dicabut, yang berpotensi mengembalikan pasokan minyak Rusia dalam jumlah besar ke pasar internasional. Sebagai produsen minyak terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Arab Saudi, Rusia memiliki peranan penting dalam keseimbangan pasokan global.
Di Timur Tengah, Irak, sebagai produsen terbesar kedua dalam OPEC, telah menandatangani kesepakatan dengan perusahaan minyak BP untuk membangun kembali empat ladang minyak dan gas di Kirkuk. Irak juga menantikan persetujuan dari Turki untuk melanjutkan aliran minyak dari wilayah Kurdistan. Di sisi lain, Nigeria mencatatkan peningkatan produksi minyak menjadi 1,8 juta barel per hari, yang merupakan kenaikan signifikan dari angka 1 juta barel per hari pada tahun sebelumnya.
Di Amerika Serikat, Trump kembali menegaskan dukungannya terhadap proyek pipa Keystone XL, yang akan mengalirkan minyak mentah dari Kanada ke AS. Ia berjanji akan memberikan kemudahan regulasi untuk mempercepat pembangunan proyek ini.
Pasar minyak kini tengah menanti laporan terbaru mengenai persediaan minyak mentah AS, dengan data dari American Petroleum Institute (API) yang dijadwalkan dirilis pada hari Selasa, dan laporan resmi dari Badan Informasi Energi AS yang akan diterbitkan pada hari Rabu.
Para analis memperkirakan bahwa stok minyak mentah AS akan bertambah sekitar 2,6 juta barel dalam pekan yang berakhir pada 21 Februari. Jika proyeksi ini akurat, maka ini akan menjadi peningkatan stok selama lima minggu berturut-turut, sebuah fenomena yang terakhir kali terjadi pada Maret 2024.
Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu, stok minyak AS mengalami peningkatan sebesar 4,2 juta barel, sementara rata-rata kenaikan dalam lima tahun terakhir berkisar di angka 2,3 juta barel.
KOMENTAR