Harga Minyak Dunia Menguat Tipis di Awal Pekan

Sifi Masdi

Monday, 21-10-2024 | 14:02 pm

MDN
Ilustrasi pergerakan harga minyak [ist]

 


 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia kembali stabil dan mengalami penguatan tipis pada perdagangan Asia, Senin (21/10/2024), setelah pekan sebelumnya mencatat penurunan tajam sebesar 7 persen. Penurunan tersebut dipicu oleh kekhawatiran terkait permintaan minyak dari China, importir minyak terbesar dunia, serta meredanya risiko gangguan pasokan dari Timur Tengah.

Namun, pada awal pekan ini, harga minyak mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan meskipun masih dalam skala yang terbatas.

 

Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah Brent naik sebesar 8 sen, atau 0,11 persen, menjadi US$73,14 per barel pada pukul 01.20 GMT. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS mengalami kenaikan 10 sen, atau 0,14 persen, menjadi US$69,32 per barel. Kenaikan ini masih terbilang moderat dan terjadi setelah harga minyak tertekan secara signifikan pekan lalu.

 

Pekan lalu, minyak Brent mencatatkan penurunan lebih dari 7 persen, sementara WTI turun sekitar 8 persen, yang menjadi penurunan mingguan terbesar sejak 2 September. Penurunan ini terutama disebabkan oleh kekhawatiran melambatnya pertumbuhan ekonomi di China dan berkurangnya premi risiko di Timur Tengah.

 


 

BACA JUGA:

Rekomendasi dan Arah Pergerakan Saham: Senin, 21 Oktober 2024 

Harga Minyak Dunia Naik: Stok Minyak AS Berkurang

Israel Urung Serang Fasilitas Minyak Iran: Harga Minyak Langsung Anjlok

 


 

Salah satu faktor kunci yang menekan harga minyak adalah pertumbuhan ekonomi China yang melambat. Data pada Jumat lalu menunjukkan bahwa ekonomi China tumbuh pada laju paling lambat sejak awal 2023 di kuartal ketiga, yang mengkhawatirkan para pelaku pasar terkait penurunan permintaan minyak global. Sebagai importir minyak terbesar dunia, kondisi ekonomi China sangat berpengaruh pada dinamika harga minyak internasional.

 

Sebagai respons terhadap perlambatan tersebut, pemerintah China mengambil langkah-langkah stimulasi ekonomi, termasuk memangkas suku bunga acuan pinjaman. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu menghidupkan kembali ekonomi China yang sedang lesu dan, pada akhirnya, mengembalikan permintaan minyak ke jalur yang lebih stabil.

 

Selain faktor China, pergerakan harga minyak juga dipengaruhi oleh kondisi geopolitik di Timur Tengah. Konflik di wilayah ini, khususnya yang melibatkan Israel dan Iran, biasanya menjadi faktor pemicu kenaikan harga minyak karena potensi gangguan pasokan. Namun, pekan lalu, ketegangan tersebut mulai mereda, terutama setelah Presiden AS, Joe Biden, menyatakan adanya peluang untuk meredakan konflik antara Israel dan Iran dalam waktu dekat.

 

Meski demikian, situasi di Timur Tengah masih memanas. Pada Minggu (20/10/2024), Israel menyatakan kesiapan mereka untuk menyerang lokasi-lokasi di Beirut, ibu kota Lebanon, yang diyakini terkait dengan operasi keuangan kelompok Hizbullah. Konflik yang berkepanjangan di kawasan ini tetap menjadi perhatian utama pasar minyak dunia, karena setiap gangguan pasokan dari kawasan ini dapat mengerek harga minyak ke level yang lebih tinggi.

 

Di sisi lain, dari perspektif pasokan minyak, aktivitas pengeboran di Amerika Serikat juga menjadi sorotan. Laporan mingguan dari perusahaan jasa energi Baker Hughes menunjukkan bahwa jumlah rig minyak dan gas alam yang beroperasi di AS terus menurun. Pada pekan lalu, jumlah rig turun satu menjadi 585, menandai penurunan untuk keempat kalinya dalam lima pekan terakhir. Penurunan ini menunjukkan bahwa produksi minyak di AS sedikit terkendala, yang bisa menjadi faktor pendorong kenaikan harga minyak jika terus berlanjut.

 

 

KOMENTAR