Harga Minyak Dunia Naik Tipis di Tengah Pelemahan Dolar

Jakarta, Inakoran
Harga minyak dunia mengalami kenaikan tipis pada perdagangan Selasa (11/3), terdorong oleh pelemahan dolar AS. Namun, kenaikan ini dibatasi oleh meningkatnya kekhawatiran terkait perlambatan ekonomi AS serta dampak kebijakan tarif terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Harga minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman Mei 2025 naik 28 sen atau 0,4% menjadi US$ 69,56 per barel, setelah sebelumnya sempat anjlok ke level terendah US$ 68,63 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman April 2025 naik 22 sen atau 0,3% ke US$ 66,25 per barel setelah mengalami penurunan di awal perdagangan.
Pelemahan indeks dolar ke titik terendah dalam empat bulan menjadi faktor utama yang membuat minyak lebih murah bagi pembeli luar negeri. Meski demikian, tekanan terhadap harga minyak masih kuat akibat penurunan tajam di pasar saham AS, dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq mengalami penurunan harian terbesar dalam beberapa bulan terakhir.
BACA JUGA:
Harga Emas Antam Naik Rp 23.000: Rabu (12/3/2025)
Rekomendasi Saham Pilihan: Rabu (12/3/2025)
Harga Minyak Dunia Anjlok: Imbas Perlambatan Ekonomi AS dan China
Harga Minyak Dunia Turun: Usai Trump Tunda Penerapan Tarif
Dampak Kebijakan Tarif AS
Harga minyak sempat memangkas kenaikannya setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif tambahan 25% pada semua impor baja dan aluminium dari Kanada, sehingga total tarif menjadi 50%. Langkah ini memperburuk ketidakpastian di pasar global, mengingat kebijakan proteksionis Trump sebelumnya telah mengguncang pasar dan memicu reaksi balasan dari negara mitra dagang, termasuk China.
"Drama semacam itu menambah volatilitas di sini," ujar Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Selain itu, Trump juga menyinggung kemungkinan "periode transisi" dan tidak menutup kemungkinan terjadinya resesi di AS, yang semakin menambah ketidakpastian bagi investor.
Di tengah gejolak pasar, produksi minyak mentah AS diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi tahun ini, dengan rata-rata 13,61 juta barel per hari menurut laporan Badan Informasi Energi AS (EIA). Sementara itu, investor menunggu data inflasi AS yang akan dirilis pada hari Rabu untuk mencari petunjuk mengenai arah suku bunga.
Dari sisi pasokan global, OPEC+ telah mengumumkan rencana peningkatan produksi pada bulan April. Namun, dengan harga minyak yang masih berfluktuasi, analis memperkirakan bahwa OPEC+ dapat menyesuaikan kebijakan produksinya berdasarkan kondisi pasar.
Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, menyatakan bahwa meskipun peningkatan produksi akan berlanjut pada bulan April, OPEC+ mungkin mempertimbangkan opsi lain, termasuk pengurangan produksi jika harga terus melemah.
"Jika harga minyak jatuh di bawah angka US$ 70 per barel untuk jangka waktu lama, kami memperkirakan OPEC+ akan menghentikan sementara rencana peningkatan produksi. Selain itu, mereka juga akan mencermati kebijakan Trump terhadap Iran dan Venezuela," kata Suvro Sarkar dari DBS Bank.
Di AS, stok minyak mentah mengalami peningkatan sebesar 4,2 juta barel dalam pekan yang berakhir pada 7 Maret, berdasarkan laporan American Petroleum Institute (API). Data resmi dari pemerintah AS yang akan dirilis pada hari Rabu diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang kondisi pasokan minyak di pasar.
KOMENTAR