Harga Minyak Global Anjlok 3%: Dampak  Produksi OPEC+

Sifi Masdi

Thursday, 24-04-2025 | 11:11 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak global mencatat penurunan tajam sekitar 3% pada Rabu (23/4/2025), setelah muncul laporan bahwa kelompok produsen minyak OPEC+ mempertimbangkan percepatan peningkatan produksi pada bulan Juni. Namun, pelemahan harga tersebut sebagian tertahan oleh sentimen positif dari potensi pelonggaran tarif impor oleh Amerika Serikat terhadap China.

 

Minyak mentah Brent berjangka turun US$ 1,92 atau 2,85%, menjadi US$ 65,52 per barel pada pukul 13.42 waktu setempat. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) milik AS merosot US$ 1,99 atau 3,13%, ke posisi US$ 61,68 per barel.

 

Penurunan harga ini dipicu oleh kabar dari tiga sumber Reuters yang menyebutkan bahwa beberapa anggota OPEC+ akan mengusulkan percepatan peningkatan produksi untuk bulan kedua berturut-turut. Usulan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antaranggota terkait kepatuhan terhadap kuota produksi yang telah disepakati.

 

Analis Price Futures Group, Phil Flynn, menyatakan bahwa langkah ini dapat mencerminkan melemahnya kohesi internal OPEC. “Mungkin mereka sudah lelah terus-menerus menahan peningkatan produksi,” ujarnya.

 

Sebelum laporan ini mencuat, harga Brent sempat menyentuh level tertinggi dalam hampir tiga pekan, yakni US$ 68,65 per barel. Namun setelah informasi tersebut tersebar, harga Brent dan WTI kompak turun lebih dari US$ 2.

 


 

BACA JUGA:

Harga Emas Antam Turun Rp 22.000 per Gram: Kamis (24/4/2025)

IHSG Dibuka Menguat 0,44% ke Level 6.663,57: Kamis (24/4/2025)

Harga Minyak Mentah Dunia Kembali Rebound: Selasa (22/4/2025)

 


 

Meski begitu, pasar mencatat sedikit pemulihan pada sesi sore. Hal ini terjadi setelah Menteri Energi Kazakhstan, Erlan Akkenzhenov, menyampaikan komitmen negaranya terhadap kesepakatan OPEC+ dan kesiapan untuk mencari solusi bersama dalam pengelolaan produksi. Sebelumnya, Kazakhstan sempat menuai kritik karena memproduksi minyak melebihi kuota yang telah ditetapkan, memicu ketegangan internal di OPEC+.

 

Dari sisi pasokan, Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan kenaikan persediaan minyak mentah sebesar 244.000 barel, menjadi total 443,1 juta barel untuk pekan yang berakhir pada 18 April 2025. Angka ini kontras dengan ekspektasi penurunan sebesar 770.000 barel berdasarkan jajak pendapat Reuters. Meski demikian, stok bensin dan sulingan tercatat menurun lebih besar dari perkiraan.

 

Faktor eksternal lain yang memengaruhi harga adalah dinamika hubungan dagang AS-China. Pemerintahan Presiden Donald Trump dikabarkan sedang mempertimbangkan penurunan tarif impor terhadap barang-barang China menjelang pembicaraan lanjutan dengan Beijing. Menurut laporan Wall Street Journal, tarif tersebut bisa dikurangi hingga kisaran 50% hingga 65%, berdasarkan sumber dari Gedung Putih.

 

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menekankan bahwa tarif yang terlalu tinggi harus diturunkan agar dialog dagang dapat berlanjut. Di waktu yang sama, Trump juga disebut menarik kembali ancaman pemecatan terhadap Ketua Federal Reserve Jerome Powell, yang sebelumnya ia kritik terkait kebijakan suku bunga. Langkah ini turut meredakan kekhawatiran pasar akan ketidakstabilan ekonomi AS.

 

Sementara itu, ketegangan geopolitik meningkat setelah AS menjatuhkan sanksi baru terhadap seorang tokoh pelayaran asal Iran, yang dituduh mengelola jaringan distribusi gas minyak cair dan minyak mentah senilai ratusan juta dolar.

 

 

 

 

 

KOMENTAR