Harga Minyak Mentah Dunia Kembali Rebound: Selasa (22/4/2025)

Sifi Masdi

Tuesday, 22-04-2025 | 11:16 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]


 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak mentah dunia kembali menguat pada perdagangan Selasa (22/4), setelah sempat melemah pada hari sebelumnya. Rebound ini didorong oleh aksi investor yang menutup posisi short, memanfaatkan penurunan harga sebelumnya. Namun, penguatan tersebut terjadi di tengah kekhawatiran pasar terhadap prospek ekonomi global dan berbagai sentimen negatif lainnya yang masih membayangi.

 

Mengutip laporan Reuters, harga minyak mentah Brent berjangka naik sebesar 51 sen atau 0,8%, menjadi US$ 66,77 per barel pada pukul 00.45 GMT. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat juga mengalami kenaikan serupa, yakni 51 sen atau 0,8%, menjadi US$ 63,59 per barel.

 

Meski demikian, menurut Founder Traderindo, Wahyu Laksono, penguatan ini belum mencerminkan pemulihan yang solid. Ia menilai bahwa pergerakan harga minyak masih cenderung lemah karena sejumlah tekanan global yang belum mereda.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Antam Melonjak Rp 36.000 : Selasa (22/4/2025)

Harga Minyak Mentah Turun Lebih dari 1%: Senin (21/4/2025)

IHSG Dibuka Melemah 0,15% ke Level 6.435,98


 

Tiga Faktor Penekan Harga Minyak

1. Ketegangan Perdagangan AS–China

Salah satu faktor utama yang menekan harga minyak adalah perang tarif antara Amerika Serikat dan China yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Meskipun sempat ada angin segar dari penundaan tarif, aksi balas-membalas justru kembali memanas. China bahkan mengancam akan mengambil tindakan tegas terhadap negara-negara yang menjalin kesepakatan dagang dengan AS jika dinilai merugikan kepentingan nasionalnya.

 

Ketegangan ini menambah ketidakpastian dalam perekonomian global. Wahyu mencermati bahwa konflik dagang berkepanjangan bisa memicu perlambatan ekonomi dunia, yang pada akhirnya akan menurunkan permintaan energi, termasuk minyak mentah.

 

2. Lonjakan Pasokan Minyak

Selain dari sisi permintaan, tekanan juga datang dari sisi pasokan. Data terbaru menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah di Amerika Serikat lebih tinggi dari perkiraan. Kelebihan pasokan ini berpotensi menekan harga lebih lanjut.

 

Di sisi lain, diskusi nuklir antara AS dan Iran menunjukkan sinyal positif. Jika tercapai kesepakatan, pasokan minyak dari Iran bisa kembali mengalir ke pasar global. Ditambah lagi, adanya rencana gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina turut meredakan kekhawatiran pasar akan gangguan pasokan dari kawasan Eropa Timur.

 

3. Data Ekonomi Global yang Lemah

Faktor lain yang tak kalah penting adalah data ekonomi global yang menunjukkan perlambatan. Beberapa negara mencatatkan kinerja ekonomi yang kurang menggembirakan, yang mengindikasikan potensi penurunan permintaan energi secara keseluruhan.

“Jika pertumbuhan ekonomi melambat, permintaan minyak juga akan turun, dan ini bisa memicu koreksi harga yang lebih dalam,” jelas Wahyu.

 

Untuk jangka pendek, Wahyu memperkirakan harga minyak WTI masih berpotensi rebound dalam rentang US$ 62 hingga US$ 66 per barel. Namun untuk jangka menengah hingga akhir tahun, ia menilai potensi pelemahan masih terbuka lebar, dengan kisaran harga yang diproyeksikan berada di antara US$ 40 hingga US$ 70 per barel.

 


 

KOMENTAR