Harga Minyak Global Menguat: Dampak Sanksi Baru Terhadap Rusia

Jakarta, Inakoran
Harga minyak mentah dunia kembali menguat pada awal perdagangan Senin (15/9/2025), didorong ketegangan geopolitik setelah Amerika Serikat mengancam akan menjatuhkan sanksi lebih keras terhadap Rusia. Meski demikian, pasar tetap dibayangi prospek kelebihan pasokan pada akhir tahun ini.
Mengutip Bloomberg, harga minyak berjangka Brent kontrak November 2025 naik 0,21% ke level US$67,13 per barel pada pukul 07.53 WIB. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kontrak Oktober menguat 0,26% ke US$62,85 per barel.
Presiden AS Donald Trump kembali mendesak negara-negara Eropa menghentikan impor minyak dari Rusia. Ia bahkan menyatakan siap memberlakukan sanksi besar terhadap pasokan minyak Rusia—anggota utama OPEC+—dengan catatan negara-negara NATO memberikan dukungan penuh.
Meskipun sebagian besar negara Eropa sudah mengurangi atau menghentikan impor minyak Rusia, beberapa anggota NATO seperti Hungaria dan Turki masih mempertahankan hubungan dagang energi dengan Moskow.
BACA JUGA:
IHSG Dibuka Menguat ke Level 7.905
Harga Emas Melemah, Dampak Penguatan Dolar AS
Gudang Garam (GGRM) Buka Suara Soal Cukai Rokok Yang Melambung
AS juga tengah mendorong negara-negara G7 untuk menerapkan tarif hingga 100% terhadap China dan India, menyusul sikap kedua negara tersebut yang tetap membeli minyak Rusia.
Selain tekanan diplomatik, ketegangan geopolitik turut memicu kekhawatiran pasar. Serangan Israel ke Qatar pekan lalu serta rentetan serangan Ukraina terhadap kilang dan pelabuhan minyak Rusia membuat harga minyak kian bergejolak.
Akhir pekan lalu, serangan drone dilaporkan menghantam fasilitas Kinef milik Surgutneftegas—salah satu kilang terbesar Rusia dengan kapasitas lebih dari 20 juta ton per tahun.
Vandana Hari, analis energi sekaligus pendiri Vanda Insights, menyebut kondisi buntu di Ukraina menjadi faktor dominan bagi harga minyak.
“Risiko jangka pendek lebih condong ke arah kenaikan harga akibat kemungkinan sanksi baru maupun serangan lanjutan terhadap infrastruktur ekspor Rusia,” ujarnya.
Dalam satu bulan terakhir, harga minyak hanya bergerak di kisaran kurang dari US$5 per barel. Gejolak geopolitik kerap terbentur dengan faktor fundamental yang cenderung melemah. Hedge fund bahkan memangkas posisi beli mereka terhadap minyak AS ke titik terendah dalam sejarah.
Dari sisi suplai, OPEC+ mulai melonggarkan pemangkasan produksi lebih cepat dari jadwal. Badan Energi Internasional (IEA) pun memperkirakan surplus pasokan terbesar akan terjadi tahun depan.
“Ekspektasi surplus menekan harga, namun hanya jika berita dari Ukraina mereda,” tambah Vandana Hari.
KOMENTAR