Jaga Rupiah dan Pertumbuhan Ekonomi PR Berat Bagi Pemerintah

Inakoran

Sunday, 13-05-2018 | 20:15 pm

MDN
Ilustrasi mata uang rupiah [ist]

Jakarta, Inako

Era suku bunga murah segera berakhir. Ini adalah konsekuensi dari upaya memulihkan nilai rupiah yang akan dilakukan otoritas moneter, Bank Indonesia (BI), dengan menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Days Reverse Repo Rate (7DRRR).

Sinyal kenaikan suku bunga acuan semakin terang setelah BI menegaskan, tidak menutup peluang menaikkan suku bunga BI 7-DRRR dalam rangka stabilisasi. Gubernur BI Agus Martowardojo menandaskan, BI memiliki ruang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga acuan.

"BI juga akan konsisten mendorong berjalannya mekanisme pasar secara efektif dan efisien sehingga ketersediaan likuiditas baik di pasar valuta asing dan pasar uang tetap terjaga dengan baik," ujarnya, Jumat (11/5).

Namun kenaikan bunga acuan ini dikhawatirkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi tahun ini. Jika bunga acuan naik, perbankan akan menaikkan bunga kredit.

Efek selanjutnya industri sektor riil akan mengerem kredit untuk membiayai ekspansi bisnis demi mengurangi beban bunga. Pada gilirannya, ekonomi lesu karena industri   di sektor riil menahan ekspansi, serta penyerapan tenaga kerja berkurang.

Padahal, ekonomi Indonesia sedang membutuhkan dorongan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Apalagi di triwulan pertama 2018, pertumbuhan ekonomi hanya 5,06% dan di bawah harapan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, agar pertumbuhan ekonomi tidak terganggu, pemerintah akan menjaga pelaksanaan APBN sehingga bisa menjadi pilar stabilitas.

"Agar dalam kondisi dinamis dan bergejolak, kita mampu memberikan kepercayaan ke masyarakat, pelaku usaha, dan pasar," ujar Sri Mulyani.

Selain menjaga kinerja APBN, Menkeu menambahkan, pemerintah juga akan mendorong investasi dan ekspor. Kedua komponen ini mencatat pertumbuhan yang baik di kuartal pertama lalu. Investasi tumbuh 7,95% dan ekspor tumbuh 6,17%.

 

 

KOMENTAR