Kebijakan TKN Hambat Pengembangan Energi Surya di Tanah Air

Sifi Masdi

Monday, 20-05-2024 | 15:52 pm

MDN
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Indonesia, negara tropis yang dianugerahi sinar matahari sepanjang tahun, memiliki potensi besar untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Namun, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang ada saat ini dinilai oleh banyak pihak sebagai hambatan bagi investasi PLTS di dalam negeri.

 

Ketua Indonesian Center for Renewable Energy Studies (ICRES), Surya Darma, mengungkapkan bahwa investasi dalam pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia terkesan stagnan. Padahal, PLTS diharapkan berkontribusi sekitar 7 GW pada tahun 2025 sesuai target dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN). Namun, kenyataannya, PLTS terpasang baru hanya sekitar 200an MW, masih sangat jauh dari harapan.

 

Salah satu permasalahan utama adalah Indonesia belum memiliki industri yang mendukung pemenuhan TKDN dalam PLTS. Saat ini, hanya ada satu pabrikan di Indonesia yang mampu memproduksi modul surya berkapasitas 560 watt-peak, sedangkan mayoritas pabrikan lainnya hanya mampu memproduksi modul surya berkapasitas 450 watt-peak.

 


 

BACA JUGA: 

Saham Termahal dari Grup Sinar Mas Lakukan Stock Split 1:10

Rekomendasi Saham yang Berpotensi Cuan Pekan Ini 

Rupiah Melemah Tipis: Berada di Posisi Rp 15.961/US$ 

Pabrik Petrokimia Milik Prajogo Pangestu Ditutup Sementara: Apa Penyebabnya?

 


 

Akibatnya, harga modul surya buatan dalam negeri lebih mahal sekitar 30%-45% dibandingkan dengan produk impor. Hal ini tentunya menjadi hambatan bagi investor yang ingin membangun PLTS di Indonesia.

 

 

 

Peraturan Menteri Perindustrian yang berlaku sejak 1 Januari 2019 menyebutkan bahwa nilai TKDN untuk modul surya minimal 60%. Peraturan ini kemudian diubah pada tahun 2023, di mana nilai TKDN barang minimal untuk modul surya tetap 60% mulai 1 Januari 2025.

 

Kebijakan ini mendapat keluhan dari industri PLTS dalam negeri. Menurut Surya, Kementerian ESDM sebetulnya pernah mengusulkan penurunan ketentuan TKDN modul surya untuk PLTS menjadi 40% untuk memberikan keleluasaan bagi investor dalam membangun fasilitas tersebut di dalam negeri.

 

Selain itu, banyak pihak yang menyarankan agar pemerintah melakukan moratorium pemberlakuan kebijakan TKDN untuk proyek-proyek PLTS, paling tidak hingga akhir tahun 2025. Ketentuan TKDN tersebut dinilai menghambat investasi dan kepastian pembiayaan dari lembaga keuangan internasional.

 

“Dengan adanya moratorium diharapkan akan memberikan akses lebih luas untuk pendanaan dari lembaga internasional dan menciptakan pasar menarik bagi investasi di sisi hulu,” ungkap Surya.

 

Jika benar ada upaya mencabut pemberlakuan ketentuan TKDN tersebut, ini akan menjadi kabar gembira bagi kalangan industri dan investor PLTS. Paling tidak, satu di antara penghambat peningkatan pembangunan industri PLTS telah bisa diselesaikan. Namun, pertanyaannya adalah, apakah pemerintah akan mengambil langkah tersebut? Hanya waktu yang akan menjawab.


 

KOMENTAR