Kegiatan Belajar Mengajar Masa Tanggap Darurat Covid-19

Hila Bame

Sunday, 29-03-2020 | 18:08 pm

MDN

 

Oleh Agus Surono

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia/Senior Partner SSP, Law Firm/Staf Ahli Dewan BLU-PPK Kemayoran

 

Jakarta, Inako

 

Salah satu tujuan bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat Pembukaan UUD 1945 tersebut selanjutnya diimplementasikan dalam undang-undang pendidikan, dimana setiap warga negara Indonesia wajib mendapatkan pendidikan 9 tahun dari Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas dan dilanjutkan ke tingkat Perguruan Tinggi. Sistem pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi biasanya menggunakan interaksi/tatap muka antara tenaga pendidik dengan siswa ataupun dengan mahasiswanya. Semenjak adanya wabah penyakit Covid-19, proses pembelajaran menggunakan virtual dengan Program Jarak Jauh atau daring atau ada juga yang menyebutkan dengan KBM secara E-Learning.

Sejak Indonesia telah dinyatakan positif beberapa warga negaranya terkena Covid-19, maka sebagai upaya antisipasi dalam penyebaran Covid-19 yang lebih luas pada lembaga pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan 2 (dua) surat edaran yaitu Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020, tentang Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19) Pada Satuan Pendidikan dan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020, tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid- 19), yang kemudian serentak diikuti oleh berbagai Perguruan Tinggi menerbitkan Surat Edaran dalam menghadapi kebijakan penyelenggaraan pendidikan di masing-masing perguruan tinggi sebagai upaya mengurangi peredaran penyebaran Covid-19 di lingkungan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.

 

BACA JUGA: Prof. Dr. Agus Surono: Hukum Pidana  Upaya Terakhir Selesaikan Konflik Lingkungan Hidup

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas terdapat beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan KBM dilingkungan perguruan tinggi pada masa tanggap darurat Covid-19 ini yang meliputi antara lain sebagai berikut:

Pertama, metode belajar mandiri apakah yang dapat diterapkan oleh perguruan tinggi dalam menghadapi masa tanggap darurat Covid-19 ini? Kedua, apakah e-learning yang saat ini hanya sekedar menggunakan zoom/Whatsup/email sudah dapat dikualifikasi sebagai metode pembelajaran secara Daring sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan? Ketiga, bagaimanakah seharusnya pemerintah melaksanakan kebijakan PJJ sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan?

Selanjutnya akan diuraikan tentang apa yang dimaksud dengan Kegiatan Belajar Mengajar. Pengertian KBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 UU No. 12 Tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi, dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi mahasiswa dengan dosen dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Pasal 11, interaksi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam pembelajaran, pencarian kebenaran ilmiah, penguasaan dan/atau pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta pengembangan Perguruan Tinggi sebagai lembaga ilmiah.

BACA JUGA: Dr. Ibnu Gunawan: Kita Harus Optimis Covid-19 Bisa Kita Taklukkan

Bentuk Kegiatan Belajar Mengajar ada di dalam kelas maupun di luar kelas, secara offline dan online/daring. Pembelajaran dengan metode offline biasanya dilakukan di dalam kelas, sedangkan metode online/daring dilakukan di luar kelas. Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoensia Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Pendidikan Jarak Jauh pada Pendidikan Tinggi mulai diberlakukan PJJ di seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia dengan syarat yang sudah ditentukan.

Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain. Mengenai PJJ diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa:

 

  1. Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
  2. Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
  3. Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
  4. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

 

Selanjutnya dalam Pasal 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tenang Pendidikan Tinggi, dinyatakan bahwa:

(1)   Pendidikan jarak jauh merupakan proses belajar mengajar yang dilakukan secara jarak jauh melalui penggunaan berbagai media komunikasi.

(2)   Pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:

a.    memberikan layanan Pendidikan Tinggi kepada kelompok Masyarakat yang tidak dapat mengikuti Pendidikan secara tatap muka atau reguler; dan

b.    memperluas akses serta mempermudah layanan Pendidikan Tinggi dalam Pendidikan dan pembelajaran.

(3)   Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.

 

Terkait dengan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri,  Dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin  Perguruan Tinggi Swasta. Selanjutnya akan diuraikan mengenai PJJ secara lebih detail lagi. PJJ mempunyai karakteristik antara lain: terbuka, belajar mandiri, belajar di mana dan kapan saja, dan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (Pasal 42 ayat (1)). Selain mempunyai karakteristik sebagaimana tersebut dalam Pasal 42 ayat (1), PJJ merupakan pembelajaran yang diselenggarakan secara fleksibel dalam hal: cara penyampaian, waktu penyelesaian program, lintas satuan, jalur dan jenis pendidikan (multi entry multi exit system), tanpa membatasi kewarganegaraan dan usia, tempat dan cara belajar, dan masa penilaian hasil belajar (Pasal 42 ayat (2)). Belajar mandiri merupakan proses, porsi, dan kendali belajar lebih banyak ditentukan oleh Mahasiswa sesuai dengan kondisi dan kecepatan belajar masing-masing. Belajar di mana dan kapan saja merupakan keluwesan sebagai konsekuensi dari PJJ yang memiliki karakteristik terbuka dan belajar mandiri. Berbasis teknologi informasi dan komunikasi merupakan keharusan bagi PJJ untuk menerapkan teknologi informasi dan komunikasi secara tepat guna untuk memfasilitasi komunikasi dan interaksi pembelajaran antara Pendidik pada PJJ dan Mahasiswa. Berdasarkan uraian sebagaimana dalam Pasal 42 Permendikbud No. 7 Tahun 2020 tersebut diatas, maka barulah dikatakan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh, sebaliknya apabila pembelajaran yang hanya menggunakan satu cara saja/atau metode zoom yang selama ini dianggap sebagai e-learning dan tidak memenuhi unsur-unsur sebagaimana diuraikan dalam ketentuan Pasal 42 diatas, maka pembelajaran tersebut belumlah dapat dikatakan telah menyelenggaran pendidikan jarak jauh (PJJ).

BACA JUGA: Kembali ke Jati Diri Gotong Royong Hadapi Corona

 

PJJ dapat diselenggarakan dalam bentuk: mata kuliah, Program Studi; atau Perguruan Tinggi (Pasal 43 ayat (1)). Selanjutnya PJJ dalam bentuk mata kuliah yang merupakan penyelenggaraan PJJ pada mata kuliah dalam suatu Program Studi yang memiliki izin Menteri. Penyelenggaraan PJJ dalam bentuk mata kuliah diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi berdasarkan izin pemimpin Perguruan Tinggi setelah memperoleh pertimbangan senat, yang pada saat ini lebih dikenal dengan blanded learning yang tidak memerlukan izin tersendiri dari Menteri. PJJ dalam bentuk mata kuliah yang diselenggarakan secara nasional dalam sistem pembelajaran daring harus memperoleh izin direktur jenderal terkait sesuai dengan kewenangannya.  PJJ dalam bentuk Program Studi merupakan penyelenggaraan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah mata kuliah dan/atau beban studi dalam kurikulum Program Studi tatap muka yang memiliki izin Menteri. PJJ dalam bentuk Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mengalihkreditkan mata kuliah daring dari Perguruan Tinggi lain, Program Studi lain, atau lembaga pendidikan lain yang bersertifikat dan memiliki izin paling banyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah mata kuliah atau beban studi dalam kurikulum Program Studi PJJ yang memiliki izin Menteri.

 

BACA JUGA: Kepanikan Corona Menghantamnya lebih dulu Dan Persimpangan Jalan Ketika kebosanan Mulai Muncul.

Capaian pembelajaran dalam Program Studi PJJ sama dengan capaian pembelajaran pada Program Studi yang diselenggarakan dalam bentuk tatap muka.  Beban studi minimum dalam Program Studi PJJ sama dengan beban studi minimum pada Program Studi tatap muka.  Perguruan Tinggi penyelenggara PJJ dapat mengakui perolehan kredit Mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi melalui alih kredit dan rekognisi pembelajaran lampau sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pembelajaran dalam Program Studi PJJ diselenggarakan dengan:

        1. belajar secara mandiri, terstruktur, dan terbimbing dengan menggunakan berbagai Sumber Belajar;
        2. memanfaatkan Sumber Belajar yang berada pada tempat yang terjangkau oleh Mahasiswa; 
        3. menggunakan Bahan Ajar dalam bentuk digital yang dikombinasikan dengan Bahan Ajar lain dalam beragam bentuk, format, media, dan sumber; 
        4. memanfaatkan media pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagai Sumber Belajar yang dapat diakses setiap saat dari mana saja; dan 
        5. interaksi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi meskipun tetap memungkinkan adanya pembelajaran tatap muka secara terbatas.

Sama seperti system pembelajaran pada umumnya yang dilakukan secara konvensional/tatap muka, dalam pebelajaran melalui PJJ, pencapaian akhir pembelajaran pada Program Studi PJJ dibuktikan dengan skripsi, tesis, disertasi, tugas akhir, atau karya desain/seni/bentuk lain yang disusun dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah sesuai dengan jenjang program Pendidikan Tinggi. Perguruan tinggi penyelenggara PJJ menjamin terlaksananya proses pembimbingan dan ujian pencapaian akhir pembelajaran dengan bukti yang transparan dan akuntabel.

Dalam penyelenggaraan pembelajaran melalui system PJJ, sangat ditentukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik pada PJJ merupakan Dosen, Tutor, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya dan berperan serta dalam menyelenggarakan PJJ.

Pendidik pada PJJ memiliki fungsi sebagai: perancang pembelajaran, penyusun dan/atau pengembang Bahan Ajar dan media, produser Bahan Ajar dan media, penulis soal, tugas, dan/atau evaluasi hasil belajar, pengampu dan pengelola mata kuliah, Tutor pada proses pembelajaran, pembimbing praktik dan/atau tugas akhir; dan/atau penguji.  Sedangkan tenaga kependidikan berfungsi sebagai: pengelola di perguruan tinggi penyelenggara PJJ, administrator ujian, laboran dan/atau teknisi, pranata teknologi informasi dan komunikasi, pranata teknologi pendidikan, dan penyedia layanan Sumber Belajar.

Dalam penyelenggaraan sistem pembelajaran PJJ di sebuah perguruan tinggi sekurang-kurangnya organisasi penyelenggara PJJ paling sedikit terdiri atas:

    1. unit pengelola PJJ di tingkat perguruan tinggi memberikan layanan pengelolaan PJJ kepada Program Studi yang menyelenggarakan PJJ di Perguruan Tinggi tersebut;
    2. unit layanan administrasi akademik;
    3. unit layanan pengembangan Bahan Ajar dan media; 
    4. unit teknologi informasi dan komunikasi; 
    5. unit layanan Bantuan Belajar;
    6. unit pengujian; dan
    7. PBJJ.

Unit pengelola PJJ di tingkat Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud diatas memiliki paling sedikit 5 (lima) orang Dosen yang berfungsi untuk mengelola PJJ dari aspek kurikulum dan Bahan Ajar, layanan Bantuan Belajar bagi Mahasiswa, ujian dan evaluasi, serta administrasi akademik.

            Keberhasilan penyelenggaraan system pembelajaran PJJ harus didukung sarana dan prasarana yang memadai. Adapun sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh Perguruan Tinggi penyelenggara PJJ yaitu: 

        1. memiliki dan mengembangkan sistem pengelolaan dan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi; 
        2. memiliki sumber daya atau akses terhadap sumber daya untuk menyelenggarakan interaksi pembelajaran secara intensif; 
        3. mengembangkan Sumber Belajar berbasis teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi; 
        4. memiliki sumber daya atau akses terhadap sumber daya praktik dan/atau praktikum bagi Mahasiswa untuk melaksanakan praktik dan/atau praktikum;
        5. memiliki akses terhadap fasilitas pemantapan pengalaman lapangan bagi Mahasiswa; dan
        6. memiliki PBJJ yang bertujuan memberikan dan atau menyediakan akses layanan Bantuan Belajar bagi Mahasiswa.

Penyediaan sumber daya, fasilitas, dan PBJJ sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan oleh perguruan tinggi penyelenggara PJJ melalui kerja sama dengan Perguruan Tinggi penyelenggara pembelajaran tatap muka atau lembaga, instansi, industri, dan pihak lain yang memiliki fasilitas yang memadai di tempat yang terjangkau oleh Mahasiswa. PBJJ sebagaimana dimaksud diatas antara lain: 

        1. memfasilitasi pembelajaran dalam bentuk tutorial bagi Mahasiswa yang terdaftar pada Program Studi PJJ sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh Perguruan Tinggi penyelenggara PJJ; 
        2. menyediakan Bantuan Belajar atau akses terhadap Bantuan Belajar bagi Mahasiswa yang terdaftar pada Program Studi PJJ untuk membantu kelancaran proses belajar Mahasiswa berupa pelayanan akademik dan nonakademik sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh Perguruan Tinggi penyelenggara PJJ; 
        3. menyediakan bantuan penyelenggaraan evaluasi pembelajaran bagi Mahasiswa yang terdaftar pada perguruan tinggi penyelenggara PJJ sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh Perguruan Tinggi penyelenggara PJJ; dan 
        4. bekerja sama dengan pihak terkait untuk menjamin penyediaan Bantuan Belajar dan penyelenggaraan proses pembelajaran sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh Perguruan Tinggi penyelenggara PJJ.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa perkuliahan pengganti tatap muka yang dilakukan baik dengan menggunakan metode zoom, Whatsup (WA), email, dan lainnya yang hanya menggantikan tatap muka sementara dalam masa tanggap darurat belumlah dapat dikualifikasi sebagai metode pembelajaran jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri  Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri,  Dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin  Perguruan Tinggi Swasta. Namun demikian kedepan PJJ dan Blended Learning untuk sementara ini merupakan solusi Kegiatan Belajar dan Mengajar yang cocok untuk mengatasi penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia. Dengan adanya PJJ dan Blended Learning, Capaian Pembelajaran yang sudah ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi bisa tercapai dengan maksimal.

Namun demikian mengingat beberapa persyaratan yang cukup menyulitkan Perguruan Tinggi yang akan menyelenggarakan pembelajaran PJJ Program Studi yang memerlukan izin tersendiri sebagai program studi PJJ, maka hendaknya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan kemudahan dalam proses perizinannya, sehingga dapat memberikan kemudahan dan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk dapat memperoleh pendidikannya melalui metode pembelajaran PJJ ini.

BACA JUGA: Daging Merah Panggang Itu Nikmat & Enak, Tetapi Ini Bahayanya

KOMENTAR