LGBT Dituding Sebagai Pemicu Utama Kasus HIV/AIDS di Sumbar

Inakoran

Tuesday, 24-04-2018 | 23:18 pm

MDN
Ilustrasi [ist]

Padang, Inako –



Perilaku menyimpang yang yang dilakukan para penyandang lesbian gay biseksual transgender (LGBT) dinilai sebagai faktor pemicu utama maraknya kasus HIV/AIDS di wilayah Sumatera Barat saat ini.

Kesimpulan itu didapat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Perhimpunan Konselor VCT dan HIV AIDS Indonesia di Sumatera Barat baru-baru ini.

Menurut hasil penelitian lembaga itu, hubungan seksual antara sesama laki-laki menjadi pemicu HIV tertinggi di daerah itu.

"Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Kesehatan terdapat 10.376 kasus HIV baru pada periode Januari sampai Maret 2018 dengan persentasi lelaki suka lelaki sebesar 28 persen," kata konselor Perhimpunan Konselor VCT dan HIV AIDS Indonesia, Sumbar Khaterina Welong di Padang, Senin (23/4/2018).

Ia menyampaikan hal itu pada fokus grup diskusi dihadiri Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, Ketua Majelis Ulama Sumbar Gusrizal Gazahar dan pemangku kepentingan terkait.

Menurutnya jika dilihat dari kelompok umur maka penderita AIDS tertinggi ada pada rentang usia 20 sampai 29 tahun sebanyak 29,3 persen.

"Artinya yang terinfeksi HIV adalah mereka yang melakukan perbuatan berisiko 10 tahun sebelumnya atau pada usia 10 tahun hingga 19 tahun," katanya.

Ia memperkirakan saat ini jumlah lelaki penyuka sesama jenis di Sumbar 14.469 orang, jumlah waria 2.501 orang dengan perkiraan pelanggan 2,5 kali lipat.

"Artinya kalau pelanggan waria adalah bapak-bapak maka masuk kategori laki-laki suka laki-laki dengan demikian total pria penyuka sesama jenis diperkirakan mencapai 20 ribu orang," kata dia.

Lebih lanjut, Khaterina menyampaikan data jumlah lelaki penyuka sesama jenis di Sumbar  pada tahun 2016. Ia menyebutkan Padang sebagai daerah paling banyak, mencapai 5.267 orang, disusul Kabupaten Agam 903 orang , Kabupaten Pesisir Selatan 882 orang , Kabupaten Pasaman Barat 870 orang, Kabupaten Padang Pariaman 705 orang dan Kabupaten Solok 716 orang.

Ia menyampaikan salah satu penyebab fenomena ini karena terjadinya krisis karakter di keluarga, sekolah dan masyarakat.

 

 

KOMENTAR