Megawati Itu Jenaka dan Membentak

Hila Bame

Monday, 24-01-2022 | 14:40 pm

MDN
Megawati Sukarno (ist)

 

 

Oleh : Joseph Osdar

 

JAKARTA, INAKORAN

MINGGU 22 Januari 2022, Presiden RI ke-5 (23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004), Megawati Soekarnoputri merayakan ulang tahun ke-75. Satu hari sebelumnya, saya bersama teman-teman dari kelompok pusat kajian Hang Lekir, bertemu dengan Wakil Presiden RI 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla di kediamannya di Kebayoran Baru Jakarta. Pak JK sedikit menyinggung nama Megawati.


Sebelum menuliskan lebih lanjut apa yang dikatakan JK tentang Mega, saya mengemukakan dulu sekelumit sosok Mega.

Saya pilih apa yang pernah ditulis oleh budayawan Garin Nugroho dalam bukunya berjudul “Negara Melodrama” terbitan 2019. Di bawah subjudul “Megawati Itu Lucu” (halaman 79). Judul ini saya ubah jadi “Megawati itu jenaka dan membentak” untuk judul tulisan saya. Alkisah, kata Garin, ketika merayakan ulang tahunnya di Semarang, Jawa Tengah, Mega naik beca.

Sang pengemudi beca, berperawakan pendek dan kurus, sementara beca di Semarang besar dan tinggi. Ketika mengayuh beca, kaki tukang beca hanya bisa menyentuh pedal pengayuh. Sementara suasana hiruk pikuk massa Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan menyambut Mega dengan pekik “merdeka”.

Pekikan membahana. Bapak tukang beca yang simpatisan PDI Perjuangan ikut mengacungkan tangan ke atas seraya berteriak “merdeka, merdeka”, berganti tangan kanan dan kiri, melepaskan kemudi sambil terus mengayuh becanya.

Alhasil, beca yang ditumpangi Megawati berjalan serong ke kanan dan ke kiri, seperti beca mabuk. Megawati minta sang pengemudi beca untuk tidak usah mengancungkan tangannya dan melepaskan kemudi becanya.

Tapi si tukang beca malah menegur dan menasehati Megawati tentang semangat kemerdekaan ala Bung Karno, sambil terus mengayuhkan becanya dengan mengacung-acungkan tangan ke atas dan berteriak “merdeka, merdeka”. Becak terus melaju serong kanan-kiri. Tentu Megawati panik dan ketakutan.

Hal ini dikisahkan kepada Garin ketika Megawati menjabat Wakil Presiden RI. Ini sisi humanis Mega. Garin menulis “Megawati itu lucu”, justru untuk mencoba dengan sederhana mengurai kekuatan Megawati.

“Yakni sejak kecil Megawati di Istana Kepresidenan dalam menghadapi berbagai konflik yang kejam serta rumit, pastilah menjadi guru terbesar serta energi terbesar survival Megawati dalam beragam konflik termasuk di era Bangsa Indonesia,” kata Garin.

Kata Garin, cara “serba diam” Megawati dan hanya sesekali pidato dengan statement pribadi juga menjadi ciri yang Garin sebut sebagai “kepemimpinan misteri”.

“Megawati punya insting politik bercampur antara warisan keluarga dan pengalaman pribadi yang menjadi kecerdasan politik intingtif yang tidak dipunyainya orang lain dan tidak diajarkan di kampus-kampus.

” Dalam drama-drama politik besar yang dialami Megawati, bisa terbaca kecerdasan instingtif itu yang menjadi daya hidup Megawati dan PDI Perjuangan saat ini.

“Simak, sikap diam dan kadang terkesan mengurung diri, namun kemudian melakukan keputusan yang jitu, dalam momentum tertentu. Ambil contoh keputusan memilih Jokowi sebagai kandidat presiden (2014), ‘demikian kata Garin yang belum lama ini meluncurkan film barunya “Sepeda Presiden”.

Dalam buku “Megawati -Anak Putra Sang Fajar”, terbit tahun 2012, Jusuf Kalla (JK) antara lain mengatakan, “Bila Ibu Mega ingin puterinya Puan Maharani terjun ke dunia politik, itu biasa saja. Tentara ingin anaknya jadi tentara, begitu dengan pengusaha dan dokter, misalnya. Jadi normal saja politisi ingin anaknya juga masuk dalam dunia politik”.

Dalam buku “Megawati -Anak Putra Sang Fajar”, terbit tahun 2012, Jusuf Kalla (JK) antara lain mengatakan, “Bila Ibu Mega ingin puterinya Puan Maharani terjun ke dunia politik, itu biasa saja. Tentara ingin anaknya jadi tentara, begitu dengan pengusaha dan dokter, misalnya.

Jadi normal saja politisi ingin anaknya juga masuk dalam dunia politik”. Di akhir 2014, beberapa hari setelah menjadi wakil presiden mendampingi Presiden Joko Widodo, JK mengatakan di tempat tinggalnya, “Suatu yang luar biasa Ibu Megawati memberikan kesempatan pada orang lain untuk jadi kandidat presiden dari PDI Perjuangan, bukan Puan Maharani.

” Dalam percakapan dengan Kelompok Hang Lekir, JK berkisah tentang pertemuan beberapa tokoh yang menyodorkan nama untuk calon presiden 2024.

Nama itu punya prosentase elektabilitas yang tinggi menurut semua lembaga survei di Indonesia.

Jawaban Mega dengan langgam budaya Jawa diterjemahkan oleh JK yang berlatarbelakangkan budaya Sulawesi.

“Beliau bicara sebagai orang Jawa tapi kita sebagai orang Sulawesi bisa mengatakan jawaban itu bentakan dengan mengatakan Puan adalah anak saya.”

Apakah JK juga mau mengatakan adalah hal biasa bila seorang presiden menginginkan anaknya juga jadi presiden? Siapa pun dia? Saya juga menunggu kecerdasan instingtif apa lagi yang akan ditunjukan oleh Mega untuk kandidat calon presiden 2024?

Selamat ulang tahun Bu Mega.

 

KOMENTAR