Pakar OTDA: Program Dana Desa Hanya Turunkan Kemiskinan 1,11%
Jakarta, Inako
Pakar Otonomi Daerah, Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, mengungkapkan pandangannya terhadap Program Dana Desa yang telah diimplementasikan oleh Presiden Jokowi.
Dalam keterangan Rabu (29/11), Prof. Djohermansyah menyoroti perlunya komitmen besar dalam membangun Indonesia dari tingkat desa, lebih dari sekedar retorika politik.
Dalam analisisnya, Prof. Djohermansyah menunjukkan bahwa meskipun Program Dana Desa senilai 1 miliar per desa telah diterapkan sejak 2015 hingga Maret 2021, tingkat kemiskinan hanya berhasil diturunkan sebesar 1,11%.
BACA JUGA: Data Bocor dan Dijual, Mahfud MD: KPU Mesti Lebih Berhati-hati
Pernyataan ini menunjukkan perlunya lebih dari sekadar pemberian dana, melainkan peningkatan kapasitas dan tata kelola yang baik.
"Kita memberi bantuan dana saja tidak cukup dalam pembangunan. Harus diberi kapasitas penguatan tata kelola pemerintah dan pembangunan desa," ungkap Prof. Djohermansyah.
Ia menekankan bahwa, tanpa manajemen yang baik, Dana Desa bisa saja tidak memberikan manfaat yang diharapkan.
"Tata kelola dan pembangunan harus kita siapkan, jadi uang itu dikelola dengan cara pengelolaan keuangan yang akuntabel, transparan, juga dikelola dengan penuh manfaat bagi masyarakat desa, bukan bagi elit desa, kepala, dan perangkatnya," tambahnya.
BACA JUGA: Megawati Wanti-wanti Muncul Neo Orba: Warning Indonesia Sedang Tidak Baik-baik Saja
Pentingnya peningkatan kapasitas aparat desa juga menjadi sorotan Prof. Djohermansyah. Ia mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mencatat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara hampir mencapai setengah triliun selama periode 2015-2021.
"Sekarang harus kepada dalam kelompok-kelompok masyarakat, model PNPM itu sudah benar. Kelompok masyarakat yang dapat dana, bikin perencanaan, jalankan, dan saling kontrol, bukan oleh kepala desa dan perangkat desa," tekannya.
Selain kritik terhadap Program Dana Desa, Prof. Djohermansyah juga mengusulkan agar desa kembali pada kearifan lokalnya. Ia mengajak untuk menggunakan kembali sistem musyawarah mufakat dan memenuhi kebutuhan desa tanpa arahan berlebih dari pusat.
"Dana desa dikucurkan pusat 1 M sudah ditandai untuk ini-itu, padahal kebutuhan di desa itu tidak, dan tidak boleh pakai uang. Kalau bukan untuk digariskan pemerintah pusat. Misalnya, padahal mereka butuh pupuk, jembatan rusak supaya anak sekolah tidak gelantungan, kan desa yang tahu. Itu harus kita betulkan, jangan seragam, berikan ikhlas, agar desa sesuaikan dengan kebutuhan desanya," tegas Prof. Djohermansyah.
BACA JUGA: Ganjar Dapat Buku dari Uskup Merauke Berjudul “Belajar Mencintai Papua”
Dari segi perundang-undangan, Prof. Djohermansyah mendorong revisi UU Desa secara menyeluruh dan komprehensif.
"Tetapi menyeluruh, komprehensif. Mulai terkait kewenangan desa, kelembagaan dan struktur, perbaiki soal mekanisme dana desa dan pengawasan, kerjasama desa dan kota. Bagaimana desa bekerjasama dengan kota, agar mendapat dampak dari kemajuan kota," tandasnya.
Sementara itu, Calon Presiden Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo, terus menunjukkan komitmennya untuk mendahulukan pembangunan desa. Dalam kampanyenya di Desa Waninggap Nanggo, Merauke, Papua Selatan, Ganjar mengakui bahwa jika Indonesia ingin menjadi lebih baik, desa-desanya harus menjadi lebih baik terlebih dahulu.
Ganjar menerima masukan dan kritik konstruktif untuk memastikan program-program di desa lebih tepat sasaran dan bermanfaat.
Dalam konteks pembangunan desa, tantangan bukan hanya berada pada alokasi dana, melainkan pada pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan, peningkatan kapasitas aparat desa, dan pemberdayaan masyarakat lokal.
KOMENTAR