Pantau Medsos Mahasiswa, Gerindra Dukung, Tapi Polanya Harus Sunyi

Inakoran

Tuesday, 12-06-2018 | 02:19 am

MDN
Media sosial [ist.]

Jakarta Inako

Kebijakan menteri Riset teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang mewajibkan mahasiswa baru untuk melaporkan akun medsos adalah sebuah upaya meluruskan perilaku anak bangsa agar menjadi manusia yang taat azas.

Kebijakan ini mengemuka dari maraknya kondisi para penerus bangsa ini (mahasiswa) yang terpapar paham kontraproduktif bahkan, jauh dan berusaha menjauhkan diri dari kesepakatan awal NKRI berdiri.

Meski kebijakan Kemenristekdikti picu  prokontra, Anggota Komisi X DPR Nizar Zahro menegaskan seharusnya  upaya pemberantasan terorisme harus secara preventif dan senyap, yaitu ada identifikasi awal target mahasiswa yang dianggap terpapar radikalisme lalu dilakukan operasi senyap dengan menggandeng Badan Intelijen Negara (BIN).

Menurut politisi Partai Gerindra itu, kebijakan tersebut tidak jelas targetnya karena dari awal menganggap semua mahasiswa perlu diawasi, sehingga tidak ada target khusus yang dipantau.

Dia memperkirakan kebijakan tersebut akan menyulut aksi penolakan dari mahasiswa, baik yang akan dilakukan secara terbuka atau dalam gerakan bawah tanah.

"Oleh karena itu lebih baik kebijakan tersebut dibatalkan saja. Tidak tepat jika semua mahasiswa baru diperlakukan sama, karena secara mayoritas pasti mahasiswa yang bersih dari paham radikalisme," katanya di Jakarta, Senin (11/6/2018).

Data Ponsel

Sebelumnya, Menristekdikti Mohammad Nasir telah meminta rektor untuk mulai mendata nomor telepon seluler dan akun media sosial (medsos) mahasiswa sejak penerimaan mahasiswa baru.

Nasir pun menegaskan pendataan tersebut diberlakukan untuk semua kampus tanpa terkecuali.

Menurut Nasir, hal itu bertujuan sebagai bentuk pemantauan, menyusul adanya indikasi radikalisme di kampus. Pendataan tersebut juga diklaim akan mempermudah monitoring yang dilakukan oleh Kemenristekdikti bersama BNPT dan BIN.

Nasir mengatakan pendataan melalui nomor HP dan akun medsos dilatarbelakangi oleh kasus di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung yaitu ada beberapa mahasiswa di PTN tersebut telah terpapar radikalisme karena terpengaruh media sosial.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, Kemenristekdikti akan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menelusuri penyebaran paham radikalisme melalui medsos terutama di tingkat mahasiswa.

 

 

 

KOMENTAR