Pengamat Nilai Dinasti Jokowi Pertontonkan Politik Curang
Jakarta, Inako
Sejumlah tokoh agama, masyarakat, aktivis, dan akademisi siap mengajukan laporan pelanggaran administrasi kepada Badan Pengawas Pemilu RI (Bawaslu).
Mereka menuntut agar Pilpres 2024 harus dikawal dan diselamatkan dari beban kesalahan moralitas akibat Putusan Nomor 90 Mahkamah Konstitusi, tentang syarat umur capres-cawapres. Putusan itu dinilai menjadi karpet merah bagi putera Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang maju mendampingi Prabowo Subianto.
BACA JUGA : Pengamat Militer Tepis Paslon Tertentu Buka Kesempatan Militer Kembali Berkuasa
Pernyataan disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Ia mengakui bahwa gugatan para tokoh tersebut berangkat dari kekhawatiran atas pelaksanaan Pilpres 2024 yang dihantui ketidakjujuran dan ketidakadilan.
“Kita sangat khawatir bahwa pilpres ini menjadi pilpres pertama di era reformasi yang tidak jujur dan tidak adil," ujar Usman yang menjadi salah satu penggugat di Jakarta, Kamis (16/11).
Terkait materi gugatan, Usman mengaku pihaknya masih merumuskan poin penting sekaligus menginventaris fakta dan peristiwa yang diduga menjadi pelanggaran pemilu.
"Poin pentingnya sebenarnya masih kita rumuskan, tapi pada dasarnya kita sedang mempersiapkan pelaporan tentang kejanggalan-kejanggalan dalam proses pemilihan umum melalui upaya mendorong Bawaslu agar bersikap netral dan memastikan bahwa pengawasan terhadap pemilu benar-benar berjalan dengan baik," tambahnya.
BACA JUGA : TNI/Polri Diminta Jangan Terjerumus Dalam Politik praktis Pilpres 2024
Menurut Usman, indikasi-indikasi ketidakjujuran, ketidakadilan, atau kejanggalan-kejanggalan yang membuat pemilu kali ini terasa kuat tidak adil, tidak jujur. Intervensi dari pemerintah, khususnya Presiden telah mempertontontkan praktik politik curang.
"Dari awal kelihatan sekali ada proses intervensi terhadap pemilu atau persiapan pemilu. Khususnya dari penyelenggara negara di lembaga eksekutif, dalam hal ini pemerintah, khususnya lagi presiden," sambungnya.
Pihaknya juga akan mempersoalkan pelanggaran administrasi yang berkaitan dengan penyelenggara pemilu. "Jadi ini yang ingin kita persoalkan. Termasuk juga pelanggaran administrasi yang sangat berhubungan juga dengan peran KPU sebagai penyelenggara utama dari pemilu 2024," tambahnya.
Pelaporan itu disebut bentuk tanggung jawab agar proses Pilpres 2024 berjalan di atas koridor moral dan dilaksanakan bukan hanya netral, tetapi jujur dan adil, jauh dari praktik politik uang dan politik curang, sebagaimana ditegaskan dan diamanatkan oleh konstitusi.
"Tentu saja, kita ingin dalam pemilu ini, moralitas-nya terjaga,” pungkasnya.
Halalkan segala cara
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan bahwa gerakan para tokoh nasional dalam mengawal demokrasi dan pemilu, salah satu tujuannya untuk mencegah dinasti politik meluas.
“Dinasti politik ini telah menjadi masalah besar di pilkada dan pemilu kita. Ia menyebar dengan sangat cepat. Bahkan ditengarai 21% daerah kita saat ini dikuasai oleh dinasti politik,” kata Ray.
BACA JUGA : Pencawapresan Gibran Bentuk Penghinaan Terhadap Intelektual Masyarakat Indonesia
Dinasti Politik menyeruak akibat skandal "Mahkamah Keluarga". “Ada perasaan cemas bahwa pemilu ini mengarah ke menghalalkan segala cara untuk kekuasaan. Putusan MK yang dinilai cacat moral tentu jadi penyebabnya. Bagaimana aturan diubah dengan cara yang melukai keadaban demokrasi,” ujar Ray.
Berdasar itulah, muncul berbagai reaksi yang berujung pada kekhawatiran akan netralitas presiden. “ Jika aturan saja bisa diciderai, apa yang menghambatnya untuk tidak bisa netral.” imbuh Ray.
KOMENTAR