Perang Teknologi Jepang-Korsel, Siapa Jadi Koban?
Seoul, Inako
Tensi politik antara Korea Selatan (Korsel) dan Jepang berujung pada ternodainya hubungan dagang antara kedua negara.
Bahkan baru-baru ini pemerintahan Negeri Ginseng melayangkan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) pada hari Rabu (24/6/2019) terkait rencana pemerintah Negeri Sakura untuk menaikkan hambatan atau barrier perdagangan kedua negara.
Jepang telah membuat marah Korea Selatan dengan rencananya untuk "menormalkan" prosedur perdagangan yang saat ini "disederhanakan," dimana hal tersebut akan secara efektif membatasi ekspor ke Korea Selatan dan berpotensi menciptakan penghalang yang dapat mengganggu pasokan global.
Pasalnya, per 1 Juli 2019 Jepang mengumumkan akan membatasi ekspor tiga bahan kimia ke Korea Selatan, yakni, fluorinated polyimide, resist dan hydrogen fluoride. Ketiganya merupakan bahan baku utama untuk membuat semikonduktor dan display layar.
Duta Besar Jepang Junichi Ihara mengatakan bahwa perubahan dalam prosedur perdagangan adalah hak prerogatif Jepang, tidak ada yang aneh atau salah dari keputusan tersebut. Kemudian ketiga bahan tersebut dipilih karena adanya laporan yang mengatakan penggunaan untuk kepentingan militer, seperti yang dilansir Japan Today.
Hal ini juga secara tidak langsung mencerminkan kegagalan Korsel untuk mempertahankan dialog dagang yang saling menguntungkan, seperti diwartakan Japan Today.
Lebih lanjut, keluhan Korea Selatan sejatinya tidak terkait dengan masalah perdagangan atau pertahanan, tapi terkait keunggulan dalam hubungan diplomatik dan sejarah di masa lalu yang belum selesai.
"Ini sama sekali bukan urusan perdagangan, itu sama sekali bukan urusan keamanan, itu murni direncanakan secara strategis untuk mendapatkan keunggulan dalam barisan diplomatik, maksud saya masalah perburuhan paksa," ujar Kim Seung-Ho, Deputi Kementerian Perdagangan Korea Selatan, dikutip Japan Today.
Sebagai informasi, awal mula kisruh kedua negara adalah terkait keputusan pengadilan Korsel tahun lalu yang meminta perusahaan-perusahaan Jepang untuk membayar kompensasi kepada warga Negeri Sakura yang dipekerjakan paksa pada saat masa penjajagan Jepang dari tahun 1910-1945.
Sedangkan, pihak Negeri Sakura menganggap masalah tersebut telah diselesaikan dengan perjanjian (treaty) yang ditandatangani kedua negara di tahun 1965. Belum lagi, Jepang juga sudah memberikan bantuan ekonomi skala besar yang berkontribusi mendongkrak perekonomian Negeri Gingseng, dilansir CNBC International.
Akan tetapi, Seoul menganggap treaty itu tidak mencakup isu-isu sensitif seperti wanita Korsel yang dipaksa menjadi budak seksual oleh tentara kekaisaran Jepang, dan meminta pemerintah Jepang untuk meminta maaf kepada rakyat Korsel.
Untuk diketahui, pada 1995 Perdana Menteri Jepang Tomiichi Murayama telah meminta maaf kepada negara-negara yang pernah dijajah oleh Jepang. Lalu tahun 2015, Perdana Menteri Shinzo Abe juga melakukan tindakan yang sama, dilansir South China Morning Post.
Namun Korsel tidak menerima permintaan maaf tersebut, karena tidak ditujukan langsung untuk negaranya.
TAG#Perang Dagang, #Jepang, #Korea Selatan, #Perang Teknologi
188643033
KOMENTAR