Problem APBD, Wacana Hak Angket DPRD dan Implikasi Politiknya

Hila Bame

Saturday, 27-08-2022 | 15:11 pm

MDN

 

 

Oleh. : H. Adlan Daie
Pemerhati politik dan sosial keagamaan

 

JAKARTA, INAKORAN


Alot dan buntunya pembahasan APBD perubahan Indramayu tahun anggaran  2022 antara eksekutif (bupati) dan legislatif (DPRD) dan bergulirnya wacana Hak Angket DPRD terhadap bupati Indramayu Nina Dai Bachtiar adalah dinamika dan dialektika politik biasa dan lumrah dalam sistem demokrasi.


Dalam perspektif demokrasi Francis Fukuyama dialektika politik di atas adalah cara demokrasi bekerja untuk "uji kualitas" perencanaan dan rasionalitas deret ukur kemungkinan out put maslahatnya bagi publik.


Karena itu, dialektika dan relasi kontrol DPRD di atas tidak perlu dibaca dengan cara pandang "buzzer", "kotor" dan ditarik terlalu jauh ke dugaan "motiv" misalnya  karena DPRD tidak kebagian proyek atau minimnya kouta tambahan "pokir". 


Akal sehat publik memiliki kemampuan seleksi membaca dan menimbang tingkat kewajaran kontrol DPRD tersebut dan berimplikasi politik tidak sederhana jika dipermainkan ibarat "political stand up comedy".


Perspektif sistem demokrasi di atas dalam konteks Undang Undang tentang Pemerintahan Daerah hendak menegaskan bahwa bupati bukanlah "otoritas tunggal" dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah melainkan bersama DPRD dalam posisi politik sejajar dan bersifat "chek and balances".


Dalam konstruksi ini penolakan DPRD misalnya terkait anggaran "hibah"  empat (4) milyar ke salah satu Rumah Sakit swasta dan anggaran 50 juta setiap kecamatan tanpa peruntukan yang jelas dan terukur dapat dipahami. 


Artinya, desain postur APBD tidak bisa hanya disandarkan pada "maunya" dan "selera" politik bupati tapi diletakkan dalam rasionalitas titik temu hak anggaran DPRD dalam membaca  deret ukur maslahatnya bagi publik. Di situlah fungsi "chek and balances" DPRD.

Itulah resiko kita memilih sistem demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan (daerah) - bukan sistem khilafah dan komunisme -  di mana DPRD memiliki hak anggaran dan bahkan memiliki hak angket berbobot politis terhadap bupati yang dijamin dalam konstitusi dan peraturan perundang undangan untuk menghidupkan instrument politik "chek and balamces".


Karena itu, problem  kepemimpinan politik bupati Nina Dai Bachtiar selamai ini, yakni "lemahnya" komunikasi politik dalam relasinya dengan DPRD harus diperbaiki. Suatu keniscayaan politik yang tidak dapat dihindari agar tidak selalu menghadirkan "turbulensi" dan goncangan politik seperti saat ini tercermin dari alotnya pembahasan APBD perubahan tahun anggaran 2022 dan bergulirnya wacana hak angket DPRD terhadap bupati.


Kemampuan memperbaiki komunikasi politik di atas bukan saja akan memberikan "insentif" politik bagi peta jalan kepemimpinan Nina dalam mengeksekusi program programnya, lebih dari itu, akan membuka pintu pintu elektoral politik kelak bagi kepentingan kontestasi politiknya. 


Di titik itulah tantangan kepemimpinan politik Nina "diuji" dalam sistem politik demokratis dan kelak bisa berimplikasi  terhadapnya dalam kontestasi pilkada 2024 yang masih tersisa 1,5 tahun lagi. 
 

 

 

TAG#ADLAN DAIE

184917891

KOMENTAR