Rekomendasi Saham Pilihan Jelang Window Dressing Akhir Tahun

Sifi Masdi

Friday, 29-11-2024 | 08:22 am

MDN
Ilustrasi pergerakan saham di lantai bursa [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Pasar saham Indonesia, yang direpresentasikan oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), mengalami tekanan sepanjang November 2024. Namun, peluang penguatan IHSG menjelang akhir tahun tetap terbuka lebar, didorong oleh potensi terjadinya fenomena window dressing. Fenomena ini sering kali mencerminkan kenaikan indeks pada bulan Desember, didukung oleh aktivitas portofolio akhir tahun oleh manajer investasi.

 

IHSG sempat menguat 1,65% ke level 7.314,11 pada awal pekan lalu, tetapi kembali terkoreksi hingga 7.245,88 pada Selasa (26/11), dengan penurunan sebesar 0,93%. Menurut William Hartanto, praktisi pasar modal sekaligus Founder WH Project, koreksi ini masih tergolong wajar karena tidak disebabkan oleh panic selling atau sentimen negatif yang signifikan.

 

Koreksi ini justru membuka peluang IHSG untuk bangkit di bulan Desember. Oktavianus Audi, Head Customer Literation and Education di Kiwoom Sekuritas, mencatat bahwa peluang kenaikan IHSG pada bulan Desember selama 10 tahun terakhir mencapai 90%. Reza Fahmi Riawan, Senior Vice President Henan Putihrai Asset Management, menambahkan bahwa rata-rata kenaikan IHSG di bulan Desember berkisar 3,40%, kecuali pada tahun 2021.

 


 

BACA JUGA:

Bitcoin Menguat, Kripto Lain Anjlok: Kamis, 28 November 2024

Harga Minyak Anjlok: Investor Tunggu Keputusan OPEC+

Rekomendasi Saham Pilihan: Kamis, 28 November 2024

Harapan Window Dressing untuk Dongkrak IHSG di Akhir Tahun

 


 

Faktor utama yang mendukung fenomena window dressing meliputi: Rebalancing portofolio oleh manajer investasi, termasuk perubahan bobot saham dalam indeks seperti IDX30, LQ45, dan MSCI Indonesia.

 

Kemudian kebijakan moneter global, termasuk langkah The Fed yang diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. Kebijakan pro-bisnis dari pemerintah baru di Indonesia dan Amerika Serikat juga ikut mendukung.

Namun, sentimen eksternal, seperti ketidakpastian global dan kebijakan ekonomi dari negara besar seperti AS dan China, berpotensi menjadi penghambat.

 

Dimas Krisna Ramadhani, Equity Analyst dari Indo Premier Sekuritas, menilai probabilitas terjadinya window dressing tahun ini masih 50:50. Faktor utama yang menjadi perhatian adalah capital outflow dari investor asing. Meski demikian, performa IHSG dibandingkan indeks negara lain memberikan tekanan bagi pelaku pasar, terutama big fund, untuk memperbaiki kinerja di akhir tahun.

 

Saham yang menjadi fokus biasanya adalah konstituen indeks besar seperti LQ45 dan Kompas100. Saham-saham berkapitalisasi besar (big cap) juga sering kali menjadi andalan, terutama di sektor perbankan. Reza Priyambada, Direktur Reliance Sekuritas Indonesia, menyebut bahwa saham sektor ini sering kali mendapatkan perhatian dari manajer investasi menjelang akhir tahun.

 

Agung Ramadoni, Head of Investment Heksa Solution Insurance, menambahkan bahwa valuasi saham big cap yang sempat tertekan akibat capital outflow kini menjadi menarik. Ia merekomendasikan saham dari sektor perbankan dan telekomunikasi seperti: Bank Central Asia Tbk (BBCA), Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), Indosat Tbk (ISAT), XL Axiata Tbk (EXCL).

 

Sementara William Hartanto mengunggulkan saham dari sektor perbankan, barang konsumsi, dan energi: Perbankan: BMRI, BBCA, BBRI, BJTM. Kemudian barang konsumsi: Mayora Indah Tbk (MYOR), Unilever Indonesia Tbk (UNVR), Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Selanjutnya energi: Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS),

 

Sedangkan Audi  menyarankan untuk mengoleksi beberapa saham unggulan dengan target harga: BMRI (Rp 7.100), BBCA (Rp 10.800), TLKM (Rp 3.050), United Tractors Tbk (UNTR) (Rp 29.600), dan Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) (Rp 2.360),

 

Disclaimer:

Semua rekomendasi di atas didasarkan pada analisa teknikal dan kondisi pasar saat ini. Investor disarankan untuk selalu mempertimbangkan profil risiko masing-masing sebelum mengambil keputusan investasi.


 

KOMENTAR