Harapan Window Dressing untuk Dongkrak IHSG di Akhir Tahun
Jakarta, Inakoran
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini mencatatkan performa yang kurang menggembirakan, menjadi indeks dengan kinerja terburuk di Asia Tenggara sepanjang 2024. Namun, peluang pemulihan tetap ada melalui fenomena window dressing, yang sering menjadi pendorong positif di penghujung tahun.
Sejak awal tahun 2024, IHSG melemah 1,06% dan menjadi indeks berkinerja terburuk di Asia Tenggara. Bahkan, IHSG juga menempati posisi kedua terbawah di Asia. Sebagai perbandingan, indeks SET Thailand berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 2,15% di periode yang sama.
Kinerja yang lesu ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, seperti keluarnya aliran modal asing dari Indonesia. Abdul Azis Setyo Wibowo, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas, menjelaskan bahwa posisi Indonesia sebagai negara berkembang membuat IHSG sangat bergantung pada pergerakan dana asing.
“Terpilihnya Donald Trump memberikan harapan bagi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Akibatnya, investor asing menarik dana dari Indonesia dan mengalihkan ke pasar AS yang dianggap memiliki risiko lebih rendah,” ujar Azis, Jumat (22/11/2024).
Di sisi lain, China juga menjadi daya tarik investor karena stimulus ekonomi besar-besaran yang mereka lakukan. Hal ini menciptakan kompetisi ketat bagi Indonesia untuk mempertahankan investasi asing.
BACA JUGA:
Rekomendasi Saham Pilihan Sektor Transportasi
Arah dan Pergerakan IHSG : Senin, 25 November 2024
Analis Ingatkan Risiko Penurunan Mendadak Harga Bitcoin
Harga Minyak Mentah Melejit: Rusia Tembak Rudal Hipersonik ke Ukraina
Fenomena window dressing, yaitu upaya perusahaan dan pengelola dana untuk mempercantik laporan keuangan menjelang akhir tahun, sering menjadi pemicu kenaikan IHSG.
Azis menyebutkan bahwa potensi window dressing bisa terwujud jika terdapat sentimen positif, terutama dari kebijakan fiskal pemerintah. Stimulus ekonomi yang dirancang untuk mendukung daya beli masyarakat atau investasi infrastruktur dapat menjadi katalis bagi perbaikan pasar saham.
Namun, tantangan masih ada. Menurut Maximilianus Nico Demus, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, saat ini tidak ada sentimen kuat yang mendukung IHSG pada bulan November. “Sentimen yang tersisa hanyalah Pilkada, namun terbukti tidak memberikan dampak signifikan terhadap daya beli atau konsumsi,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bahwa penurunan tingkat suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) mungkin tidak langsung berdampak pada kebijakan moneter Indonesia. “Dengan volatilitas rupiah yang melemah, Bank Indonesia akan sulit menurunkan suku bunga, meskipun The Fed melakukan pemangkasan,” kata Nico.
Meskipun tantangan besar, Nico optimis window dressing tetap menjadi peluang bagi IHSG pada bulan Desember. Dalam 20 tahun terakhir, IHSG hanya mencatat koreksi satu kali di bulan Desember, yaitu pada tahun 2022. “Rata-rata kenaikan IHSG di bulan Desember mencapai 3,40%. Ini menjadi peluang pemanis bagi pasar saham menjelang tutup tahun,” tambahnya.
Disclaimer:
Perlu diingat bahwa investasi di pasar saham selalu melibatkan risiko. Oleh karena itu, selalu lakukan penelitian Anda sendiri dan konsultasikan dengan penasihat keuangan profesional sebelum membuat keputusan investasi.
KOMENTAR