Rembuk Nasional Suporter Sepak Bola Dilakukan pada Momentum yang Tepat

Saverianus S. Suhardi

Wednesday, 19-10-2022 | 13:32 pm

MDN
Tragedi Kanjuruhan [ist]

 

 
Jakarta, Inako

Rencana rembuk nasional suporter sepak bola se-Indonesia merupakan ide yang cerdas. Momentumnya tepat untuk melakukan perbaikan persepakbolaan nasional yang memang harus segera ditanggapi dengan serius.

“Kami mengapresiasi ide bagus Menko PMK Muhadjir Effendy sebagai upaya perbaikan sepak bola agar semakin lebih baik,” tutur Presiden Hizbul Wathan FC (HWFC) Suli Daim. 


Baca juga: Suporter Sepak Bola Se-indonesia akan Berkumpul di Malang, Ada Apa?


Suporter sepak bola seluruh Indonesia akan berkumpul di Malang untuk melakukan Rembuk Nasional, pada 23-24 Oktober 2022 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).  

Mereka akan membahas tentang reposisi dan empowering (pemberdayakan) eksistensi suporter dalam kerangka transformasi persepakbolaan nasional.

 Acara ini diprakarsai Menko PMK Muhadjir  Effendy berkolaborasi dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Suli Daim memberikan tiga alasan bahwa tranformasi persepakbolaan nasional harus segera diwujudkan. 

Pertama, ketidakdewasaan pendukung (suporter). Para pendukung sepak bola yang bersikap tidak dewasa riskan memicu konflik yang berujung pada konflik  dan menelan korban.  

Kedua, aparat keamanan. Untuk mengawal sebuah pertandingan, aparat keamanan harus dipersiapkan secara matang, baik dari kuantitas maupun peralatan yang dibutuhkan. 
 
Ketiga, panitia pelaksana. Pelaksanaan pertandingan sepak bola harus benar-benar dipersiapkan secara matang, tidak setengah-setengah, mengingat tensi rivalitas antar klub begitu tinggi.

Panitia pelaksana harus memperhitungkan segalanya, mulai dari kapasitas penonton, ketersediaan dan keamanan fasilitas, jumlah aparat keamanan yang harus sebanding dengan jumlah penonton, serta hal lain yang mendukung lancarnya pelaksanaan pertandingan. 


Baca juga: Dorong Produktivitas Hasil Pertanian, Pemerintah Dukung Modernisasi Taksi Alat dan Mesin Pertanian


“Di Eropa tensi kontradiktif antar kubu sangat tinggi, tapi hanya berlangsung 2 x 45 menit ketika pertandingan. Para pendukung sepak bola di Eropa memang lebih dewasa dibandingkan pendukung sepak bola di negara kita,” tuturnya.

Menurut Suli, langkah yang harus dilakukan dalam kerangka transformasi antara lain, yakni membinaan para suporter.

Pembinaan ini menjadi tanggung jawab bersama, klub pun wajib memberikan training atau pembekalan dalam menyikapi rivalitas sehingga menjunjung sportivitas. 

Selain itu, aparat keamanan harus lebih manusiawi dalam menangani kericuhan. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya pembekalan sebelum terjun ke lapangan.

SOP yang dijalankan harus jelas sehingga senjata atau alat terlarang  tidak digunakan. 

“Penanggung jawab pertandingan mulai dari panitia pelaksana, pelaksana liga, PSSI, hingga pemerintah tidak boleh lepas tangan. Semua pihak harus melakukan evaluasi menyeluruh dan pembenahan,” pungkasnya.

 

KOMENTAR