Resiko Manuver Politik Moh. Solihin

Oleh. : Adlan Daie
Pemerhati politik elektoral Indramayu
Jakarta, Inako
Solihin, ketua DPC PKB Indramayu, mengutip diksi Lees Marshment dalam karyanya "The Political Marketing Game" satu dari sedikit "the rising star" politisi Indramayu berlatar belakang aktivis kini mulai di perbincangkan di ruang publik. Secara update terbitnya surat DPP PKB no. 341/DESK-PILKADA/PKB/VII/2020 tentang penugasan DPP PKB kepada Moh Solihin sebagai bakal calon bupati Indramayu meskipun dari sisi bobot politis problematis karena tidak di tanda tangani langsung oleh ketua umum dan sekretaris jenderal DPP PKB melainkan oleh ketua Desk pilkada DPP PKB adalah salah satu bukti dari kecanggihan manuver politiknya.
Terbitnya surat penugasan di atas seolah menghapus jejak bahwa dulu DPC PKB Indramayu di bawah kepemimpinannya pernah membuka pendaftaran penjaringan bakal calon bupati Indramayu tanggung jawab politik ketua DPC PKB untuk melanjutkan prosesnya ke jenjang struktural partai di atas nya sampai tahapan fit and proper test di level DPP PKB. Hingga kini sejumlah bakal cakon bupati pendaftar lewat pintu DPC PKB Indramayu menunggu tindak lanjut dan kejelasan positioningnya. Inilah resiko atau tantangan pertama dari manuver politik Moh.Solihin untuk diurai kerumitan tali temali politiknya.
Dari sisi struktural partai sebagai ketua DPC PKB Indramayu sebenarnya wajar jika Moh. Solihin mendapatkan penugasan dari DPP PKB terlepas dari persoalan cara dan jalan untuk mendapatkan surat penugasan tersebut. Problemnya ibarat permainan sepakbola Moh. Solihin adalah wasit atau hakim garis bahkan mungkin ibarat seorang pelatih penyusun skema dan ritme permainan ikut terlibat bermain di lapangan. Permainan menjadi ambyar sebelum peluit panjang tanda dimulai ditiup. Dengan kata lain tahapan fit and proper belum berjalan justru skema permainan baru dimulai.
Di luar problem kerumitan tali temali politiknya di atas, konten atau substansi surat penugasannya menjelaskan dengan syarat syarat yang mengikutinya :
Pertama, bahwa penugasan terhadap Moh. Solihin tersebut untuk posisi sebagai BAKAL BUPATI bukan untuk posisi WAKIL BUPATI. Mereposisi diri sebagai bakal calon wakil bupati atau mengalihkannya ke bakal calon lain bukanlah persoalan sederhana secara politis. Batu uji untuk beradaptasi dengan kemungkinan resistensi atau bahkan penolakan di lingkungan internal partainya adalah resiko kedua yang dihadapi Moh.Solihin dari manuver politiknya setidaknya bukan jalan datar melainkan jalan terjal dan berliku untuk dilalui.
Kedua, rentang waktu berlakunya surat penugasan untuk Moh. Solihin di atas hingga tanggal 25 Juli 2020 ke depan bukanlah waktu yang leluasa untuk membangun koalisi yang rumit dengan partai lain dalam mencukupi syarat minimalis mengusung bakal pasangan calon tentu dalam posisi Moh. Solihin adalah sebagai bakal calon bupati (bukan wakil bupati) sebagaimana secara eksplisit disebutkan dalam surat penugasan diatas. Melampaui deadline atau limited waktu yang ditentukan dapat dipandang sebuah kegagalan oleh Desk pilkada DPP PKB. Inilah bagian dari resiko ketiga yang dapat dibaca dari manuver Moh. Ssolihin di atas.
Terlepas dari resiko resiko politiknya harus lah diakui bahwa Moh. Solihin adalah politisi "risk taker", pengambil jalan politik resiko tinggi. Sebuah jalan politik menembus batas diktum politik klasik model Otto Van Bismack, politisi Jerman abad 19 bahwa politik adalah "the art off the possible, art to the next best", menembus sebuah ketidakmungkinan bagi umum adalah kemungkinan yang dapat ditembusnya dalam keyakinan politiknya untuk suatu posisi pengabdian yang lebih baik ke depan.
Dengan kata lain, Moh. Solihin mengikuti petuah para politisi NU seperti Idham Kholid, Subhan ZE, atau Gusdur untuk tidak menjadi pendorong mobil mogok melainkan mencoba beranjak mengemudikannya sendirii. Dalam ibarat lain sejatinya dan seharusnya jiwa politisi secara "given for granted" ditakdirkan memiliki "ruh" lokomotif penggerak bagi nasib gerbong panjang rakyat di belakangnya. Dalam konteks ini Bung karno dan KH Hasyim Asy'ari misalnya telah membuktikan dan namanya dikenang melampaui batas jamannya. Kita pemetik hasil dan penikmatnya hari ini.
Maka, selanjutnya marilah kita tunggu semangat politisi hari ini menjawab kegelisahan jamannya dan terpanggil menjadi pengemudi atau masinis penggerak lokomotif perubahan. Bukan sekedar pengemudi berani ambil resiko dengan manuver di jalanan yang menghadirkan kecemasan penumpangnya melainkan juga memiliki jam terbang mengemudi yang lihai untuk memastikan para penumpang bergegas naik mobil atau gerbong kereta karena merasa tenang dan aman sampai tujuan.
Dalam konteks perjuangan pilkada Indramayu 2020 pengemudi semacam inilah yang dibutuhkan kendaraan sebesar PKB.
Semoga semangat perubahan tidak ambyar. !!!
TAG#ADLAN DAIE
208112843
KOMENTAR