Revisi Permendag 50/2020 Segera Tuntas Berkaitan Media Sosial Hanya untuk Promosi Bukan Transaksi

Hila Bame

Tuesday, 26-09-2023 | 12:16 pm

MDN
Ilustrasi

 

JAKARTA, INAKORAN

 

"Zulhas menjelaskan bahwa dalam Permendag baru tersebut nantinya diatur sejumlah ketentuan terkait perniagaan elektronik. Salah satunya, pemerintah hanya memperbolehkan media sosial digunakan untuk memfasilitasi promosi, tidak untuk transaksi"

 

 Pemerintah akan segera menuntaskan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Aturan baru ini memastikan adanya pemisahan kegiatan media sosial dan e-commerce yang ada pada platform social-commerce.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan, berdasarkan hasil rapat bersama Presiden Joko Widodo, Senin (25/9), telah disepakati bahwa social-commerce hanya boleh memfasilitasi kegiatan promosi produk barang dan jasa di ranah digital.

Dengan demikian, platform social-commerce tidak bisa lagi melangsungkan kegiatan transaksi jual-beli barang atau jasa.

Mendag juga menyebut bahwa platform media sosial dan e-commerce tidak dapat digabungkan alias harus dipisahkan. Alhasil, tidak ada penguasaan terhadap algoritma data yang ada di dalam platform tersebut. Pemisahan ini ditujukan demi mencegah potensi penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis.

 

“Jadi dia (social-commerce) harus dipisah, sehingga algoritmanya tidak semua dikuasai,” ujar Zulkifli, Senin (25/9).

Melalui revisi beleid tersebut, pemerintah juga akan mengatur positive list atau daftar produk/barang apa saja yang boleh dijual dalam sistem perdagangan elektronik.

Ada pula poin terkait arus barang masuk, yang mana barang dari luar negeri harus diperlakukan sama dengan barang offline di dalam negeri.

Misalnya, adanya jaminan sertifikat halal hingga izin Badan POM untuk produk makanan-minuman dan produk kecantikan.

Hal yang sama juga diberlakukan untuk produk elektronik dari luar negeri.

“Platform tidak boleh bertindak sebagai produsen dan kalau transaksi impor minimal satu transaksi US$ 100,” tambah Zulkifli.

Revisi Permendag No. 50/2020 tampak cukup mendesak di tengah kekhawatiran terhadap eksistensi TikTok Shop yang mengancam para pedagang lokal.

Berangkat dari kasus TikTok, regulasi yang memisahkan media sosial dan e-commerce justru tak bertaji. Sebab, pada akhirnya algoritma yang ada di TikTok Shop bisa digunakan di TikTok sebagai media sosial.

Praktik pemisahan aplikasi ini sudah biasa dan tidak ada batasan penggunaan data di sister apps untuk kepentingkan aplikasi utamanya. Karena  itu, hal yang harus dikejar pemerintah adalah TikTok mesti memiliki izin sebagai social-commerce.

“Praktik social-commerce pun sudah jamak dilakukan dan sudah ada sejak zaman Kaskus lalu.

Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) yang pernah menyebut bahwa terdapat empat platform yang sering digunakan oleh pelaku UMKM untuk berjualan secara online. Instant messenger menjadi platform yang paling banyak digunakan oleh UMKM, disusul media sosial, e-commerce/marketplace, serta website.

 

TAG#UKM, #MEDIA SOSIAL, #E-COMERCE

172098294

KOMENTAR